PEMASYARAKATAN WAWASAN NUSANTARA KEPADA APARATUR PEMERINTAH DAPAT MEWUJUDKAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
PENDAHULUAN.
Mencermati perkembangan lingkungan strategik yang
berkembang sejak berakhirnya perang dingin dan peristiwa World Trade Center 11 September 2001 telah terjadi
pergeseran dan perubahan paradigma ancaman,
paradigma
keamanan, paradigma perang dan
paradigma Operasi Militer. Ancaman telah
bergeser dan berubah dari ancaman tradisional (Militer) menjadi ancaman
non-tradisional (non Militer). Hal ini
mengakibatkan sumber ancaman terhadap keamanan nasional menjadi semakin luas
bukan hanya meliputi ancaman dari dalam (internal
threat) dan ancaman dari luar (external
threat) saja, tetapi juga ancaman azimuthal yang datangnya dari seluruh aspek kehidupan, baik yang tangible maupun yang intangible,
serta bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar maupun
dari dalam[1].
Seiring dengan pergeseran
paradigma tersebut terjadi pula pergeseran dan perubahan paradigma keamanan
global, regional dan nasional, yang
sebelumnya merupakan keamanan wilayah (teritorial
security) telah bergeser menjadi keamanan manusia (human security). Sehingga pola
penanganannya juga berubah dari kerjasama keamanan (security cooperative) dan
keamanan bersama (colective security)
menjadi keamanan komprehensif (security
comprehensive). Selanjutnya aktor-aktor
yang menangani juga berubah, yang sebelumnya hanya aktor
tertentu begeser ke aktor-aktor negara yang memiliki otoritas politik dan
operasional termasuk civil society.
Dengan pesatnya perkembangan globalisasi saat ini disamping telah
memberi berbagai kemanfaatan, juga telah mempunyai andil dalam merugikan
negara-negara berkembang. Fakta menunjukkan dengan pesatnya kemajuan teknologi
informasi, komunikasi, dan transportasi yang dikuasai negara-negara maju telah
menciptakan tata hubungan global dan regional baru dalam bidang pertahanan.
Negara-negara maju yang mampu menciptakan dan
mengendalikan pasar bebas, secara tidak langsung telah melahirkan berbagai
bentuk ketergantungan baik politik, ekonomi maupun keamanan. Krisis ekonomi yang kemudian memicu krisis
multidimensi yang pernah melanda Negara-negara ASEAN, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari adanya pergerakan arus modal dan transaksi
yang tidak mengenal batas kedaulatan negara, yang bergerak dengan cepatnya baik
dengan cara-cara legal maupun illegal. Globalisasi dengan segala
bentuknya dapat mempengaruhi pola sikap dan pola tindak seseorang sehubungan
globalisasi yang berkembang keseluruh dunia memunculkan keseragaman dan
kesetaraan standar hidup internasional universal yang tidak dapat dihindari dan
mau tidak mau harus dihadapi. Kondisi
yang demikian pada muaranya berpengaruh pula terhadap tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Begitu kuatnya pengaruh globalisasi terhadap perilaku seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, apabila pemahaman dan
pengamalan terhadap tata nilai yang dianutnya kurang kuat, maka pengaruh
negatif yang ditimbulkannya dapat merubah dan mengalahkan paradigma
nasional. Dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, paradigma nasional menjadi begitu penting dan mendasar
dalam mencapai tujuan nasional, oleh
karena itu ancaman terhadap paradigma nasional akan membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara.
Oleh karena itu aparatur
pemerintah yang mengelola pemerintahan negara baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif memegang peranan yang sangat penting. Para aparatur pemerintah ini dipimpin oleh
Presiden beserta jajaran menterinya menjalankan roda pemerintahan. Disinilah diperlukan mental, moral,
akuntabilitas, transparansi dan rasa nasionalisme yang kuat. Dengan dilandasi Wawasan
Nusantara sebagai landasan visional. Bangsa Indonesia terlahir dari
keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas
dalam ribuan pulau; perlu menyepakati suatu cara hidup bersama sebagai bangsa
dan warga negara. Salah satu sumber hidup bersama dalam kedamaian ialah adanya
kesamaan cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan bersama
yaitu tujuan nasional. Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan
Nusantara. Wawasan Nusantara mengacu pada perkembangan geopolitik Indonesia
yang terkait dengan kondisi dan konstelasi geografi, kondisi sosial budaya,
serta faktor kesejarahan dan perkembangan lingkungan[2]. Dengan demikian, konsepsi wawasan nusantara yang terkandung di dalamnya
merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan lingkungannya yang relevan
serta valid di masa mendatang, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan
interaksi antar komponen bangsa dalam hidup bersama yang bermanfaat.
Konsepsi Wawasan
Nusantara lahir dari pemikiran para pendahulu, dengan pengertian
bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau
disatukan dengan laut. Pada awal bergulirnya reformasi kewaspadaan nasional
mengalami penurunan karena terjadi tuntutan kebebasan yang cenderung
dikedepankan dan mengabaikan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Implikasi
dari pemahaman yang keliru tentang otonomi daerah, meninggalkan Wawasan
Nusantara, hampir di
seluruh sektor kehidupan terjadi kesenjangan, pertentangan pendapat, saling
menyalahkan satu sama lain, kebencian ras dan golongan yang semuanya itu
sebenarnya adalah trik mencari dukungan terhadap ide politiknya. Fakta konflik
horisontal yang bernuansa SARA yang terjadi di beberapa daerah seperti di Poso,
Ambon dan Papua menunjukkan bahwa bangsa ini telah mengalami degradasi
kebangsaan, yang disebabkan karena menurunnya kualitas nasionalisme bangsa
Indonesia. Konflik horizontal juga terjadi
dilaut dan pantai akibat pemahaman kewenangan daerah administrasi laut yang
berbeda antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah daerah dan antara
masyarakat. Konflik ini terjadi
seperti”: Penahanan kapal nelayan di Bawean, pembakaran kapal nelayan Pasuruan
oleh nelayan Sampang dan sebaliknya, perusakan kapal-kapal ikan pekalongan dan
tegal, perusakan kapal-kapal nelayan di Padang dll. Masyarakat main hakim sendiri, tidak
mengindahkan hukum,
sedang bagi aparat kesulitan mengetrapkan hukum konflik horizontal, pendekatan
keamanan hanya untuk mendamaikan, musyawarah mufakat banyak yang tidak jalan, sehingga supremasi hukum tidak jalan.
Hukum disalah gunakan untuk kepentingan kelompok, membela yang membayar
dan kadang mengingkari kebenaran. Secara riil
dilapangan masih ditemukan banyaknya duplikasi, pertentangan dan ketidakwajaran
peraturan perundang-undangan (ambivalen
dan multi-interpreted), kelemahan dalam criminal
justice system dan criminal policy
(penanggulangan kejahatan), sehingga supremasi hukum tidak berjalan.
Dua kali pelaksanaan pemilu telah diketahui
penyelenggaraan Negara yang “legitimate” menunjukkan
mulai
berjalannya supremasi hukum sesuai tertib hukum berbangsa dan bernegara dan mampu mewujudkan tujuan reformasi,
ternyata dalam perjalannya belum mampu memperlihatkan dan mensukseskan tujuan
reformasi itu sendiri. Reformasi yang hanya dipahami sebagai lahirnya sebuah
kebebasan yang secara tidak disadari
telah memunculkan euforia
demokrasi ditambah dengan adanya kepemimpinan yang
kontroversial, tidak terkendalinya nafsu politik berebut kekuasaan serta lemahnya
hukum dimana hukum belum tertib digunakan dalam berbangsa dan bernegara, telah mendukung berkembangnya konflik
antar elit politik yang berkepanjangan, konflik yang berbau sara, separatisme
dan terorisme, masa inilah masa transisi reformasi menuju supremasi hukum yang
cukup berat dan harus dilalui oleh bangsa Indonesia.
Pengertian “Negara Indonesia
adalah negara hukum “, Secara formal yang dimaksud negara hukum dapat disamakan
atau diartikan dengan rechsstaat,
supremasi hukum maupun rule of law, yang mempunyai arah dan
makna sama yaitu mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak
asasi manusia, perbedaannya terletak pada arti materiil atau isi dari istilah
tersebut yang disebabkan karena latar belakang sejarah dan pandangan hidup
bangsa. Negara Hukum Indonesia, sesuai
dengan Pancasila adalah negara hukum dalam arti materiil yang apabila
diterapkan dan ditegakkan dengan baik akan membawa keadilan bagi seluruh
rakyat.
Dengan kondisi yang
demikian maka diperlukan adanya wawasan nasional yaitu Wawasan Nusantara untuk
meningkatkan Kewaspadaan Nasional sebagai suatu kesadaran warga negara yang
memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan bangsa dan negara
dengan sikap proaktif melihat segala potensi yang dapat menjadi ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan bagi keselamatan dan keutuhan bangsa dan NKRI yang
berdasarkan pada Pancasila dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Wujud Wasantara dalam
kehidupan nasional adalah kondisi persatuan dan kesatuan yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan (Bhinneka Tunggal Ika), kondisi tersebut terwujud sebagai
hasil pikiran, sikap dan tindakan yang terpolakan dalam tanggung jawab,
motivasi dan dorongan serta tekad untuk mewujudkan cita-cita bersama. Tanggung
jawab dalam hal ini adalah untuk tetap menjaga integritas dan identitas bangsa,
selalu memberikan motivasi untuk menciptakan keadaan yang makin baik, selalu bersatu,
senasib sepenanggungan dan menyatukan tekad dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum untuk mencapai tujuan nasional yang dicita-citakan.
Hubungan Implementasi Pemasyarakatan Wawasan Nusantara kepada
aparatur pemerintah dengan penegakan hukum adalah, bila pemasyarakatan Wawasan
Nusantara diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari secara baik, maka dapat
mewujudkan supremasi hukum. Namun
demikian Nilai-nilai luhur Wawasan Nusantara dalam implementasinya antara
harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat
dilihat pada dinamika menuju supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara. Maksud dari
penulisan essay ini untuk memahami BS Wawasan Nusantara di masa off kampus, dengan
tujuan siswa dapat memahaminya dengan fokus membuktikan pemasyarakatan wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum. Untuk menjawab apakah pemasyarakatan
wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum, maka ruang lingkup pembahasan didalam essay
ini adalah lemahnya pemahaman Wawasan
Nusantara oleh aparat pemerintah,
kualitas SDM dalam menjalankan pemerintahan masih kurang/rendah dan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan terasa lamban, dalam arti
meninggalkan Wawasan Nusantara dan kurang pro rakyat.
PEMBAHASAN
Pemahaman Wawasan Nusantara Masih Lemah.
Dalam penyelenggaraan negara menggunakan pengertian cara pandang bangsa
Indonesia yaitu Wawasan Nusantara sebagai landasan visional, yang berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang
berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya serta tanah airnya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam dan
dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia,
yang tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan citi-cita nasional.
Wawasan Nasional Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan
bersama,yang terbangun dalam konsep-konsep yang melatarbelakangi perikehidupan
bangsa Indonesia. Dalam memahami Wawasan Nusantara perlu tinjauan memahami dari
kefilsafatan, ruang hidup dan penguasaannya, kesejarahan, kebudayaan serta kewilayahan,
terdapat enam konsep dasar yang menjadi batu bangun(building blocks) wawasan
nasional Indonesia yaitu :
a. Konsep
Bhinneka Tunggal Ika.
b. Konsep
Persatuan dan Kesatuan.
c. Konsep
Kebangsaan.
d. Konsep
tanah air (geopolitik).
e. Konsep
negara kebangsaan(Pancasila).
f. Konsep
negara kepulauan.
Konsep-konsep
tersebut digali dari khazanah bangsa yang berada di wilayah Nusantara, mulai
abad VII sampai dengan abad XX yang diintegrasikan dengan kepentingan bangsa
Indonesia yang menjadi acuan kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan
datang.
Selanjutnya dalam memasyarakatan Wawasan Nusantara dijabarkan menjadi 6 hal pokok sebagai berikut:
1)
Konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan kondisi geografi
Indonesia yang berbentuk kepulauan. Keanekaragaman tersebut sangat rawan
terhadap perpecahan, tetapi dengan adanya semangat dan akar budaya tersebut
(Bhinneka Tunggal Ika) maka persatuan dan kesatuan dapat dipertahankan. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan dengan PP No 66 tahun 1951, semboyan tersebut
bila diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu, telah ada sejak abad XIV. Persatuan
dan kesatuan tersebut dicapai bukan karena semboyan tersebut melainkan karena
akar budaya bangsa Indonesia yang selalu mementingkan untuk hidup rukun dengan
tetangga, tepo seliro, menghargai perbedaan keyakinan dll, dengan demikian
konsep ini relevan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta
merupakan konsep dasar wawasan nasional Indonesia. Kondisi sekarang ini, konsep ini ditinggalkan dengan
banyaknya benturan sara, meninggalkan jati diri budaya bangsa yang
akhirnya meninggalkan supremasi hukum.
2). Konsepsi
Persatuan dan Kesatuan
Persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah sebagai konsep merupakan suatu
kondisi dan cara terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini tentu perlu
adanya kerja sama antar masyarakat dan kerjasama yang sedemikian memudahkan
penyelesaian masalah. Wasantara sebagai Persatuan dan kesatuan bagi bangsa
Indonesia merupakan hal yang tidak asing karena disamping secara naluriah
merupakan makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri, bangsa Indonesia juga
bersifat komunal, hal ini tergambar dari sifat gotong royong, penolakan
terhadap praktek individualisme. Konsep inilah yang membuat bangsa Indonesia
tetap bersatu hingga saat ini. Kondisi sekarang ini memang terjadi
penyimpangan koflik horizontal, akibat ditinggalkanya Wawasan Nusantara,
sehingga menurunkan rasa persatuan dan kesatuan
dibeberapa daerah dan menurunnya supremasi hukum.
3) Konsepsi
Kebangsaan
Bangsa
adalah suatu tertib masyarakat yang muncul dari kesamaan karakter atau nasib
yang tidak dibatasi oleh ras atau agama tertentu tidak juga oleh bentuk-bentuk
geografis. Konsepsi kebangsaan ditumbuhkan pada bangsa Indonesia secara
terstruktur yaitu mulai dari kesadaran,
kemudian menjadi paham dan diaktualisasikan dalam semangat kebangsaan.
Konsep kebangsaan harus terus dipupuk dan dikembangkan agar generasi penerus
tetap memiliki semangat kebangsaan.
Kondisi sekarang ini memang terjadi penurunan konsep kebangsaan dengan
adanya primordialisme, konflik horizontal, dll.
4) Konsepsi
Tanah Air (geopolitik)
Konsepsi
geopolitik telah lama dibicarakan oleh Soekarno dan Moh Yamin dalam
membangun/membentuk Negara Indonesia tahun 1945. geopolitik pada dasarnya
adalah pandangan suatu bangsa terhadap konstelasi geografis wilayahnya yang
memerlukan keserasian antara wawasan bahari, dirgantara dan benua sebagai
pengejawantahan segala dorongan (motives)
dan rangsangan-rangsangan (drives) dalam
usaha mencapai aspirasi dan tujuan Negara Indonesia. Kemudian konsep ini oleh
bangsa Indonesia dituangkan dalam Wawasan Nusantara yang menjadi perekat bangsa
Indonesia. Konsepsi Tanah Air ini juga
mengalami penurunan dengan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri
dari NKRI.
5)
Konsepsi Negara Kebangsaan
(Pancasila)
Bung
Karno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menjelaskan tentang negara kebangsaan yaitu orang dan tempat
tidak dapat dipisahkan. Indonesia dibentuk atas dasar konsepsi negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila, bukan
didasarkan atas kerajaan, kesultanan maupun federasi. Hal ini berarti bangsa
dan tanah air merupakan satu kesatuan, Negara yang dibentuk atas dasar tersebut
disebut negara kebangsaan. Konsepsi negara kebangsaan ini merekatkan bangsa
Indonesia hingga tetap eksis hingga saat ini, walaupun harus diakui terjadi
penurunan konsep Negara kebangsaan ini denga mencuatnya Negara federasi.
6)
Konsepsi Negara Kepulauan
Dengan
adanya deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian dikuatkan dengan
UNCLOS 1982, Indonesia menjadi negara kepulauan yang artinya laut antara
pulau-pulau menjadi wilayah negara Indonesia dan menjadi kedaulatan penuh
bangsa Indonesia. Sebelum
adanya konsepsi negara kepulauan,
negara Indonesia terpisah-pisah oleh laut sehingga antara pulau yang satu
dengan pulau yang lain diantarai oleh laut bebas, hal ini tentu sangat rawan
dengan masuknya negara asing ditengah-tengah laut antara pulau-pulau Indonesia.
Negara lain dapat dengan bebas memanfaatkan kekayaan alam Indonesia atau
melakukan kegiatan yang merugikan negara. Dengan demikian Indonesia dari Sabang
sampai Merauke tidak terpisah-pisahkan lagi dan merupakan satu kesatuan yang
utuh dan bulat. Terjadi penurunan pandangan
Konsep Negara kepulauan,
hal ini ditunjukkan adanya konflik kepentingan di laut, mencuatnya pulau yang
disewakan atau dikelola secara penuh
oleh orang asing, [3]dll.
Dalam kenyataanya sulit untuk memahami Wawasan Nusantara karena bersifat filosofis, sedangkan implementasi
sehari-hari jarang sekali nampak, atau kurang membumi ditingkat aparat pemerintah
maupun masyarakat. Lemahnya pemahaman Wawasan
Nusantara ditingkat aparat pemerintah tersebut akan berdampak pada persatuan
dan kesatuan bangsa keutuhan wilayah, maupun keenam konsepsi diatas. Fenomena yang berkembang di
wilayah Indonesia saat ini khususnya aparatur pemerintah telah mengemuka isu disintegrasi dengan indikasi
adanya pemerintah daerah yang memandang tidak penting Wawasan Nusantara
padahal dia telah mengaplikasikannya, hanya karena kurangnya pemahaman Wawasan
Nusantara. Hal lain adalah adanya warga
negara Indonesia yang menjadi warga negara lain dan bergabung kedalam
laskarnya. Perkembangan lainnya menunjukkan kecenderungan terjadinya
erosi semangat nasionalisme, dalam bidang kelautan mulai hilangnya kesadaran bahwa laut
sebagai pemersatu bangsa, timbul konflik antar daerah yang bersumber dari
kewenangan batas wilayah laut dan daratan antar daerah, kepentingan
kelompok yang lebih menonjol mengarah ke konflik horisontal, yang dapat mengarah kepada disintegrasi bangsa yang
bertentangan dengan Pancasila UUD 1945, Wawasan Nusantara dan ketahanan
nasional. Pemahaman Wawasan Nusantara telah banyak dihilangkan dari pelajaran
kewiraan atau pelajaran tatanegara (CIVIC), apabila hal ini tidak segera
diatasi maka rendahnya pemahaman Wawasan Nusantara baik oleh masyarakat maupun
aparatur pemerintah akan mengancam kepada persatuan dan kesatuan bangsa dan
akhirnya mengancam disintegrasi bangsa.
Dengan demikian pemasyarakatan Wawasan Nusantara menjadi kebutuhan
mutlak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sehingga supremasi hukum dapat
terwujud.
Kualitas
SDM Aparatur Pemerintah Masih Belum Memadahi/Rendah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan pemerintah baik eksekutif, yudikatif
dan legislatif dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik sehingga kepemerintahan yang baik (Good
Governance) dapat dicapai. Aparatur pemerintah didukung dengan organisasi yang
tertata, untuk menjalankan manajemennya mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan secara terpadu dalam tatalaksana
kepemerintahan. Organisasi sangat
tergantung pada kualitas sumber daya manusianya terutama pegawai negeri sipil dimana
pengembangan dan perbaikan kualitas SDM akan sangat membantu organisasi
dalam mencapai tujuannya. Untuk itu suatu organisasi harus selalu berusaha
menciptakan strategi pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Sifat
pengembangan dapat berupa pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
moral. SDM aparatur pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan diukur dari kinerjanya. "Kinerja Instansi pemerintah yang
berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN", ditandai oleh
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem
dan lingkungan kerja yang kondusif berdasarkan peraturan dan tertib
administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai
sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders masyarakat,
dan pihak lain yang berkepentingan. Hal
ini harus didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu
secara nasional dan diterapkan di semua Kementrian, lembaga di bidang
perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian,
sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan
pelayanan masyarakat, dan
aparatur negara yang bebas KKN.
Pertanggungjawaban adalah kunci untuk menjamin bahwa
kekuasaan ini digunakan secara layak dan sesuai dengan kepentingan publik. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah
adalah pertanggungjawaban pemerintah yang lebih ditekankan pada respon
pemerintah atas protes/keluhan masyarakat atas penyimpangan yang terjadi. Banyak negara yang memperkuat
mekanisme pertanggungjawabannya melalui fokus yang lebih besar pada
pertanggungjawaban kinerja, daripada membatasi pertanggungjawaban pada
aturan-aturan hukum yang ada pada keputusan yang diambil.
Saat ini kualitas SDM aparatur pemerintah masih rendah/kurang
memadai dalam memobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu, kepekaan aparatur
untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan
ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan pemerintah yang
seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipatif. Akibatnya
Organisasi pemerintah masih belum efisien, adanya tumpang tindih kegiatan antar
instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang masih sektoral, tidak mengutamakan
persatuan dan kesatuan seperti yang terkandung dalam Wawasan Nusantara,
sehingga pelaksanaan pemerintahan yang baik oleh aparatur pemerintah kurang
maksimal.
Masalah lain yang penting adalah bahwa gaji pegawai masih
belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Hal tersebut menyebabkan etos kerja
rendah serta menjadi sebab dan akibat terjadinya penyalahgunaan wewenang dan
penyelewengan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi salah satu
penyebab terjadinya krisis multi dementional yang dihadapi dalam 3 tahun
terakhir. Pada akhirnya hal ini menimbulkan citra buruk dan ketidakpercayaan
masyarakat baik di dalam dan di luar tugas terhadap aparatur pemerintah.
Permasalahan selanjutnya, secara makro, distribusi antar
daerah dan alokasi antar instansi sudah sejak lama mengalami ketimpangan. Ketimpangan yang terjadi tidak hanya dalam
arti kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif. Dari permasalahan utama tersebut, secara
lebih spesifik dapat diidentifikasikan beberapa kondisi saat ini seperti
manajemen kepegawaian belum berorientasi pada manajemen SDM. Reformasi
kepegawaian bertujuan untuk menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang mampu
mengembangkan profesionalitas dan pembinaan karier yang berorientasi pada
kinerja dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi dan untuk mewujudkan
supremasi hukum. Dengan kondisi demikian masih memerlukan kerja keras
peningkatan kualitas melalui pelatihan, kursus pendidikan dan pemahaman Wawasan
Nusantara agar supremasi hukum dapat ditegakkan.
Ketatalaksanaan
Pemerintahan belum diselenggarakan dengan baik dan teratur sesuai dengan Wawasan Nusantara
Founding father mengatakan bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dan suku bangsa,
sehingga dengan keanekaragaman tersebut dapat menimbulkan kerawanan terhadap
konflik sosial. Kondisi ini perlu adanya
perwujudan sistem kepemerintahan yang baik untuk menghindari adanya kecemburuan
sosial antar etnik dan suku bangsa. Oleh
karena itu pemerintah diharapkan mampu mewujudkan good governance yang didasari
oleh komitmen pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN dalam rangka mendukung Pembangunan Nasional. Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang dilaksanakan selama ini, memang telah menghasilkan peningkatan dan
kemajuan diberbagai bidang, namun demikian harus diakui pula bahwa pembangunan
tersebut juga menimbulkan berbagai dampak permasalahan yang menuntut perhatian
pula antara lain masih lemahnya karakter bangsa dan belum terselenggaranya tata
pemerintahan dengan baik. Tata pemerintahan yang baik,
sangat erat kaitannya dengan reformasi birokrasi, penegakkan
hukum, dengan pemahaman
Wawasan Nusantara sebagai konsep keutuhan wilayah dan persatuan dan kesatuan
bangsa, peningkatan kualitas pelayanan publik,
perubahan mind-set dan culture-set, perubahan pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak agar menjadi lebih produktif, efisien dan efektif.
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu secara optimal membangun bangsa dan
negara Indonesia secara terintegrasi, terencana, dan berkelanjutan.
Indonesia tengah berupaya mengedepankan supremasi hukum, melalui
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengubah berbagai bidang
kehidupan dan pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Oleh karenanya Tata pemerintahan yang baik atau lebih dikenal dengan
Good Governance sedang diperjuangkan di bumi pertiwi ini sejalan dengan
bergulirnya era reformasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ketatalaksanaan aparatur pemerintah diharapkan adanya
mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif,
melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana yaitu standar operasi,
sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi
dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran
elektronis dan pemanfaatan e-government, dan apresiasi kearsipan dalam
rangka supremasi hukum.
Pelaksanaan pemerintahan sekarang bergeser
dari "pelaksana" (rowing) ke "pengarah (steering) dan
menuju tata pemerintahan yang baik, reinventing government dari government
ke governance. Setiap pengambilan keputusan aparatur pemerintah
hendaknya menggunakan Wawasan Nusantara sebagai landasan visional
dalam penyelenggaraan negara adalah cara pandang bangsa Indonesia yang
berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang
diri dan lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua
aspek kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan
bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap menghargai dan menghormati
kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
untuk mewujudkan citi-cita nasional.[4] Konsepsi Dasar Wawasan Nasional yang berisikan
tentang rangkaian nilai-nilai yang terkristalisasi dalam konsep-konsep utama
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia yang dalam Wawasan
Nusantara disebut dengan konsep-konsep dasar yang meliputi : Konsep dasar
pertama, Bhineka Tunggal Ika adalah
konsep untuk mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa. Kedua, persatuan dan kesatuan adalah konsep
untuk mengakumulasi kekuatan nasional.
Ketiga, kebangsaan adalah konsep untuk mewujudkan keinginan untuk hidup
bersama. Keempat, geopolitik adalah
konsep untuk mewujudkan kedaulatan bangsa atas tanah airnya. Kelima, negara kebangsaan adalah konsep untuk
menjadikan negara sebagai sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa. Keenam, negara kepulauan adalah konsep untuk
mempertahankan keutuhan wilayah nasional.
Konsepsi Wawasan Nusantara yang lahir dari pemikiran para pendahulu bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari
beribu-ribu pulau disatukan dengan laut.
Wawasan Nusantara merupakan pandangan geopolitik bangsa Indonesia,
yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh, akhirnya berkembang menjadi
wawasan nasional yang digunakan untuk pembangunan tanah air Indonesia beserta
isinya, sebagai wadah dan sarana perjuangan hidup bangsa, secara bulat dan
menyeluruh. Konsepsi Nusantara (archipelagic concept) merupakan suatu
konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan Wawasan Nusantara adalah wawasan
nasional bangsa dan Negara yang pada awalnya berkembang atas dasar konsepsi
kewilayahan. Dengan kata lain wujud kesatuan tanah air yang terkandung dalam
konsepsi Nusantara merupakan wadah fisik bagi pembangunan nusantara bangsa.
Dewasa ini ”Wawasan
Nusantara merupakan wawasan nasional yang menyatukan bangsa dan negara secara
utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek:
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, untuk menjamin kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Selanjutnya melihat fenomena apa yang terjadi pada
masyarakat di wilayah perbatasan darat RI dengan terjadinya perpindahan
kewarganegaraan Indonesia menjadi warga negara lain, setidaknya ada
5 konsep dasar
dari 6 konsep
dasar Wawasan Nusantara
yang belum terimplementasikan
dengan baik, kecuali konsep dasar negara kepulauan, bukan tidak mungkin permasalahan serupa dapat
timbul di wilayah perbatasan darat atau laut, manakala keunggulan aspek
kehidupan lebih baik di negara tetangga serta arus globalisasi yang terus
menerpa dengan derasnya, mengingat wilayah perbatasan sangat mudah terjadinya
migrasi. Guna mencegah adanya migrasi
yang berujung terjadinya perpindahan kewarganegaraan bagi masyarakat Indonesia
di wilayah perbatasan darat atau laut, lalu pada gilirannya potensial bermuara
pada disintegrasi bangsa, maka ekonomi harus baik, sejahtera dan keamanan
terjamin.
Pelaksanaan Wawasan Nusantara yang baik dapat meningkatkan kewaspadaan
nasional dan supremasi hukum. Kewaspadaan Nasional (Padnas) adalah
suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa
peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara (komponen
bangsa) terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegaranya dari suatu potensi ancaman.
Kewaspadaan Nasional yang menjunjung tinggi supremasi hukum juga
merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh Bangsa
Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi
pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap NKRI.
Strategi ini dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban, membenahi dan menata
struktur hukum melalui penguatan kelembagaan peradilan dan pemerintahan dengan
meningkatkan kualitas, profesionalitas, mentalitas, moralitas, iman dan taqwa
aparat penegak hukum. Dengan terwujudnya penegakan supremasi hukum, diharapkan akan
dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang memiliki kesadaran untuk
mematuhi dan mentaati aturan hukum.
Ketidak mampuan untuk mengatasi kompleksitas permasalahan bangsa tersebut yang
berpotensi mengganggu Ketahanan Nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan/keselamatan dan integritas bangsa.
PENUTUP.
Wawasan Nusantara amat penting bagi bangsa Indonesia,
mulai dari aparat pemerintah, masyarakat dan komponen bangsa lainnya. Dengan
melihat fakta-fakta obyektif diatas sudah saatnya memasyarakatkan kembali
secara terus menerus pemahaman Wawasan
Nusantara, kepada aparat pemerintah dan masyarakat. Dengan aparat yang memahami dan mengerti Wawasan
Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang berlingkup dan demi
kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan
lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap
menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka supremasi hukum dapat ditegakkan.
Pemasyarakatan yang paling cepat adalah melalui media elektronik dan media
cetak, dengan menyiarkannya secara terus menerus.
Disadari sepenuhnya dengan kualitas SDM seperti
sekarang maka percepatan pembangunan sulit dilaksanakan dan pelaksanaan roda
pemerintahan membutuhkan waktu yang lama, kualitas SDM harus baik, dipilih
melalui seleksi yang benar dan syarat-syarat yang ketat. Kualitas SDM yang baik akan menunjang
penyelenggaraan negara dengan Wawasan Nusantara menjadi lebih baik. Program peningkatan pendidikan dan anggaran
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sudah cukup baik, namun masih harus
ditingkatkan lagi.
Penyelenggaraan ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dan berlandaskan wawasan nusantara diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik,
mempercepat pemberantasan KKN, meningkatkan kinerja aparatur, meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia aparatur, membangun sistem kepegawaian berbasis
kinerja dan meningkatnya akuntabilitas aparatur. Untuk itu Setiap aparatur pemerintah
seharusnya membangun karakter dan jati diri sesuai dengan budaya bangsa yang
berwawasan Nusantara, bekerja profesional dan mengubah pola pikir, pola sikap
dan pola tindak ke arah peningkatan produktivitas serta penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Pemahaman yang kurang baik terhadap Wawasan
Nusantara akan berdampak pada supremasi hukum.
Sebaliknya peningkatan kualitas aparatur negara dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat yang akhirnya dapat mewujudkan supremasi hukum.
Secara lebih spesifik, di lingkungan aparatur pemerintah, masih tampak
organisasi dan kelembagaan gemuk/tambun, tumpang tindih kewenangan,
sistem-metode-prosedur kerja belum tertib, PNS belum profesional, sistem merit
dan remunerasi belum berjalan, praktek KKN banyak terjadi dan penyimpangan
pengelolaan anggaran terus berlangsung, masyarakat belum menjunjung tinggi
supremasi hukum. Belum tertibnya hukum dan supremasi hukum, maraknya korupsi,
antara lain disebabkan lemahnya kehendak atau komitmen pemerintah.
Faktor lain yang berpengaruh dalam upaya meningkatkan
kualitas aparatur
pemerintah tidak
terlepas dari kemampuan individu aparatur pemerintah untuk percaya pada diri
sendiri, melihat ke masa depan, rasional dan analitik, kritis, beriptek dan
berimtaq, memanfaatkan informasi, budaya global, kepemimpinan efektif, disiplin
tinggi, bekerja tepat waktu, komitmen, selektif, proaktif, terarah, fleksibel,
akomodatif, unggul, tangguh dan transparan. Dengan demikian apabila pemasyarakatan Wawasan
Nusantara kepada aparatur pemerintah dilaksanakan melalui adanya pembentukan pemahaman Wawasan
Nusantara, kualitas SDM, ketatalaksanaan pemerintahan diselenggarakan dengan
baik dan teratur dapat
mewujudkan penegakan supremasi hukum. Dari data, fakta
dan penjelasan diatas dengan demikian terbukti pemasyarakatan wawasan
nusantara kepada aparatur pemerintah dapat mewujudkan
penegakan supremasi hukum.
[1] Pusjianstra TNI 2011, dan ACDFIM Jakarta , 2011,
[2] Modul Wasantara,
Lemhanas, 2011
[4] Modul Wawasan Nusantara Lemhannas RI
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar