Sabtu, 28 September 2013
MARITIME:"Optimalisasi Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di Laut China Selatan Guna Meningkatkan Kewaspadaan Nasional Dalam Rangka Ketahanan Nasional
“Optimalisasi Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di Laut China Selatan Guna Meningkatkan
Kewaspadaan Nasional Dalam Rangka Ketahanan Nasional .”
Oleh Dr. A.Yani Antariksa.,SE,SH,MM.
PENDAHULUAN
Secara geopolitik dan geoekonomi, Asia Pasifik merupakan kawasan yang strategis bagi Indonesia. Sejak dahulu Indonesia berkepentingan agar kawasan ini tumbuh dinamis secara ekonomis serta mendapat dukungan dari stabilitas politik dan keamanan yang kondusif bagi pencapaian kepentingan nasional . Dewasa ini, entitas kawasan Asia Pasifik menjadi semakin penting terkait dengan perkembangan negara-negara di kawasan ini, khususnya kemunculan India dan China sebagai kekuatan baru ekonomi dunia. Bagi Indonesia pertumbuhan kedua negara ini dipandang positif untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik.
Isu strategik yang dinamis ini tumbuh bersama dengan kemajuan kawasan Asia-Pasifik adalah isu keamanan LCS. Kondisi riil saat ini menujukan bahwa Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi semakin penting, baik dari sisi letak geografis, ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan . Secara geografis LCS sangat strategis bagi jalur perdagangan atau Sea Lane of Trade (SLOT) dan Jalur komunikasi internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC) yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik . Secara ekonomis, LCS mempunyai potensi Sumber Daya Alam yang besar, terutama minyak bumi, gas alam dan perikanan. Secara politis, LCS menjadi penting dalam konteks politik domestik, yakni kepentingan kedaulatan (perbatasan masing-masing negara), dan stabilitas politik regional negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Laut China Selatan telah menjadi isu geopoltik sebagai jalur sutera baru untuk memperoleh Sumber Daya Alam, menimbulkan konflik klaim atas gugusan kepulauan Spratly dan Paracell dan isu strategik tersebut bergeser ke masalah perbatasan.
Hampir semua negara ASEAN, khususnya Brunei Darusalam, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Philipina, Vietnam, Singapura terletak di tepi LCS, yang secara geografis berdekatan dengan Republik Rakyat China (RRC) dan Republik China (Taiwan) . Dari delapan negara anggota ASEAN di atas, yang terlibat dalam konflik di LCS dengan RRC, yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Malaysia, Philipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan diplomatik telah dilakukan di antara kelima negara ASEAN tersebut dengan RRC. Perjanjian tersebut dimaksudkan untuk meredakan konflik di LCS. Karena kebijakan satu China dan tekanan China kepada ASEAN, maka Chinalah yang kemudian menanda tangani Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in the South China Sea, sedangkan Taiwan, tidak dilibatkan dalam DOC.
Hal ini mendorong negara-negara ASEAN untuk memasukkan masalah keamanan regional dalam agenda resmi ASEAN. Salah satu upaya untuk mengelola konflik tersebut adalah meningkatkan rasa saling percaya atau Confidence Building Measure (CBM). Perundingan untuk pengelolaan dan upaya pencarian penyelesaian damai konflik di LCS, sejauh ini baru pada tahap disepakatinya suatu non-legally binding code of conduct antara ASEAN dengan China, yakni saat ditandatanganinya Declaration on the Conductof Parties in the South China Seapada KTT ASEAN-China, 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja .
Semenjak ditandatanganinya DOC, pengembangan pangkalan militer, perlombaan senjata di kawasan LCS justru semakin meningkat, dan beberapa kali terjadi konflik militer. Masing-masing negara juga menyiapkan diri untuk mengatasi konflik dengan jalan kekerasan. Upaya kerjasama dikawasan regional juga sudah banyak dilakukan, namun hasilnya belum mengembirakan. Hal ini karena geopolitik masing masing negara di LCS tetap bersikeras kepada kepentingan nasionalnya, bahkan seperti China sudah menyatakan kepentingannya di LCS adalah kedaulatan mutlak.Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk meningkatkan kewaspadaan negara-negara LCS guna menciptakan stabilitas nasional dan regional. Secara internal, Kerja sama Angkatan Bersenjata negara-negara di LCS, maka permasalahan utamanya adalah “Bagaimana Optimalisasi Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di LCS Guna Meningkatkan Kewaspadaan Nasional Dalam Rangka Ketahanan Nasional.”
PEMBAHASAN
1. Geopolitik, Regionalisme dan Perkembangan Lingkungan Strategik
Salah satu teori geopolitik yang sangat terkenal dan banyak digunakan sebagai rujukan dalam hubungan internasional adalah teori organism yang diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Swedia, Rudolf Kjellen. Dalam karya besarnya,”The States as an Organism”, Kjellen menggambarkan bahwa negara adalah sebuah organisasi yang menempati suatu wilayah geografis tertentu. Bentuk fisik wilayah suatu negara akan menentukan tatanan politik, ekonomi, sosial dan sistem pertahanan keamanan. Sedangkan letak geografis suatu negara akan mempengaruhi hubungannya dengan negara lain di kawasannya. Sebagai sebuah organism, negara tidak bisa hidup menyendiri tetapi membutuhkan organism lain dalam sutu pola simbiose tertentu. Region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu. Meskipun demikian, kedekatan geografis saja tidak cukup untuk menyatukan negara dalam satu kawasan. Hettne dan Soderbaun mengemukakan bahwa kedekatan geografis tersebut perlu didukung adanya kesamaan budaya, keterikatan sosial dan sejarah yang sama . Hal ini berlaku bagi negara-negara LCS yang mempunyai kesamaan geografis, budaya dan keterikatan sosial yang disebut regionalism. Teori regionalisasi yang merujuk kepada proses pembentukan regionalisme yang berlangsung secara tidak langsung melalui interaksi sosial dan ekonomi, dan keamanan melalui membangun rasa saling percaya.
Dalam teori perkembangan lingkungan strategik, lingkungan strategik dapat dipahami, seperti yang dijelaskan W. Michael Guilliot, yaitu: bahwa lingkungan strategik sebuah negara terkait dengan keamanan bernegara yang menekankan pada pentingnya analisa bidang politik dan militer. Kerangka pemikiran ini memberikan keleluasaan dalam melihat atmosfer politik dan militer sebagai bagian analisa aktor dan faktor yang mempengaruhi hubungan bernegara, khususnya bidang politik dan militer, terutama yang meliputi atmosfer yang terjadi di kawasan Asia Tenggara .
Pendapat lainya, Libor Frank beranggapan bahwa lingkungan strategik sebuah negara terkait dengan keamanan bernegara yang menekankan pada pentingnya analisa bidang politik dan militer. Kerangka pemikiran ini memberikan keleluasaan dalam melihat atmosfer politik dan militer sebagai bagian analisa aktor dan faktor yang mempengaruhi hubungan bernegara, khususnya bidang politik dan militer.
2. Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di Laut China Selatan dan Permasalahannya
Kerjasama Angkatan bersenjata negara-negara di LCS dapat dilihat dari
Kerja sama dalam membangun rasa saling percaya (CBM) dan DOC, kejasama Angkatan Bersenjata di LCS, dan kerjasama Indonesia dengan negara negara di LCS dan permasalahan lainnya ditemui yang berpengaruh terhadap keamanan, serta kewaspadaan nasional di LCS.
a. Kerja sama Angkatan Bersenjata Dalam Membangun Rasa Saling Percaya (Cofidence Building Measure /CBM) dan Permasalahan DOC
Kerja sama angkatan bersenjata dilaksanakan untuk membangun CBM. Saat ini di kawasan LCS implementasinya dalam kerangka bilateral dan multilateral (ASEAN dengan China), kerja sama regional (regionalism), inisiatif keamanan (security inisiatif), serta kerja sama dengan negara lainnya. Pada tataran operasi bersama antar negara ASEAN saat ini dilaksanakan dengan cara patroli bersama seperti Philindo (Philipina Indonesia), Malindo (Malaysia Indonesia), Indosin (Indonesia Singapura), Indonesia dengan Thailand, Malsindo (Indonesia Malysia dan Singapura), dan yang terakhir MITS (Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Singapura).
b. Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara Di LCS
Saat ini umumnya kerjasama angkatan bersenjata masih terbatas pada Kerja sama pendidikan, latihan, saling mengunjungi, pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat angkatan bersenjata, inteljen. Kerjasama tersebut kuantitas dan intensitasnya masih belum banyak. Implementasinya masih banyak yang berupa konsep, sehingga kerja sama angkatan bersenjata dalam menangani masalah perbatasan, konflik, penanggulangan masalah Transnasional Crime (TC) masih belum optimal. Hal ini akan menurunkan kewaspadaan nasional dan tannas.
c. Kerjasama TNI dengan Angkatan Bersenjata Negara negara di LCS.
Secara umum Indonesia kerja sama angkatan bersenjata Indonesia (TNI) dengan negara-negara LCS yaitu Kerja sama RI dan Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, China, Taiwan.
d. Sarana Prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara di LCS.
Indonesia berbatasan Laut dengan 8 negara LCS, dan berbatasan darat dengan 1 negara LCS. Pada umumnya karena banyaknya pulau pulau di LCS, serta Luasnya wilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara LCS sarana dan prasarananya belum baik. Wilayah perbatasan merupakan ruang hidup yang sangat rawan karena sebagian besar merupakan wilayah kosong atau jarang penduduknya serta memiliki medan yang sulit serta kurangnya sarana transportasi (jalan), sarana komunikasi, kurangnya pos-pos pengawasan di wilayah perbatasan maupun personel pengawaknya.
3. Permasalahan Yang Dihadapi.
Makna kerjasama diatas adalah untuk menjaga stabilitas kawasan, agar perdamaian dapat selalu terjaga. Bagi Indonesia stabilitas ini diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang baik demi kesejahteraan bersama, memperkuat rasa saling percaya atau (Cofidence Building Measure /CBM) baik secara bilateral, regional ASEAn dan Negara Negara di LCS, dengan cara optimalisasi kerja sama Angkatan Bersenjata negara-negara LCS guna Kewaspadaan Nasional dalam rangka Tannas. Namun demikian sampai saat ini pelaksananya masih menghadapi beberapa permasalahan yaitu, baik secara internal Indonesia maupun eksternal di negara-negara laut China Selatan pada masalah kesiapan personel untuk HADR, sarana prasarana, DOC, intensitas, cakupan kerjasama, dengan uraian sebagai berikut:
a. Belum Ditaatinya Doc sebagai pedoman dalam Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-negara di LCS.
b. Terbatasnya Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di Laut China Selatan.
c. Lemahnya Kerja sama Angkatan Bersenjata dalam penanggulangan Transnasional Crime (TC) dengan Menerapkan Hukum Internasional
d. Kurangnya Sarana Prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara di LCS.
4. Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara Di Laut China Selatan Yang Diharapkan
a. Kerja sama Angkatan Bersenjata Dalam Membangun Rasa Saling Percaya (Cofidence Buiding Measure /CBM) dan DOC
Kerja sama angkatan bersenjata telah bermanfaat untuk membangun rasa saling percaya (Cofidence Buiding Measure/ CBM), mencegah arms race, mencegah Konflik antar Negara dan mengurangi technological gap. Pada tataran operasi bersama antar negara ASEAN operasi terkoordinir berupa patroli terkoordinasi semakin baik, stand by force untuk HADR PKO telah terbentuk untk ASEAN. DOC makin ditaati dan telah menjadi pedoman kerjasama angkatan bersenjata negara negara Laut China Selatan.
b. Regionalisme dan Kerjasama Angkatan bersenjata dalam menanggulangi Transnational Crime (TC)
Regionalisme untuk menghindari potensi konflik negara negara di LCS yang diharapkan telah berjalan, dengan pendekatan perundingan secara damai baik secara bilateral maupun multilateral, serta menciptakan tingkat kepastian hukum di kawasan. Setiap pihak yang bertikai sudah dapat menghormati aturan-aturan dan kesepakatan regional yang telah mendapat pengakuan internasional.
Gangguan keamanan nontradisional berupa gangguan keamanan maritim transnational crime (TC) utamanya piracy, pelanggaran navigasi, terrorisme dan illegal traficking sudah dapat diatasi oleh negara-negara LCS utamanya di derah konflik, arm race sudah tidak terjadi lagi. Hal ini menunjukkan meningkatnya kerjasama Angkatan Bersenjata dalam menanggulangi TC.
Dalam menanggulangi permasalahan negara-negara LCS yang menyangkut klaim terrorial, kepemilikan pulau, kegiatan perompakan di LCS sudah dapat ditanggulangi dengan pengetrapan hukum internasional, hukum laut internasional. Sebagai contoh Implementasinya apabila ditemui perompakan di LCS, ditangkap oleh Angkatan Laut yang sedang Patroli didaerah tersebut, penyelesianya menggunakan hukum internasional yang telah disahkan dan diratifikasi oleh Negara tersebut. Pelaku dan barang bukti dapat dibawa kenegara penegak hukum dengan menggunakan hukum nasionalnya yang telah mengacu pada hukum internasional yang berlaku. Oleh karena itu diharapkan Negara Negara di LCS seperti China telah Hukum Laut Internasional utamanya UNCLOS’ 82, yang mengatur negara kepulauan, territorial laut.
Klaim tumpang tindih yang terjadi atas kepemilikan pulau dan ZEE diharapkan sudah dapat diatasi dengan saling menguntungkan sehingga dapat meningkatkan stabilitas regional melalui forum kerja sama regional antar negara ASEAN maupun forum kerja sama ekstra regional dengan berbagai mitra dialog di luar ASEAN dan memperluas kerjasama Angkatan bersenjata.
c. kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara di LCS.
Diharapkan kerja sama Angkatan Bersenjata (military-to-military interaction) selama ini dilaksanakan diberbagai level semakin baik. Kerja sama Angkatan Bersenjata negara-negara LCS, diharapkan mampu untuk:
1) Menjaga keamanan SLOC, SLOT (Safeguarding SLOC) agar dapat digunakan untuk kesejahteraan umat manusia.Negara besar seperti Jepang dan China yang selama ini telah membantu Negara pantai seperti Indonesia, Malaysia, tetap melanjutkannya untuk memelihara peralatan navigasi, peralatan Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) sebagai perhatian terhadap maritime (Maritime Domain Awareness).
2) Menjaga keamanan maritim (Maritime Security) dari ancaman piracy, navigation, terrorism, illegal trafficking. Mengacu pada UNCLOS 82 utamanya kewajiban Negara Negara untuk bekerjasama dalam menanggulangi piracy, serta meningkatkan kerjasama kawasan yang telah ada dalam menanggulangi terrorism dan illegal trafficking.
3) Masing masing Negara claimant telah cooling down, mengurangi ketegangan dengan melakukan patroli hanya kapal-kapal kecil untuk keamanan LCS dan Tidak saling provokatif, dengan tidak menggelar kekuatan yang offensif sewaktu melaksanakan patroli, bekerja sama patroli darat antar negara yang mempunyai perbatasan darat.
4) Meningkatkan CBM melalui kerja sama yang effektif di bidang pertahanan dan keamanan latihan, pendidikan (Capacity Building)
Hubungan military to military interaction (telah berhasil dengan baik. Kerja sama counter terrorism, peacekeeping operation, military medicine, maritime security dan Humanitarian Assistance And Disaster Relief (HADR) dan Kerjasama angkatan bersenjata sudah dapat dikembangkan dengan baik. Kesiapan SDM (Man), dana (money), metoda, serta kekuatan yang disiapkan sudah dapat dilaksanakan pada tingkat ASEAN. Demikian juga dengan China dan Taiwan kerja sama telah bekerjasama dengan baik.
Disamping itu kerjasama angkatan bersenjata pada bidang pendidikan, latihan, saling mengunjungi, pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat angkatan bersenjata, inteljen makin meningkat.
d. Kerja sama Angkatan Bersenjata antara Indonesia dengan Negara-Negara di LCS.
Secara umum diharapkan kerja sama kerja sama bidang pendidikan, latihan, saling mengunjungi, pertemuan pejabat departemen pertahanan, pejabat Angkatan Bersenjata, inteljen dapat diimplementasikan dengan baik.
5. Indikator Keberhasilan
Optimalisasi Kerja sama Angkatan Bersenjata negara-negara LCS dalam rangka kewaspadaan nasional guna ketahanan nasional berhasil dengan Indikator keberhasilan sbb:
a. Telah Ditaatinya DOC sebagai pedoman dalam Kerja sama Angkatan bersenjata Negara-negara LCS
b. Makin Luasnya Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara LCS.
c. Kuatnya Kerja sama Angkatan Bersenjata dalam penanggulangan Transnasional Crime (TC) dengan Menerapkan Hukum Internasional
d. Lengkapnya Sarana Prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara LCS.
KONSEPSI OPTIMALISASI KERJASAMA ANGKATAN BERSENJATA NEGARA DI LCS
Berdasarkan data dan analisis diatas maka di buat kebijakan, strategi dan upaya sebagai berikut:
6. Kebijakan
Untuk mengoptimalkan kerja sama angkatan bersenjata negara-negara LCS guna meningkatkan kewaspadaan ditetapkan kebijakan sebagai berikut :
“Terwujudnya optimalisasi kerja sama A.B negara-negara LCS melalui ditaatinya DoC sebagai pedoman kerja sama angkatan bersenjata, memperluas kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara LCS, meningkatkan penanggulangan transnasional crime dengan penerapan Hukum Internasional, melengkapi sarana dan prasarana diwilayah perbatasan, guna Kewaspadaan nasional, dalam rangka ketahanan nasional.“
7. Strategi
Untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan tersebut di atas, perlu adanya penjabaran dalam bentuk strategi yang menunjukkan langkah-langkah atau cara dalam menggunakan daya, dana dan sarana serta prasarana dengan pengaturan skala prioritas pada setiap sasaran yang hendak dicapai dengan strategi sebagai berikut :
a. Strategi-1. Medorong ditaatinya DOC oleh negara klaimen, mentaati prosedur DOC, dan guide linenya sesuai dengan kesepakatan ASEAN –China.
b. Strategi-2. Memperluas Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara LCS dengan melibatkan pemerintah pusat dan komponen bangsa dipusat maupun daerah, yang sejajar dengan negara-negara LCS untuk meningkatkan CBM.
c. Strategi-3. Meningkatkan Kerja sama Angkatan Bersenjata dalam penanggulangan transnasional Crime dengan Menerapkan Hukum Internasional, dalam menanggulangi transnasional Crime di LCS, melalui kerja sama, komunikasi dan koordinasi dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah, antar negara diwilayah LCS dan PBB.
d. Strategi-4: Melengkapi sarana dan prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara LCS.
8. Upaya
a. Upaya Strategi-1. Medorong ditaatinya DOC oleh negara klaimen, mentaati prosedur DOC, dan guide linenya sesuai dengan kesepakatan ASEAN –China. Dengan Upaya yang dilakukan sebagai berikut:
1) Pemerintah pusat melalui kemenlu, kemhan, TNI, melaksanakan koordinasi dengan negara-negara Klaimen melalui mekanisme yang ada dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik selalu mengusahakan dipatuhinya DOC.
2) Pemerintah melalui kemenlu, kemhan menjabarkan COC dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik berkoordinasi dengan negara-negara LCS agar dapat diterima oleh semua pihak.
3) Pemerintah pusat melalui kemenlu, Kemhan selalu dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik berkoordinasi dengan negara-negara LCS untuk mentaati guide line DOC.
4) Pemerintah/kemenlu, kemhan, TNI, bekerja sama dengan DPR melakukan kordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan aparatur pemerintah, serta dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik koordinasi dengan kemenlu negara-negara ASEAN, tentang pelaksanaan “Pasific settlement disput”, dan TAC agar tercipta CBM.
b. Upaya Strategi-2. Meningkatkan Kerja sama Angkatan Bersenjata Negara-Negara LCS dengan melibatkan pemerintah dan komponen bangsa dipusat maupun wilayah perbatasan, yang sejajar dengan bangsa ASEAN dalam meningkatkan CBM. Upaya yang dilakukan:
1) Pemerintah melalui kemlu, kemhan, TNI, didukung pemangku kepentingan lainnya memperluas kerja sama dibidang pendidikan, latihan, pertukaran personil inteljen yang lebih aplikatif.
2) Pemerintah melalui kemlu, kemhan, TNI didukung pemangku kepentingan lainnya mengapilkasikan kerja sama HADR, medical, PKO dan penanggulangan terrorisme.
3) Pemerintah pusat melalui kemhan, TNI didukung pemangku kepentingan lainnya menyiapkan stand by force untuk memanggulangi bencana, terrorisme dinegara masing masing, sehingga dapat meberikan bantuan antar negara negara di LCS apabila mendapatkan malapetaka bencana alam.
4) Pemerintah melalui kemlu, kemhan, TNI, didukung pemangku kepentingan lainnya melibatkan pemerintah daerah diperbatasan untuk melakukan kerja sama pengawasan dan pengamanan perbatasan darat dengan menambah pos lintas batas, pos penjagaan dan untuk batas laut dengan cara penyelesaian batas, dan patroli bersama dan meningkatkan ke Joint Patrol untuk OMSP.
c. Upaya Strategi-3. Meningkatkan Penerapan Hukum Internasional, dalam menanggulangi transnasional crime di LCS, melalui kerja sama, komunikasi dan koordinasi dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah, antar negara diwilayah perbatasan LCS dan PBB. Upaya yang dilakukan :
1) Pemerintah melalui kemlu, BNP, TNI, POLRI kemenkumham dan DPR, didukung oleh pemangku kepentingan lainnya meratifikasi konvensi internasional yang berkaitan dengan kejahatan transnasional.
2) Pemerintah melalui kemenlu, Kemenkumham, TNI, POLRI didukung oleh pemangku kepentingan lainnya, dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik membuat MoU antar negara ASEAN yang relevan dengan penanggulangan kejahatan transnasional untuk mengurangi beda kepentingan antar negara-negara ASEAN.
3) Pemerintah melalui kemenlu, kemenhukham dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik, melengkapi Undang-Undang hubungan bilateral dan multi lateral termasuk dengan bangsa-bangsa ASEAN
4) Pemerintah melalui kemenlu, kemenhukham dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik membuat perjanjian ekstradisi antar negara ASEAN untuk semua bentuk kejahatan transnasional
5) Pemerintah melalui kemenlu, kemenhukham dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik menyelaraskan Kebijakan nasional diantara negara-negara ASEAN.
6) Pemerintah melalui kemenlu, kemenhukham, TNI, POLRI dibantu oleh pemangku kepentingan lainnya dengan memanfaatkan bargaining position Indonesia yang baik mengangkat isu kejahatan korupsi, illegal logging, illegal fishing dan illegal mining agar menjadi isu kejahatan transnasional dikawasan ASEAN.
7) Pemerintah melalui Kemlu, TNI, POLRI, Kemenkominfo dibantu dengan pemangku kepentingan lainnya, membuat jaringan komando, kendali, komunikasi, komputer dan informasi antara aparat perbatasan dan pusat, koordinasi pusat dan daerah guna patroli bersama wilayah perbatasan dengan negara-negara ASEAN.
8) Pemerintah melalui kemenlu, TNI, POLRI dibantu pemangku kepentingan lainnya melakukan sinergitas kerja sama antara angkatan bersenjata negara negara LCS, melalui mekanisme ARF guna membangun CBM
e. Strategi-4. Melengkapi sarana dan prasarana diwilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara sekitar.
Upaya yang dilakukan :
1) Pemerintah melalui kemhan, TNI, dibantu pemangku kepentingan lainnya melengkapi sarana prasarana, serta menyusun dan menata kembali Kebijakan tentang gelar kekuatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kemungkinan gangguan keamanan di wilayah perbatasan, dengan kegiatan sebagai berikut :
a) Melengkapi peralatan dan personel yang diperlukan disesuaikan dengan wilayah perbatasan, sehingga mampu melaksanakan kerjasama antara angkatan bersenjata dengan negara di LCS, mengatasi gangguan keamanan di wilayah perbatasan, mengamankan SLOT, SLOC. Dengan adanya sarana transportasi dan komando, kendali, komunikasi, komputer dan informasi, bila ada permasalahan akan lebih cepat dapat diatasi.
b) Melengkapi sarana dan prasarana yang ada diwilayah perbatasan secara bertahap agar dapat membantu menciptakan Kewaspadaan Nasional, ketahanan Nasional.
c) Merekrut putra daerah wilayah perbatasan untuk menjadi anggota TNI, setelah menjadi anggota TNI mereka telah menguasai wilayah perbatasan dan permasalahannya.
d) Mendorong pembangunan daerah perbatasan melalui percepatan pembangunan daerah perbatasan, untuk meningkatkan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
2) Pemerintah melalui Kemhan, TNI dan Departemen terkait bersama pemerintah daerah melengkapi sarana dan prasarana pintu perbatasan, agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang akan melaluinya, dengan kegiatan sebagai berikut :
a) Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait serta angkatan bersenjata negara tetangga, dilengkapi puskodal sehingga diperoleh persamaan dalam menghadapi permasalahan di perbatasan
b) Menyusun prosedur peraturan secara terpadu antar instansi Bea dan Cukai, Imigrasi, karantina dan petugas keamanan serta melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan oleh instansi tersebut dalam rangka menciptakan keamanan bersama.
c) Meningkatkan kemampuan aparatur Pemda melalui pendidikan dan latihan, khususnya di bidang pengawasan lingkungan, kepabeanan dan keimigrasian dan mulai diikutkan Sesko Angkatan dan Sesko TNI serta lemhannas.
d) Membangun sarana transportasi dan K4I terutama yang menghubungkan pintu perbatasan dengan pusat pemerintahan atau pusat perekonomian. Dengan adanya sarana transportasi dan komunikasi, bila ada permasalahan akan lebih cepat dapat diselesaikan dan mengimbangi sarana prasarana negara tetangga, melaksanakan corpat dan joint patrol.
3) Pemerintah melalui kemendiknas, kemendagri, kemenhukham, pemerintah daerah bersama TNI/POLRI, meningkatkan pemahaman dan kemampuan masyarakat tentang berbangsa dan bernegara, aturan dan hukum yang berlaku melalui sosialisasi dan pemberdayaan, sehingga timbul semangat kebangsaan, kesadaran bela negara dan kemampuan untuk memahami dan mentaati hukum serta aturan yang berlaku.
4) Meningkatkan kerjasama angkatan bersenjata dengan patroli keamanan perbatasan, joint patrol oleh aparat daerah baik didarat maupun dilaut, dengan menambah intensitas patroli, jumlah pasukan dan KRI, , K4I, dengan menfaatkan inteljen kewilayahan guna meningkatkan kewaspadaan nasional dalam rangka ketahanan nasional.
PENUTUP
9. Kesimpulan.
a. Negara negara LCS telah mengembangkan berbagai forum kerja sama di berbagai aspek kehidupan bangsa dan masyarakat secara bilateral maupun multilateral, dalam bentuk kerja sama politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam dalam kerangka ASEAN dan ASEAN China, demi kepentingan kawasan, dan kepentingan nasional setiap negara. Kerja sama di kawasan ini dilakukan dengan tujuan perdamaian, masih belum optimal dibutuhkan usaha yang keras dan komitmen bersama dalam menyelesaikan konflik perbatasan darat dan laut antara masing masing negara, serta konflik tumpang tindih di kawasan LCS., Penggunaan DOC sebagai pedoman kerjasama antar angkatan bersenjata, bentuk kerjasama yang masih harus diperluas, kesulitan dalam pengetrapan hukum internasional dan sarana prasarana. Peningkatan berbagai bentuk kerja sama melalui tukar-menukar berbagai informasi, penegakan hukum, pengembangan kapasitas organisasi dan elemen-elemen penegakan hukum, yang diharapkan mampu menanggulangi secara optimal, efektif, komprehensif dan tuntas berbagai ancaman termasuk kejahatan lintas negara.
b. Dalam kontek ini maka optimalisasi kerja sama antara Angkatan Bersenjata Negara-negara LCS amat dibutuhkan, dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan, menghilangkan miss-komunikasi antara komandan lapangan, dan memperkuat diplomasi militer. Secara umum pada tingkat militer ASEAN, dibutuhkan sinergi militer negara-negara LCS, termasuk anggota ASEAN (decreasing tension and increasing CBM). Salah satunya adalah melalui komunitas keamanan: dengan cara mengurangi insentif perang atau konflik bersenjata, persaingan bersenjata dan menurunkan ketegangan diantara negara- negara anggota komunitas keamanan tersebut. Menyikapi pembahasan masalah LCS maka hal-hal yang dapat segera dilaksanakan oleh militer ASEAN: regional maritime security forum, information sharing, corpat, SAR exercise, anti-terrorism, Senior officers’ exchange, institutional capacity building, melakukan kerja sama pada bidang-bidang yang tidak memiliki implikasi kewilayahan atau merubah posisi setiap pihak.
c. Perluasan kerja sama Angkatan Bersenjata negara negara LCS dapat dilakukan untuk membantu mengatasi ancaman kejahatan lintas negara dengan penerapan hukum internasional, ditaatinya DOC, membantu mengatasi konflik perbatasan dengan sarana dan prasarana penegakan hukumnya yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan nasional dan Tannas. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi Konflik LCS yang cukup rumit dan sudah pada level inter-regional, maka Status quo tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga dibutuhkan inisiatif-inisatif baru pada level strategik, institusional dan operasional.
10. Saran.
a. Perlunya pemerintah melalui mekanisme keamanan yang ada, yaitu ASEAN, ASEAN-China, selain kerja sama Angkatan Bersenjata yang ada, melakukan percepatan inisiatif-inisatif baru pada level strategik, institusional dan operasional untuk meningkatkan kerja sama Angkatan Bersenjata negara negara LCS.
b. Bagi Indonesia walaupun tidak terlibat konflik di LCS, tetapi juga mempunyai masalah perbatasan dengan negara-negara LCS, oleh karenanya Pemerintah melalui, kemhan, TNI, DPR, perlu meningkatkan Kerja sama dengan Angkatan Bersenjata negara negara LCS demi keamanan, kesejahteraan dan kestabilan politik dan ekonomi masyarakat negara negara LCS dan ASEAN, serta peningkatan kewaspadaan nasional dan ketangguhan ketahanan nasional.
c. Perlunya pemerintah bersama negara-negara LCS, PBB, Badan Hukum Internasional memikirkan menerapkan hukum Internasional, atau membuat Hukum Internasional yang baru untuk penegakan hukum, mengatasi kejahatan Transnational Crime seperti piracy, illegal fishing di LCS, khususnya di laut bebas sebagai rujukan bersama yang mencakup apa, siapa dan bagaimana pertanggungan jawab dan status hukum bagi penindakan kejahatan tersebut.
d. Perlunya Pemerintah Indonesia, bersama pemerintah ASEAN, China, untuk mensosialisasi DOC dan guide linenya dan pengawasan pelaksanannya agar secara etik dan moral ditaati bersama, terutama bagi negara-negara yang bersengketa, agar konflik tidak meluas dan diselesaikan di meja perundingan. Untuk itu diharapkan agar setiap negara tidak saling memprovokasi, tidak menyerang, dan tidak membawa peralatan perangnya seperti kapal perang besar untuk patroli di daerah konflik LCS, sehingga stabilitas kawasan dapat terjaga. Dan bagi Indonesia sendiri dapat meningkatkan kewaspadaan nasional dalam rangka ketahanan nasional.
Jakarta Agustus 2013
Baca Juga
Kamis, 26 September 2013
PEMASYARAKATAN WAWASAN NUSANTARA
PEMASYARAKATAN WAWASAN NUSANTARA KEPADA APARATUR PEMERINTAH DAPAT MEWUJUDKAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
PENDAHULUAN.
Mencermati perkembangan lingkungan strategik yang
berkembang sejak berakhirnya perang dingin dan peristiwa World Trade Center 11 September 2001 telah terjadi
pergeseran dan perubahan paradigma ancaman,
paradigma
keamanan, paradigma perang dan
paradigma Operasi Militer. Ancaman telah
bergeser dan berubah dari ancaman tradisional (Militer) menjadi ancaman
non-tradisional (non Militer). Hal ini
mengakibatkan sumber ancaman terhadap keamanan nasional menjadi semakin luas
bukan hanya meliputi ancaman dari dalam (internal
threat) dan ancaman dari luar (external
threat) saja, tetapi juga ancaman azimuthal yang datangnya dari seluruh aspek kehidupan, baik yang tangible maupun yang intangible,
serta bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar maupun
dari dalam[1].
Seiring dengan pergeseran
paradigma tersebut terjadi pula pergeseran dan perubahan paradigma keamanan
global, regional dan nasional, yang
sebelumnya merupakan keamanan wilayah (teritorial
security) telah bergeser menjadi keamanan manusia (human security). Sehingga pola
penanganannya juga berubah dari kerjasama keamanan (security cooperative) dan
keamanan bersama (colective security)
menjadi keamanan komprehensif (security
comprehensive). Selanjutnya aktor-aktor
yang menangani juga berubah, yang sebelumnya hanya aktor
tertentu begeser ke aktor-aktor negara yang memiliki otoritas politik dan
operasional termasuk civil society.
Dengan pesatnya perkembangan globalisasi saat ini disamping telah
memberi berbagai kemanfaatan, juga telah mempunyai andil dalam merugikan
negara-negara berkembang. Fakta menunjukkan dengan pesatnya kemajuan teknologi
informasi, komunikasi, dan transportasi yang dikuasai negara-negara maju telah
menciptakan tata hubungan global dan regional baru dalam bidang pertahanan.
Negara-negara maju yang mampu menciptakan dan
mengendalikan pasar bebas, secara tidak langsung telah melahirkan berbagai
bentuk ketergantungan baik politik, ekonomi maupun keamanan. Krisis ekonomi yang kemudian memicu krisis
multidimensi yang pernah melanda Negara-negara ASEAN, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari adanya pergerakan arus modal dan transaksi
yang tidak mengenal batas kedaulatan negara, yang bergerak dengan cepatnya baik
dengan cara-cara legal maupun illegal. Globalisasi dengan segala
bentuknya dapat mempengaruhi pola sikap dan pola tindak seseorang sehubungan
globalisasi yang berkembang keseluruh dunia memunculkan keseragaman dan
kesetaraan standar hidup internasional universal yang tidak dapat dihindari dan
mau tidak mau harus dihadapi. Kondisi
yang demikian pada muaranya berpengaruh pula terhadap tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Begitu kuatnya pengaruh globalisasi terhadap perilaku seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, apabila pemahaman dan
pengamalan terhadap tata nilai yang dianutnya kurang kuat, maka pengaruh
negatif yang ditimbulkannya dapat merubah dan mengalahkan paradigma
nasional. Dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, paradigma nasional menjadi begitu penting dan mendasar
dalam mencapai tujuan nasional, oleh
karena itu ancaman terhadap paradigma nasional akan membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara.
Oleh karena itu aparatur
pemerintah yang mengelola pemerintahan negara baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif memegang peranan yang sangat penting. Para aparatur pemerintah ini dipimpin oleh
Presiden beserta jajaran menterinya menjalankan roda pemerintahan. Disinilah diperlukan mental, moral,
akuntabilitas, transparansi dan rasa nasionalisme yang kuat. Dengan dilandasi Wawasan
Nusantara sebagai landasan visional. Bangsa Indonesia terlahir dari
keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas
dalam ribuan pulau; perlu menyepakati suatu cara hidup bersama sebagai bangsa
dan warga negara. Salah satu sumber hidup bersama dalam kedamaian ialah adanya
kesamaan cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan bersama
yaitu tujuan nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan
Nusantara. Wawasan Nusantara mengacu pada perkembangan geopolitik Indonesia
yang terkait dengan kondisi dan konstelasi geografi, kondisi sosial budaya,
serta faktor kesejarahan dan perkembangan lingkungan[2]. Dengan demikian, konsepsi wawasan nusantara yang terkandung di dalamnya
merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan lingkungannya yang relevan
serta valid di masa mendatang, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan
interaksi antar komponen bangsa dalam hidup bersama yang bermanfaat.
Konsepsi Wawasan
Nusantara lahir dari pemikiran para pendahulu, dengan pengertian
bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau
disatukan dengan laut. Pada awal bergulirnya reformasi kewaspadaan nasional
mengalami penurunan karena terjadi tuntutan kebebasan yang cenderung
dikedepankan dan mengabaikan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Implikasi
dari pemahaman yang keliru tentang otonomi daerah, meninggalkan Wawasan
Nusantara, hampir di
seluruh sektor kehidupan terjadi kesenjangan, pertentangan pendapat, saling
menyalahkan satu sama lain, kebencian ras dan golongan yang semuanya itu
sebenarnya adalah trik mencari dukungan terhadap ide politiknya. Fakta konflik
horisontal yang bernuansa SARA yang terjadi di beberapa daerah seperti di Poso,
Ambon dan Papua menunjukkan bahwa bangsa ini telah mengalami degradasi
kebangsaan, yang disebabkan karena menurunnya kualitas nasionalisme bangsa
Indonesia. Konflik horizontal juga terjadi
dilaut dan pantai akibat pemahaman kewenangan daerah administrasi laut yang
berbeda antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah daerah dan antara
masyarakat. Konflik ini terjadi
seperti”: Penahanan kapal nelayan di Bawean, pembakaran kapal nelayan Pasuruan
oleh nelayan Sampang dan sebaliknya, perusakan kapal-kapal ikan pekalongan dan
tegal, perusakan kapal-kapal nelayan di Padang dll. Masyarakat main hakim sendiri, tidak
mengindahkan hukum,
sedang bagi aparat kesulitan mengetrapkan hukum konflik horizontal, pendekatan
keamanan hanya untuk mendamaikan, musyawarah mufakat banyak yang tidak jalan, sehingga supremasi hukum tidak jalan.
Hukum disalah gunakan untuk kepentingan kelompok, membela yang membayar
dan kadang mengingkari kebenaran. Secara riil
dilapangan masih ditemukan banyaknya duplikasi, pertentangan dan ketidakwajaran
peraturan perundang-undangan (ambivalen
dan multi-interpreted), kelemahan dalam criminal
justice system dan criminal policy
(penanggulangan kejahatan), sehingga supremasi hukum tidak berjalan.
Dua kali pelaksanaan pemilu telah diketahui
penyelenggaraan Negara yang “legitimate” menunjukkan
mulai
berjalannya supremasi hukum sesuai tertib hukum berbangsa dan bernegara dan mampu mewujudkan tujuan reformasi,
ternyata dalam perjalannya belum mampu memperlihatkan dan mensukseskan tujuan
reformasi itu sendiri. Reformasi yang hanya dipahami sebagai lahirnya sebuah
kebebasan yang secara tidak disadari
telah memunculkan euforia
demokrasi ditambah dengan adanya kepemimpinan yang
kontroversial, tidak terkendalinya nafsu politik berebut kekuasaan serta lemahnya
hukum dimana hukum belum tertib digunakan dalam berbangsa dan bernegara, telah mendukung berkembangnya konflik
antar elit politik yang berkepanjangan, konflik yang berbau sara, separatisme
dan terorisme, masa inilah masa transisi reformasi menuju supremasi hukum yang
cukup berat dan harus dilalui oleh bangsa Indonesia.
Pengertian “Negara Indonesia
adalah negara hukum “, Secara formal yang dimaksud negara hukum dapat disamakan
atau diartikan dengan rechsstaat,
supremasi hukum maupun rule of law, yang mempunyai arah dan
makna sama yaitu mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak
asasi manusia, perbedaannya terletak pada arti materiil atau isi dari istilah
tersebut yang disebabkan karena latar belakang sejarah dan pandangan hidup
bangsa. Negara Hukum Indonesia, sesuai
dengan Pancasila adalah negara hukum dalam arti materiil yang apabila
diterapkan dan ditegakkan dengan baik akan membawa keadilan bagi seluruh
rakyat.
Dengan kondisi yang
demikian maka diperlukan adanya wawasan nasional yaitu Wawasan Nusantara untuk
meningkatkan Kewaspadaan Nasional sebagai suatu kesadaran warga negara yang
memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan bangsa dan negara
dengan sikap proaktif melihat segala potensi yang dapat menjadi ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan bagi keselamatan dan keutuhan bangsa dan NKRI yang
berdasarkan pada Pancasila dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Wujud Wasantara dalam
kehidupan nasional adalah kondisi persatuan dan kesatuan yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan (Bhinneka Tunggal Ika), kondisi tersebut terwujud sebagai
hasil pikiran, sikap dan tindakan yang terpolakan dalam tanggung jawab,
motivasi dan dorongan serta tekad untuk mewujudkan cita-cita bersama. Tanggung
jawab dalam hal ini adalah untuk tetap menjaga integritas dan identitas bangsa,
selalu memberikan motivasi untuk menciptakan keadaan yang makin baik, selalu bersatu,
senasib sepenanggungan dan menyatukan tekad dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum untuk mencapai tujuan nasional yang dicita-citakan.
Hubungan Implementasi Pemasyarakatan Wawasan Nusantara kepada
aparatur pemerintah dengan penegakan hukum adalah, bila pemasyarakatan Wawasan
Nusantara diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari secara baik, maka dapat
mewujudkan supremasi hukum. Namun
demikian Nilai-nilai luhur Wawasan Nusantara dalam implementasinya antara
harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat
dilihat pada dinamika menuju supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara. Maksud dari
penulisan essay ini untuk memahami BS Wawasan Nusantara di masa off kampus, dengan
tujuan siswa dapat memahaminya dengan fokus membuktikan pemasyarakatan wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum. Untuk menjawab apakah pemasyarakatan
wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum, maka ruang lingkup pembahasan didalam essay
ini adalah lemahnya pemahaman Wawasan
Nusantara oleh aparat pemerintah,
kualitas SDM dalam menjalankan pemerintahan masih kurang/rendah dan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan terasa lamban, dalam arti
meninggalkan Wawasan Nusantara dan kurang pro rakyat.
PEMBAHASAN
Pemahaman Wawasan Nusantara Masih Lemah.
Dalam penyelenggaraan negara menggunakan pengertian cara pandang bangsa
Indonesia yaitu Wawasan Nusantara sebagai landasan visional, yang berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang
berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya serta tanah airnya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam dan
dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia,
yang tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan citi-cita nasional.
Wawasan Nasional Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan
bersama,yang terbangun dalam konsep-konsep yang melatarbelakangi perikehidupan
bangsa Indonesia. Dalam memahami Wawasan Nusantara perlu tinjauan memahami dari
kefilsafatan, ruang hidup dan penguasaannya, kesejarahan, kebudayaan serta kewilayahan,
terdapat enam konsep dasar yang menjadi batu bangun(building blocks) wawasan
nasional Indonesia yaitu :
a. Konsep
Bhinneka Tunggal Ika.
b. Konsep
Persatuan dan Kesatuan.
c. Konsep
Kebangsaan.
d. Konsep
tanah air (geopolitik).
e. Konsep
negara kebangsaan(Pancasila).
f. Konsep
negara kepulauan.
Konsep-konsep
tersebut digali dari khazanah bangsa yang berada di wilayah Nusantara, mulai
abad VII sampai dengan abad XX yang diintegrasikan dengan kepentingan bangsa
Indonesia yang menjadi acuan kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan
datang.
Selanjutnya dalam memasyarakatan Wawasan Nusantara dijabarkan menjadi 6 hal pokok sebagai berikut:
1)
Konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan kondisi geografi
Indonesia yang berbentuk kepulauan. Keanekaragaman tersebut sangat rawan
terhadap perpecahan, tetapi dengan adanya semangat dan akar budaya tersebut
(Bhinneka Tunggal Ika) maka persatuan dan kesatuan dapat dipertahankan. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan dengan PP No 66 tahun 1951, semboyan tersebut
bila diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu, telah ada sejak abad XIV. Persatuan
dan kesatuan tersebut dicapai bukan karena semboyan tersebut melainkan karena
akar budaya bangsa Indonesia yang selalu mementingkan untuk hidup rukun dengan
tetangga, tepo seliro, menghargai perbedaan keyakinan dll, dengan demikian
konsep ini relevan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta
merupakan konsep dasar wawasan nasional Indonesia. Kondisi sekarang ini, konsep ini ditinggalkan dengan
banyaknya benturan sara, meninggalkan jati diri budaya bangsa yang
akhirnya meninggalkan supremasi hukum.
2). Konsepsi
Persatuan dan Kesatuan
Persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah sebagai konsep merupakan suatu
kondisi dan cara terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini tentu perlu
adanya kerja sama antar masyarakat dan kerjasama yang sedemikian memudahkan
penyelesaian masalah. Wasantara sebagai Persatuan dan kesatuan bagi bangsa
Indonesia merupakan hal yang tidak asing karena disamping secara naluriah
merupakan makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri, bangsa Indonesia juga
bersifat komunal, hal ini tergambar dari sifat gotong royong, penolakan
terhadap praktek individualisme. Konsep inilah yang membuat bangsa Indonesia
tetap bersatu hingga saat ini. Kondisi sekarang ini memang terjadi
penyimpangan koflik horizontal, akibat ditinggalkanya Wawasan Nusantara,
sehingga menurunkan rasa persatuan dan kesatuan
dibeberapa daerah dan menurunnya supremasi hukum.
3) Konsepsi
Kebangsaan
Bangsa
adalah suatu tertib masyarakat yang muncul dari kesamaan karakter atau nasib
yang tidak dibatasi oleh ras atau agama tertentu tidak juga oleh bentuk-bentuk
geografis. Konsepsi kebangsaan ditumbuhkan pada bangsa Indonesia secara
terstruktur yaitu mulai dari kesadaran,
kemudian menjadi paham dan diaktualisasikan dalam semangat kebangsaan.
Konsep kebangsaan harus terus dipupuk dan dikembangkan agar generasi penerus
tetap memiliki semangat kebangsaan.
Kondisi sekarang ini memang terjadi penurunan konsep kebangsaan dengan
adanya primordialisme, konflik horizontal, dll.
4) Konsepsi
Tanah Air (geopolitik)
Konsepsi
geopolitik telah lama dibicarakan oleh Soekarno dan Moh Yamin dalam
membangun/membentuk Negara Indonesia tahun 1945. geopolitik pada dasarnya
adalah pandangan suatu bangsa terhadap konstelasi geografis wilayahnya yang
memerlukan keserasian antara wawasan bahari, dirgantara dan benua sebagai
pengejawantahan segala dorongan (motives)
dan rangsangan-rangsangan (drives) dalam
usaha mencapai aspirasi dan tujuan Negara Indonesia. Kemudian konsep ini oleh
bangsa Indonesia dituangkan dalam Wawasan Nusantara yang menjadi perekat bangsa
Indonesia. Konsepsi Tanah Air ini juga
mengalami penurunan dengan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri
dari NKRI.
5)
Konsepsi Negara Kebangsaan
(Pancasila)
Bung
Karno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menjelaskan tentang negara kebangsaan yaitu orang dan tempat
tidak dapat dipisahkan. Indonesia dibentuk atas dasar konsepsi negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila, bukan
didasarkan atas kerajaan, kesultanan maupun federasi. Hal ini berarti bangsa
dan tanah air merupakan satu kesatuan, Negara yang dibentuk atas dasar tersebut
disebut negara kebangsaan. Konsepsi negara kebangsaan ini merekatkan bangsa
Indonesia hingga tetap eksis hingga saat ini, walaupun harus diakui terjadi
penurunan konsep Negara kebangsaan ini denga mencuatnya Negara federasi.
6)
Konsepsi Negara Kepulauan
Dengan
adanya deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian dikuatkan dengan
UNCLOS 1982, Indonesia menjadi negara kepulauan yang artinya laut antara
pulau-pulau menjadi wilayah negara Indonesia dan menjadi kedaulatan penuh
bangsa Indonesia. Sebelum
adanya konsepsi negara kepulauan,
negara Indonesia terpisah-pisah oleh laut sehingga antara pulau yang satu
dengan pulau yang lain diantarai oleh laut bebas, hal ini tentu sangat rawan
dengan masuknya negara asing ditengah-tengah laut antara pulau-pulau Indonesia.
Negara lain dapat dengan bebas memanfaatkan kekayaan alam Indonesia atau
melakukan kegiatan yang merugikan negara. Dengan demikian Indonesia dari Sabang
sampai Merauke tidak terpisah-pisahkan lagi dan merupakan satu kesatuan yang
utuh dan bulat. Terjadi penurunan pandangan
Konsep Negara kepulauan,
hal ini ditunjukkan adanya konflik kepentingan di laut, mencuatnya pulau yang
disewakan atau dikelola secara penuh
oleh orang asing, [3]dll.
Dalam kenyataanya sulit untuk memahami Wawasan Nusantara karena bersifat filosofis, sedangkan implementasi
sehari-hari jarang sekali nampak, atau kurang membumi ditingkat aparat pemerintah
maupun masyarakat. Lemahnya pemahaman Wawasan
Nusantara ditingkat aparat pemerintah tersebut akan berdampak pada persatuan
dan kesatuan bangsa keutuhan wilayah, maupun keenam konsepsi diatas. Fenomena yang berkembang di
wilayah Indonesia saat ini khususnya aparatur pemerintah telah mengemuka isu disintegrasi dengan indikasi
adanya pemerintah daerah yang memandang tidak penting Wawasan Nusantara
padahal dia telah mengaplikasikannya, hanya karena kurangnya pemahaman Wawasan
Nusantara. Hal lain adalah adanya warga
negara Indonesia yang menjadi warga negara lain dan bergabung kedalam
laskarnya. Perkembangan lainnya menunjukkan kecenderungan terjadinya
erosi semangat nasionalisme, dalam bidang kelautan mulai hilangnya kesadaran bahwa laut
sebagai pemersatu bangsa, timbul konflik antar daerah yang bersumber dari
kewenangan batas wilayah laut dan daratan antar daerah, kepentingan
kelompok yang lebih menonjol mengarah ke konflik horisontal, yang dapat mengarah kepada disintegrasi bangsa yang
bertentangan dengan Pancasila UUD 1945, Wawasan Nusantara dan ketahanan
nasional. Pemahaman Wawasan Nusantara telah banyak dihilangkan dari pelajaran
kewiraan atau pelajaran tatanegara (CIVIC), apabila hal ini tidak segera
diatasi maka rendahnya pemahaman Wawasan Nusantara baik oleh masyarakat maupun
aparatur pemerintah akan mengancam kepada persatuan dan kesatuan bangsa dan
akhirnya mengancam disintegrasi bangsa.
Dengan demikian pemasyarakatan Wawasan Nusantara menjadi kebutuhan
mutlak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sehingga supremasi hukum dapat
terwujud.
Kualitas
SDM Aparatur Pemerintah Masih Belum Memadahi/Rendah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan pemerintah baik eksekutif, yudikatif
dan legislatif dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik sehingga kepemerintahan yang baik (Good
Governance) dapat dicapai. Aparatur pemerintah didukung dengan organisasi yang
tertata, untuk menjalankan manajemennya mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan secara terpadu dalam tatalaksana
kepemerintahan. Organisasi sangat
tergantung pada kualitas sumber daya manusianya terutama pegawai negeri sipil dimana
pengembangan dan perbaikan kualitas SDM akan sangat membantu organisasi
dalam mencapai tujuannya. Untuk itu suatu organisasi harus selalu berusaha
menciptakan strategi pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Sifat
pengembangan dapat berupa pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
moral. SDM aparatur pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan diukur dari kinerjanya. "Kinerja Instansi pemerintah yang
berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN", ditandai oleh
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem
dan lingkungan kerja yang kondusif berdasarkan peraturan dan tertib
administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai
sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders masyarakat,
dan pihak lain yang berkepentingan. Hal
ini harus didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu
secara nasional dan diterapkan di semua Kementrian, lembaga di bidang
perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian,
sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan
pelayanan masyarakat, dan
aparatur negara yang bebas KKN.
Pertanggungjawaban adalah kunci untuk menjamin bahwa
kekuasaan ini digunakan secara layak dan sesuai dengan kepentingan publik. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah
adalah pertanggungjawaban pemerintah yang lebih ditekankan pada respon
pemerintah atas protes/keluhan masyarakat atas penyimpangan yang terjadi. Banyak negara yang memperkuat
mekanisme pertanggungjawabannya melalui fokus yang lebih besar pada
pertanggungjawaban kinerja, daripada membatasi pertanggungjawaban pada
aturan-aturan hukum yang ada pada keputusan yang diambil.
Saat ini kualitas SDM aparatur pemerintah masih rendah/kurang
memadai dalam memobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu, kepekaan aparatur
untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan
ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan pemerintah yang
seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipatif. Akibatnya
Organisasi pemerintah masih belum efisien, adanya tumpang tindih kegiatan antar
instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang masih sektoral, tidak mengutamakan
persatuan dan kesatuan seperti yang terkandung dalam Wawasan Nusantara,
sehingga pelaksanaan pemerintahan yang baik oleh aparatur pemerintah kurang
maksimal.
Masalah lain yang penting adalah bahwa gaji pegawai masih
belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Hal tersebut menyebabkan etos kerja
rendah serta menjadi sebab dan akibat terjadinya penyalahgunaan wewenang dan
penyelewengan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi salah satu
penyebab terjadinya krisis multi dementional yang dihadapi dalam 3 tahun
terakhir. Pada akhirnya hal ini menimbulkan citra buruk dan ketidakpercayaan
masyarakat baik di dalam dan di luar tugas terhadap aparatur pemerintah.
Permasalahan selanjutnya, secara makro, distribusi antar
daerah dan alokasi antar instansi sudah sejak lama mengalami ketimpangan. Ketimpangan yang terjadi tidak hanya dalam
arti kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif. Dari permasalahan utama tersebut, secara
lebih spesifik dapat diidentifikasikan beberapa kondisi saat ini seperti
manajemen kepegawaian belum berorientasi pada manajemen SDM. Reformasi
kepegawaian bertujuan untuk menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang mampu
mengembangkan profesionalitas dan pembinaan karier yang berorientasi pada
kinerja dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi dan untuk mewujudkan
supremasi hukum. Dengan kondisi demikian masih memerlukan kerja keras
peningkatan kualitas melalui pelatihan, kursus pendidikan dan pemahaman Wawasan
Nusantara agar supremasi hukum dapat ditegakkan.
Ketatalaksanaan
Pemerintahan belum diselenggarakan dengan baik dan teratur sesuai dengan Wawasan Nusantara
Founding father mengatakan bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dan suku bangsa,
sehingga dengan keanekaragaman tersebut dapat menimbulkan kerawanan terhadap
konflik sosial. Kondisi ini perlu adanya
perwujudan sistem kepemerintahan yang baik untuk menghindari adanya kecemburuan
sosial antar etnik dan suku bangsa. Oleh
karena itu pemerintah diharapkan mampu mewujudkan good governance yang didasari
oleh komitmen pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN dalam rangka mendukung Pembangunan Nasional. Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang dilaksanakan selama ini, memang telah menghasilkan peningkatan dan
kemajuan diberbagai bidang, namun demikian harus diakui pula bahwa pembangunan
tersebut juga menimbulkan berbagai dampak permasalahan yang menuntut perhatian
pula antara lain masih lemahnya karakter bangsa dan belum terselenggaranya tata
pemerintahan dengan baik. Tata pemerintahan yang baik,
sangat erat kaitannya dengan reformasi birokrasi, penegakkan
hukum, dengan pemahaman
Wawasan Nusantara sebagai konsep keutuhan wilayah dan persatuan dan kesatuan
bangsa, peningkatan kualitas pelayanan publik,
perubahan mind-set dan culture-set, perubahan pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak agar menjadi lebih produktif, efisien dan efektif.
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu secara optimal membangun bangsa dan
negara Indonesia secara terintegrasi, terencana, dan berkelanjutan.
Indonesia tengah berupaya mengedepankan supremasi hukum, melalui
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengubah berbagai bidang
kehidupan dan pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Oleh karenanya Tata pemerintahan yang baik atau lebih dikenal dengan
Good Governance sedang diperjuangkan di bumi pertiwi ini sejalan dengan
bergulirnya era reformasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ketatalaksanaan aparatur pemerintah diharapkan adanya
mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif,
melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana yaitu standar operasi,
sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi
dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran
elektronis dan pemanfaatan e-government, dan apresiasi kearsipan dalam
rangka supremasi hukum.
Pelaksanaan pemerintahan sekarang bergeser
dari "pelaksana" (rowing) ke "pengarah (steering) dan
menuju tata pemerintahan yang baik, reinventing government dari government
ke governance. Setiap pengambilan keputusan aparatur pemerintah
hendaknya menggunakan Wawasan Nusantara sebagai landasan visional
dalam penyelenggaraan negara adalah cara pandang bangsa Indonesia yang
berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang
diri dan lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua
aspek kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan
bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap menghargai dan menghormati
kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
untuk mewujudkan citi-cita nasional.[4] Konsepsi Dasar Wawasan Nasional yang berisikan
tentang rangkaian nilai-nilai yang terkristalisasi dalam konsep-konsep utama
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia yang dalam Wawasan
Nusantara disebut dengan konsep-konsep dasar yang meliputi : Konsep dasar
pertama, Bhineka Tunggal Ika adalah
konsep untuk mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa. Kedua, persatuan dan kesatuan adalah konsep
untuk mengakumulasi kekuatan nasional.
Ketiga, kebangsaan adalah konsep untuk mewujudkan keinginan untuk hidup
bersama. Keempat, geopolitik adalah
konsep untuk mewujudkan kedaulatan bangsa atas tanah airnya. Kelima, negara kebangsaan adalah konsep untuk
menjadikan negara sebagai sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa. Keenam, negara kepulauan adalah konsep untuk
mempertahankan keutuhan wilayah nasional.
Konsepsi Wawasan Nusantara yang lahir dari pemikiran para pendahulu bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari
beribu-ribu pulau disatukan dengan laut.
Wawasan Nusantara merupakan pandangan geopolitik bangsa Indonesia,
yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh, akhirnya berkembang menjadi
wawasan nasional yang digunakan untuk pembangunan tanah air Indonesia beserta
isinya, sebagai wadah dan sarana perjuangan hidup bangsa, secara bulat dan
menyeluruh. Konsepsi Nusantara (archipelagic concept) merupakan suatu
konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan Wawasan Nusantara adalah wawasan
nasional bangsa dan Negara yang pada awalnya berkembang atas dasar konsepsi
kewilayahan. Dengan kata lain wujud kesatuan tanah air yang terkandung dalam
konsepsi Nusantara merupakan wadah fisik bagi pembangunan nusantara bangsa.
Dewasa ini ”Wawasan
Nusantara merupakan wawasan nasional yang menyatukan bangsa dan negara secara
utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek:
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, untuk menjamin kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Selanjutnya melihat fenomena apa yang terjadi pada
masyarakat di wilayah perbatasan darat RI dengan terjadinya perpindahan
kewarganegaraan Indonesia menjadi warga negara lain, setidaknya ada
5 konsep dasar
dari 6 konsep
dasar Wawasan Nusantara
yang belum terimplementasikan
dengan baik, kecuali konsep dasar negara kepulauan, bukan tidak mungkin permasalahan serupa dapat
timbul di wilayah perbatasan darat atau laut, manakala keunggulan aspek
kehidupan lebih baik di negara tetangga serta arus globalisasi yang terus
menerpa dengan derasnya, mengingat wilayah perbatasan sangat mudah terjadinya
migrasi. Guna mencegah adanya migrasi
yang berujung terjadinya perpindahan kewarganegaraan bagi masyarakat Indonesia
di wilayah perbatasan darat atau laut, lalu pada gilirannya potensial bermuara
pada disintegrasi bangsa, maka ekonomi harus baik, sejahtera dan keamanan
terjamin.
Pelaksanaan Wawasan Nusantara yang baik dapat meningkatkan kewaspadaan
nasional dan supremasi hukum. Kewaspadaan Nasional (Padnas) adalah
suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa
peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara (komponen
bangsa) terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegaranya dari suatu potensi ancaman.
Kewaspadaan Nasional yang menjunjung tinggi supremasi hukum juga
merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh Bangsa
Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi
pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap NKRI.
Strategi ini dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban, membenahi dan menata
struktur hukum melalui penguatan kelembagaan peradilan dan pemerintahan dengan
meningkatkan kualitas, profesionalitas, mentalitas, moralitas, iman dan taqwa
aparat penegak hukum. Dengan terwujudnya penegakan supremasi hukum, diharapkan akan
dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang memiliki kesadaran untuk
mematuhi dan mentaati aturan hukum.
Ketidak mampuan untuk mengatasi kompleksitas permasalahan bangsa tersebut yang
berpotensi mengganggu Ketahanan Nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan/keselamatan dan integritas bangsa.
PENUTUP.
Wawasan Nusantara amat penting bagi bangsa Indonesia,
mulai dari aparat pemerintah, masyarakat dan komponen bangsa lainnya. Dengan
melihat fakta-fakta obyektif diatas sudah saatnya memasyarakatkan kembali
secara terus menerus pemahaman Wawasan
Nusantara, kepada aparat pemerintah dan masyarakat. Dengan aparat yang memahami dan mengerti Wawasan
Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang berlingkup dan demi
kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan
lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap
menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka supremasi hukum dapat ditegakkan.
Pemasyarakatan yang paling cepat adalah melalui media elektronik dan media
cetak, dengan menyiarkannya secara terus menerus.
Disadari sepenuhnya dengan kualitas SDM seperti
sekarang maka percepatan pembangunan sulit dilaksanakan dan pelaksanaan roda
pemerintahan membutuhkan waktu yang lama, kualitas SDM harus baik, dipilih
melalui seleksi yang benar dan syarat-syarat yang ketat. Kualitas SDM yang baik akan menunjang
penyelenggaraan negara dengan Wawasan Nusantara menjadi lebih baik. Program peningkatan pendidikan dan anggaran
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sudah cukup baik, namun masih harus
ditingkatkan lagi.
Penyelenggaraan ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dan berlandaskan wawasan nusantara diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik,
mempercepat pemberantasan KKN, meningkatkan kinerja aparatur, meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia aparatur, membangun sistem kepegawaian berbasis
kinerja dan meningkatnya akuntabilitas aparatur. Untuk itu Setiap aparatur pemerintah
seharusnya membangun karakter dan jati diri sesuai dengan budaya bangsa yang
berwawasan Nusantara, bekerja profesional dan mengubah pola pikir, pola sikap
dan pola tindak ke arah peningkatan produktivitas serta penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Pemahaman yang kurang baik terhadap Wawasan
Nusantara akan berdampak pada supremasi hukum.
Sebaliknya peningkatan kualitas aparatur negara dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat yang akhirnya dapat mewujudkan supremasi hukum.
Secara lebih spesifik, di lingkungan aparatur pemerintah, masih tampak
organisasi dan kelembagaan gemuk/tambun, tumpang tindih kewenangan,
sistem-metode-prosedur kerja belum tertib, PNS belum profesional, sistem merit
dan remunerasi belum berjalan, praktek KKN banyak terjadi dan penyimpangan
pengelolaan anggaran terus berlangsung, masyarakat belum menjunjung tinggi
supremasi hukum. Belum tertibnya hukum dan supremasi hukum, maraknya korupsi,
antara lain disebabkan lemahnya kehendak atau komitmen pemerintah.
Faktor lain yang berpengaruh dalam upaya meningkatkan
kualitas aparatur
pemerintah tidak
terlepas dari kemampuan individu aparatur pemerintah untuk percaya pada diri
sendiri, melihat ke masa depan, rasional dan analitik, kritis, beriptek dan
berimtaq, memanfaatkan informasi, budaya global, kepemimpinan efektif, disiplin
tinggi, bekerja tepat waktu, komitmen, selektif, proaktif, terarah, fleksibel,
akomodatif, unggul, tangguh dan transparan. Dengan demikian apabila pemasyarakatan Wawasan
Nusantara kepada aparatur pemerintah dilaksanakan melalui adanya pembentukan pemahaman Wawasan
Nusantara, kualitas SDM, ketatalaksanaan pemerintahan diselenggarakan dengan
baik dan teratur dapat
mewujudkan penegakan supremasi hukum. Dari data, fakta
dan penjelasan diatas dengan demikian terbukti pemasyarakatan wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan
penegakan supremasi hukum.
[1] Pusjianstra TNI 2011, dan ACDFIM Jakarta , 2011,
[2] Modul Wasantara,
Lemhanas, 2011
[4] Modul Wawasan Nusantara Lemhannas RI
.
Langganan:
Postingan (Atom)