Kamis, 26 September 2013

PEMASYARAKATAN WAWASAN NUSANTARA

                               PEMASYARAKATAN     WAWASAN    NUSANTARA KEPADA  APARATUR     PEMERINTAH       DAPAT MEWUJUDKAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM  



PENDAHULUAN.


Mencermati perkembangan lingkungan strategik yang berkembang sejak berakhirnya perang dingin dan peristiwa World Trade Center 11 September 2001 telah terjadi pergeseran dan perubahan paradigma ancaman,   paradigma keamanan, paradigma perang dan paradigma Operasi Militer.  Ancaman telah bergeser dan berubah dari ancaman tradisional (Militer) menjadi ancaman non-tradisional  (non Militer). Hal ini mengakibatkan sumber ancaman terhadap keamanan nasional menjadi semakin luas bukan hanya meliputi ancaman dari dalam (internal threat) dan ancaman dari luar (external threat) saja, tetapi juga ancaman azimuthal yang datangnya dari seluruh aspek kehidupan, baik yang tangible maupun yang intangible, serta bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar maupun dari dalam[1].
Seiring dengan pergeseran paradigma tersebut terjadi pula pergeseran dan perubahan paradigma keamanan global, regional dan nasional, yang sebelumnya merupakan keamanan wilayah (teritorial security) telah bergeser menjadi keamanan manusia (human security). Sehingga pola penanganannya juga berubah dari kerjasama keamanan (security cooperative) dan keamanan bersama (colective security) menjadi keamanan komprehensif (security comprehensive). Selanjutnya aktor-aktor yang menangani juga berubah, yang sebelumnya hanya aktor tertentu begeser ke aktor-aktor negara yang memiliki otoritas politik dan operasional termasuk civil society.

Dengan pesatnya perkembangan globalisasi saat ini disamping telah memberi berbagai kemanfaatan, juga telah mempunyai andil dalam merugikan negara-negara berkembang. Fakta menunjukkan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi yang dikuasai negara-negara maju telah menciptakan tata hubungan global dan regional baru dalam bidang pertahanan. Negara-negara maju yang mampu menciptakan dan mengendalikan pasar bebas, secara tidak langsung telah melahirkan berbagai bentuk ketergantungan baik politik, ekonomi maupun keamanan.   Krisis ekonomi yang kemudian memicu krisis multidimensi yang pernah melanda Negara-negara ASEAN, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adanya pergerakan arus modal dan transaksi yang tidak mengenal batas kedaulatan negara, yang bergerak dengan cepatnya baik dengan cara-cara legal maupun illegal. Globalisasi dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi pola sikap dan pola tindak seseorang sehubungan globalisasi yang berkembang keseluruh dunia memunculkan keseragaman dan kesetaraan standar hidup internasional universal yang tidak dapat dihindari dan mau tidak mau harus dihadapi.  Kondisi yang demikian pada muaranya berpengaruh pula terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Begitu kuatnya pengaruh globalisasi terhadap perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, apabila pemahaman dan pengamalan terhadap tata nilai yang dianutnya kurang kuat, maka pengaruh negatif yang ditimbulkannya dapat merubah dan mengalahkan paradigma nasional.  Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, paradigma nasional menjadi begitu penting dan mendasar dalam mencapai tujuan nasional, oleh karena itu ancaman terhadap paradigma nasional akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Oleh karena itu aparatur pemerintah yang mengelola pemerintahan negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif memegang peranan yang sangat penting.   Para aparatur pemerintah ini dipimpin oleh Presiden beserta jajaran menterinya menjalankan roda pemerintahan.  Disinilah diperlukan mental, moral, akuntabilitas, transparansi dan rasa nasionalisme yang kuat. Dengan dilandasi Wawasan Nusantara sebagai landasan visional. Bangsa Indonesia terlahir dari keanekaragaman suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau; perlu menyepakati suatu cara hidup bersama sebagai bangsa dan warga negara. Salah satu sumber hidup bersama dalam kedamaian ialah adanya kesamaan cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan bersama yaitu tujuan nasional.  Cara pandang yang dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara mengacu pada perkembangan geopolitik Indonesia yang terkait dengan kondisi dan konstelasi geografi, kondisi sosial budaya, serta faktor kesejarahan dan perkembangan lingkungan[2]. Dengan demikian, konsepsi wawasan nusantara yang terkandung di dalamnya merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan lingkungannya yang relevan serta valid di masa mendatang, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan interaksi antar komponen bangsa dalam hidup bersama yang bermanfaat.
Konsepsi Wawasan Nusantara  lahir dari pemikiran para pendahulu,  dengan pengertian  bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau disatukan dengan laut. Pada awal bergulirnya reformasi kewaspadaan nasional mengalami penurunan karena terjadi tuntutan kebebasan yang cenderung dikedepankan dan mengabaikan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Implikasi dari pemahaman yang keliru tentang otonomi daerah, meninggalkan Wawasan Nusantara, hampir di seluruh sektor kehidupan terjadi kesenjangan, pertentangan pendapat, saling menyalahkan satu sama lain, kebencian ras dan golongan yang semuanya itu sebenarnya adalah trik mencari dukungan terhadap ide politiknya. Fakta konflik horisontal yang bernuansa SARA yang terjadi di beberapa daerah seperti di Poso, Ambon dan Papua menunjukkan bahwa bangsa ini telah mengalami degradasi kebangsaan, yang disebabkan karena menurunnya kualitas nasionalisme bangsa Indonesia. Konflik horizontal juga terjadi dilaut dan pantai akibat pemahaman kewenangan daerah administrasi laut yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah daerah dan antara masyarakat.  Konflik ini terjadi seperti”: Penahanan kapal nelayan di Bawean, pembakaran kapal nelayan Pasuruan oleh nelayan Sampang dan sebaliknya, perusakan kapal-kapal ikan pekalongan dan tegal, perusakan kapal-kapal nelayan di Padang dll.  Masyarakat main hakim sendiri, tidak mengindahkan hukum, sedang bagi aparat kesulitan mengetrapkan hukum konflik horizontal, pendekatan keamanan hanya untuk mendamaikan, musyawarah mufakat banyak yang tidak jalan, sehingga supremasi hukum tidak jalan.  Hukum disalah gunakan untuk kepentingan kelompok, membela yang membayar dan kadang mengingkari kebenaran. Secara riil dilapangan masih ditemukan banyaknya duplikasi, pertentangan dan ketidakwajaran peraturan perundang-undangan (ambivalen dan multi-interpreted), kelemahan dalam criminal justice system dan criminal policy (penanggulangan kejahatan), sehingga supremasi hukum tidak berjalan.
Dua kali pelaksanaan pemilu telah diketahui penyelenggaraan Negara yang “legitimate” menunjukkan  mulai berjalannya supremasi hukum sesuai tertib hukum berbangsa dan bernegara  dan mampu mewujudkan tujuan reformasi, ternyata dalam perjalannya belum mampu memperlihatkan dan mensukseskan tujuan reformasi itu sendiri. Reformasi yang hanya dipahami sebagai lahirnya sebuah kebebasan yang secara   tidak  disadari  telah  memunculkan   euforia  demokrasi   ditambah    dengan adanya kepemimpinan yang kontroversial, tidak terkendalinya nafsu politik berebut kekuasaan serta lemahnya hukum dimana hukum belum tertib digunakan dalam berbangsa dan bernegara, telah mendukung berkembangnya konflik antar elit politik yang berkepanjangan, konflik yang berbau sara, separatisme dan terorisme, masa inilah masa transisi reformasi menuju supremasi hukum yang cukup berat dan harus dilalui oleh bangsa Indonesia.
Pengertian “Negara Indonesia adalah negara hukum “, Secara formal yang dimaksud negara hukum dapat disamakan atau diartikan dengan rechsstaat, supremasi hukum  maupun rule of law, yang mempunyai arah dan makna sama yaitu mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, perbedaannya terletak pada arti materiil atau isi dari istilah tersebut yang disebabkan karena latar belakang sejarah dan pandangan hidup bangsa.  Negara Hukum Indonesia, sesuai dengan Pancasila adalah negara hukum dalam arti materiil yang apabila diterapkan dan ditegakkan dengan baik akan membawa keadilan bagi seluruh rakyat. 
Dengan kondisi yang demikian maka diperlukan adanya wawasan nasional yaitu Wawasan Nusantara untuk meningkatkan Kewaspadaan Nasional sebagai suatu kesadaran warga negara yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan bangsa dan negara dengan sikap proaktif melihat segala potensi yang dapat menjadi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi keselamatan dan keutuhan bangsa dan NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Wujud Wasantara dalam kehidupan nasional adalah kondisi persatuan dan kesatuan yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan (Bhinneka Tunggal Ika), kondisi tersebut terwujud sebagai hasil pikiran, sikap dan tindakan yang terpolakan dalam tanggung jawab, motivasi dan dorongan serta tekad untuk mewujudkan cita-cita bersama. Tanggung jawab dalam hal ini adalah untuk tetap menjaga integritas dan identitas bangsa, selalu memberikan motivasi untuk menciptakan keadaan yang makin baik, selalu bersatu, senasib sepenanggungan dan menyatukan tekad dengan menjunjung tinggi supremasi hukum untuk mencapai tujuan nasional yang dicita-citakan.
Hubungan Implementasi Pemasyarakatan Wawasan Nusantara kepada aparatur pemerintah dengan penegakan  hukum adalah, bila pemasyarakatan Wawasan Nusantara diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari secara baik, maka dapat mewujudkan supremasi hukum.  Namun demikian Nilai-nilai luhur Wawasan Nusantara dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika menuju supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Maksud dari penulisan essay ini untuk memahami BS Wawasan Nusantara di masa off kampus, dengan tujuan siswa dapat memahaminya dengan fokus  membuktikan pemasyarakatan     wawasan     nusantara kepada    aparatur     pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum. Untuk menjawab apakah pemasyarakatan     wawasan     nusantara kepada    aparatur     pemerintah dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum, maka ruang lingkup pembahasan didalam essay ini adalah lemahnya pemahaman Wawasan Nusantara oleh aparat pemerintah, kualitas SDM dalam menjalankan pemerintahan masih kurang/rendah dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan terasa lamban, dalam arti meninggalkan Wawasan Nusantara dan kurang pro rakyat.  

PEMBAHASAN
Pemahaman  Wawasan Nusantara Masih Lemah.
Dalam penyelenggaraan negara menggunakan pengertian cara pandang bangsa Indonesia yaitu Wawasan Nusantara sebagai landasan visional, yang  berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan citi-cita nasional. Wawasan Nasional Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan bersama,yang terbangun dalam konsep-konsep yang melatarbelakangi perikehidupan bangsa Indonesia. Dalam memahami Wawasan Nusantara perlu tinjauan memahami dari kefilsafatan, ruang hidup dan penguasaannya, kesejarahan, kebudayaan serta kewilayahan, terdapat enam konsep dasar yang menjadi batu bangun(building blocks) wawasan nasional Indonesia yaitu :
          a.         Konsep Bhinneka Tunggal Ika.
          b.         Konsep Persatuan dan Kesatuan.
          c.         Konsep Kebangsaan.
          d.         Konsep tanah air (geopolitik).
          e.         Konsep negara kebangsaan(Pancasila).
          f.          Konsep negara kepulauan.
Konsep-konsep tersebut digali dari khazanah bangsa yang berada di wilayah Nusantara, mulai abad VII sampai dengan abad XX yang diintegrasikan dengan kepentingan bangsa Indonesia yang menjadi acuan kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.
 Selanjutnya dalam memasyarakatan Wawasan Nusantara dijabarkan menjadi 6 hal pokok sebagai berikut:
1)               Konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan kondisi geografi Indonesia yang berbentuk kepulauan. Keanekaragaman tersebut sangat rawan terhadap perpecahan, tetapi dengan adanya semangat dan akar budaya tersebut (Bhinneka Tunggal Ika) maka persatuan dan kesatuan dapat dipertahankan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan dengan PP No 66 tahun 1951, semboyan tersebut bila diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu, telah ada sejak abad XIV. Persatuan dan kesatuan tersebut dicapai bukan karena semboyan tersebut melainkan karena akar budaya bangsa Indonesia yang selalu mementingkan untuk hidup rukun dengan tetangga, tepo seliro, menghargai perbedaan keyakinan dll, dengan demikian konsep ini relevan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta merupakan konsep dasar wawasan nasional Indonesia.  Kondisi sekarang ini, konsep ini ditinggalkan dengan banyaknya benturan sara, meninggalkan jati diri budaya bangsa yang akhirnya meninggalkan  supremasi hukum.
2).          Konsepsi Persatuan dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah sebagai konsep merupakan suatu kondisi dan cara terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini tentu perlu adanya kerja sama antar masyarakat dan kerjasama yang sedemikian memudahkan penyelesaian masalah. Wasantara sebagai Persatuan dan kesatuan bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang tidak asing karena disamping secara naluriah merupakan makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri, bangsa Indonesia juga bersifat komunal, hal ini tergambar dari sifat gotong royong, penolakan terhadap praktek individualisme. Konsep inilah yang membuat bangsa Indonesia tetap bersatu hingga saat ini.  Kondisi sekarang ini memang terjadi penyimpangan koflik horizontal, akibat ditinggalkanya Wawasan Nusantara, sehingga menurunkan rasa persatuan dan kesatuan dibeberapa daerah dan menurunnya supremasi hukum.
3)           Konsepsi Kebangsaan
Bangsa adalah suatu tertib masyarakat yang muncul dari kesamaan karakter atau nasib yang tidak dibatasi oleh ras atau agama tertentu tidak juga oleh bentuk-bentuk geografis. Konsepsi kebangsaan ditumbuhkan pada bangsa Indonesia secara terstruktur yaitu mulai dari kesadaran, kemudian menjadi paham dan diaktualisasikan dalam semangat kebangsaan. Konsep kebangsaan harus terus dipupuk dan dikembangkan agar generasi penerus tetap memiliki semangat kebangsaan.  Kondisi sekarang ini memang terjadi penurunan konsep kebangsaan dengan adanya primordialisme, konflik horizontal, dll.
4)           Konsepsi Tanah Air (geopolitik)
Konsepsi geopolitik telah lama dibicarakan oleh Soekarno dan Moh Yamin dalam membangun/membentuk Negara Indonesia tahun 1945. geopolitik pada dasarnya adalah pandangan suatu bangsa terhadap konstelasi geografis wilayahnya yang memerlukan keserasian antara wawasan bahari, dirgantara dan benua sebagai pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan-rangsangan (drives) dalam usaha mencapai aspirasi dan tujuan Negara Indonesia. Kemudian konsep ini oleh bangsa Indonesia dituangkan dalam Wawasan Nusantara yang menjadi perekat bangsa Indonesia.  Konsepsi Tanah Air ini juga mengalami penurunan dengan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI.
5)               Konsepsi Negara Kebangsaan (Pancasila)
Bung Karno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menjelaskan tentang negara kebangsaan yaitu orang dan tempat tidak dapat dipisahkan. Indonesia dibentuk atas dasar konsepsi negara kebangsaan  yang berdasarkan Pancasila, bukan didasarkan atas kerajaan, kesultanan maupun federasi. Hal ini berarti bangsa dan tanah air merupakan satu kesatuan, Negara yang dibentuk atas dasar tersebut disebut negara kebangsaan. Konsepsi negara kebangsaan ini merekatkan bangsa Indonesia hingga tetap eksis hingga saat ini, walaupun harus diakui terjadi penurunan konsep Negara kebangsaan ini denga mencuatnya Negara federasi.

6)               Konsepsi Negara Kepulauan
Dengan adanya deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian dikuatkan dengan UNCLOS 1982, Indonesia menjadi negara kepulauan yang artinya laut antara pulau-pulau menjadi wilayah negara Indonesia dan menjadi kedaulatan penuh bangsa Indonesia. Sebelum adanya konsepsi negara kepulauan, negara Indonesia terpisah-pisah oleh laut sehingga antara pulau yang satu dengan pulau yang lain diantarai oleh laut bebas, hal ini tentu sangat rawan dengan masuknya negara asing ditengah-tengah laut antara pulau-pulau Indonesia. Negara lain dapat dengan bebas memanfaatkan kekayaan alam Indonesia atau melakukan kegiatan yang merugikan negara. Dengan demikian Indonesia dari Sabang sampai Merauke tidak terpisah-pisahkan lagi dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.  Terjadi penurunan pandangan Konsep Negara kepulauan, hal ini ditunjukkan adanya konflik kepentingan di laut, mencuatnya pulau yang disewakan  atau dikelola secara penuh oleh orang asing, [3]dll.
Dalam kenyataanya sulit untuk memahami Wawasan Nusantara karena bersifat filosofis, sedangkan implementasi sehari-hari jarang sekali nampak, atau kurang membumi ditingkat aparat pemerintah maupun masyarakat.  Lemahnya pemahaman Wawasan Nusantara ditingkat aparat pemerintah tersebut akan berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa keutuhan wilayah, maupun keenam  konsepsi diatas. Fenomena yang berkembang di wilayah Indonesia saat ini khususnya aparatur pemerintah telah mengemuka isu disintegrasi dengan  indikasi  adanya pemerintah daerah yang memandang tidak penting Wawasan Nusantara padahal dia telah mengaplikasikannya, hanya karena kurangnya pemahaman Wawasan Nusantara.  Hal lain adalah adanya warga negara Indonesia yang menjadi warga negara lain dan bergabung kedalam laskarnya. Perkembangan lainnya menunjukkan kecenderungan terjadinya erosi semangat nasionalisme, dalam bidang kelautan mulai hilangnya kesadaran bahwa laut sebagai pemersatu bangsa, timbul konflik antar daerah yang bersumber dari kewenangan batas wilayah laut dan daratan antar daerah, kepentingan kelompok yang lebih menonjol mengarah ke konflik horisontal, yang dapat mengarah kepada disintegrasi bangsa yang bertentangan dengan Pancasila UUD 1945, Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional. Pemahaman Wawasan Nusantara telah banyak dihilangkan dari pelajaran kewiraan atau pelajaran tatanegara (CIVIC), apabila hal ini tidak segera diatasi maka rendahnya pemahaman Wawasan Nusantara baik oleh masyarakat maupun aparatur pemerintah akan mengancam kepada persatuan dan kesatuan bangsa dan akhirnya mengancam disintegrasi bangsa.  Dengan demikian pemasyarakatan Wawasan Nusantara menjadi kebutuhan mutlak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sehingga supremasi hukum dapat terwujud.

Kualitas SDM Aparatur Pemerintah Masih Belum Memadahi/Rendah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan pemerintah baik eksekutif, yudikatif dan legislatif dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik  sehingga kepemerintahan yang baik (Good Governance) dapat dicapai. Aparatur pemerintah didukung dengan organisasi yang tertata, untuk menjalankan manajemennya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan secara terpadu dalam tatalaksana kepemerintahan.  Organisasi sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya terutama pegawai negeri sipil dimana pengembangan dan perbaikan kualitas SDM akan sangat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk itu suatu organisasi harus selalu berusaha menciptakan strategi pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Sifat pengembangan dapat berupa pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan moral. SDM aparatur pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan diukur dari kinerjanya. "Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN", ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan.  Hal ini harus didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua Kementrian, lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat,  dan aparatur negara yang bebas KKN.
Pertanggungjawaban adalah kunci untuk menjamin bahwa kekuasaan ini digunakan secara layak dan sesuai dengan kepentingan publik. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah adalah pertanggungjawaban pemerintah yang lebih ditekankan pada respon pemerintah atas protes/keluhan masyarakat atas penyimpangan yang terjadi.  Banyak negara yang memperkuat mekanisme pertanggungjawabannya melalui fokus yang lebih besar pada pertanggungjawaban kinerja, daripada membatasi pertanggungjawaban pada aturan-aturan hukum yang ada pada keputusan yang diambil.
Saat ini kualitas SDM aparatur pemerintah masih rendah/kurang memadai dalam memobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu, kepekaan aparatur untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan pemerintah yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipatif. Akibatnya Organisasi pemerintah masih belum efisien, adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang masih sektoral, tidak mengutamakan persatuan dan kesatuan seperti yang terkandung dalam Wawasan Nusantara, sehingga pelaksanaan pemerintahan yang baik oleh aparatur pemerintah kurang maksimal.
Masalah lain yang penting adalah bahwa gaji pegawai masih belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Hal tersebut menyebabkan etos kerja rendah serta menjadi sebab dan akibat terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis multi dementional yang dihadapi dalam 3 tahun terakhir. Pada akhirnya hal ini menimbulkan citra buruk dan ketidakpercayaan masyarakat baik di dalam dan di luar tugas terhadap aparatur pemerintah.
Permasalahan selanjutnya, secara makro, distribusi antar daerah dan alokasi antar instansi sudah sejak lama mengalami ketimpangan.  Ketimpangan yang terjadi tidak hanya dalam arti kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif.  Dari permasalahan utama tersebut, secara lebih spesifik dapat diidentifikasikan beberapa kondisi saat ini seperti manajemen kepegawaian belum berorientasi pada manajemen SDM. Reformasi kepegawaian bertujuan untuk menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang mampu mengembangkan profesionalitas dan pembinaan karier yang berorientasi pada kinerja dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi dan untuk mewujudkan supremasi hukum. Dengan kondisi demikian masih memerlukan kerja keras peningkatan kualitas melalui pelatihan, kursus pendidikan dan pemahaman Wawasan Nusantara agar supremasi hukum dapat ditegakkan.

Ketatalaksanaan Pemerintahan belum diselenggarakan dengan baik dan teratur sesuai dengan Wawasan Nusantara
Founding father mengatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dan suku bangsa, sehingga dengan keanekaragaman tersebut dapat menimbulkan kerawanan terhadap konflik sosial.  Kondisi ini perlu adanya perwujudan sistem kepemerintahan yang baik untuk menghindari adanya kecemburuan sosial antar etnik dan suku bangsa.  Oleh karena itu pemerintah diharapkan mampu mewujudkan good governance yang didasari oleh komitmen pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN dalam rangka mendukung Pembangunan Nasional.  Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan selama ini, memang telah menghasilkan peningkatan dan kemajuan diberbagai bidang, namun demikian harus diakui pula bahwa pembangunan tersebut juga menimbulkan berbagai dampak permasalahan yang menuntut perhatian pula antara lain masih lemahnya karakter bangsa dan belum terselenggaranya tata pemerintahan dengan baik. Tata pemerintahan yang baik, sangat erat kaitannya dengan reformasi birokrasi,  penegakkan hukum, dengan pemahaman Wawasan Nusantara sebagai konsep keutuhan wilayah dan persatuan dan kesatuan bangsa, peningkatan kualitas pelayanan publik, perubahan mind-set dan culture-set, perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak agar menjadi lebih produktif, efisien dan efektif. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu secara optimal membangun bangsa dan negara Indonesia secara terintegrasi, terencana, dan berkelanjutan.
            Indonesia tengah berupaya mengedepankan supremasi hukum, melalui Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengubah berbagai bidang kehidupan dan pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Oleh karenanya Tata pemerintahan yang baik atau lebih dikenal dengan Good Governance sedang diperjuangkan di bumi pertiwi ini sejalan dengan bergulirnya era reformasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ketatalaksanaan aparatur pemerintah diharapkan adanya mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana yaitu standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan e-government, dan apresiasi kearsipan dalam rangka supremasi hukum.
Pelaksanaan pemerintahan sekarang bergeser dari "pelaksana" (rowing) ke "pengarah (steering) dan menuju tata pemerintahan yang baik, reinventing government dari government ke governance. Setiap pengambilan keputusan aparatur pemerintah hendaknya menggunakan  Wawasan Nusantara sebagai landasan visional dalam penyelenggaraan negara adalah cara pandang bangsa Indonesia yang berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan citi-cita nasional.[4]  Konsepsi Dasar Wawasan Nasional yang berisikan tentang rangkaian nilai-nilai yang terkristalisasi dalam konsep-konsep utama kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia yang dalam Wawasan Nusantara disebut dengan konsep-konsep dasar yang meliputi : Konsep dasar pertama, Bhineka Tunggal Ika adalah konsep untuk mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa.  Kedua, persatuan dan kesatuan adalah konsep untuk mengakumulasi kekuatan nasional.  Ketiga, kebangsaan adalah konsep untuk mewujudkan keinginan untuk hidup bersama.  Keempat, geopolitik adalah konsep untuk mewujudkan kedaulatan bangsa atas tanah airnya.  Kelima, negara kebangsaan adalah konsep untuk menjadikan negara sebagai sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa.  Keenam, negara kepulauan adalah konsep untuk mempertahankan keutuhan wilayah nasional.  Konsepsi Wawasan Nusantara yang lahir dari pemikiran para pendahulu  bahwasanya negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau disatukan dengan laut.  Wawasan Nusantara  merupakan pandangan geopolitik bangsa Indonesia, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh, akhirnya berkembang menjadi wawasan nasional yang digunakan untuk pembangunan tanah air Indonesia beserta isinya, sebagai wadah dan sarana perjuangan hidup bangsa, secara bulat dan menyeluruh. Konsepsi Nusantara (archipelagic concept) merupakan suatu konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan Wawasan Nusantara adalah wawasan nasional bangsa dan Negara yang pada awalnya berkembang atas dasar konsepsi kewilayahan. Dengan kata lain wujud kesatuan tanah air yang terkandung dalam konsepsi Nusantara merupakan wadah fisik bagi pembangunan nusantara bangsa.
Dewasa ini  Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, untuk menjamin kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya melihat fenomena apa yang terjadi pada masyarakat di wilayah perbatasan darat RI dengan terjadinya perpindahan kewarganegaraan Indonesia menjadi warga negara lain, setidaknya  ada    5    konsep   dasar   dari   6   konsep   dasar   Wawasan   Nusantara   yang   belum terimplementasikan dengan baik, kecuali konsep dasar negara kepulauan,  bukan tidak mungkin permasalahan serupa dapat timbul di wilayah perbatasan darat atau laut, manakala keunggulan aspek kehidupan lebih baik di negara tetangga serta arus globalisasi yang terus menerpa dengan derasnya, mengingat wilayah perbatasan sangat mudah terjadinya migrasi.  Guna mencegah adanya migrasi yang berujung terjadinya perpindahan kewarganegaraan bagi masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan darat atau laut, lalu pada gilirannya potensial bermuara pada disintegrasi bangsa, maka ekonomi harus baik, sejahtera dan keamanan terjamin.


Pelaksanaan Wawasan Nusantara yang baik dapat meningkatkan kewaspadaan nasional dan supremasi hukum.  Kewaspadaan Nasional (Padnas) adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara (komponen bangsa) terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman.  Kewaspadaan Nasional yang menjunjung tinggi supremasi hukum juga merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap NKRI. 
Strategi ini dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban, membenahi dan menata struktur hukum melalui penguatan kelembagaan peradilan dan pemerintahan dengan meningkatkan kualitas, profesionalitas, mentalitas, moralitas, iman dan taqwa aparat penegak hukum. Dengan terwujudnya penegakan supremasi hukum, diharapkan akan dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang memiliki kesadaran untuk mematuhi dan mentaati aturan hukum. Ketidak mampuan untuk mengatasi kompleksitas permasalahan bangsa tersebut yang berpotensi mengganggu Ketahanan Nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan/keselamatan dan integritas bangsa.

PENUTUP.  
Wawasan Nusantara amat penting bagi bangsa Indonesia, mulai dari aparat pemerintah, masyarakat dan komponen bangsa lainnya. Dengan melihat fakta-fakta obyektif diatas sudah saatnya memasyarakatkan kembali secara  terus menerus pemahaman Wawasan Nusantara, kepada aparat pemerintah dan masyarakat.  Dengan aparat yang memahami dan mengerti Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang berlingkup dan demi kepentingan nasional, yang berlandaskan Pancasila, tentang diri dan lingkungannya serta tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam dan dinamis, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah Indonesia, yang tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka supremasi hukum dapat ditegakkan. Pemasyarakatan yang paling cepat adalah melalui media elektronik dan media cetak, dengan menyiarkannya secara terus menerus.           

Disadari sepenuhnya dengan kualitas SDM seperti sekarang maka percepatan pembangunan sulit dilaksanakan dan pelaksanaan roda pemerintahan membutuhkan waktu yang lama, kualitas SDM harus baik, dipilih melalui seleksi yang benar dan syarat-syarat yang ketat.  Kualitas SDM yang baik akan menunjang penyelenggaraan negara dengan Wawasan Nusantara menjadi lebih baik.  Program peningkatan pendidikan dan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah sudah cukup baik, namun masih harus ditingkatkan lagi.
Penyelenggaraan ketatalaksanaan pemerintahan yang baik dan berlandaskan  wawasan nusantara diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, mempercepat pemberantasan KKN, meningkatkan kinerja aparatur, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia aparatur, membangun sistem kepegawaian berbasis kinerja dan meningkatnya akuntabilitas aparatur.  Untuk itu Setiap aparatur pemerintah seharusnya membangun karakter dan jati diri sesuai dengan budaya bangsa yang berwawasan Nusantara, bekerja profesional dan mengubah pola pikir, pola sikap dan pola tindak ke arah peningkatan produktivitas serta penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.  Pemahaman yang kurang baik terhadap Wawasan Nusantara akan berdampak pada supremasi hukum.  Sebaliknya peningkatan kualitas aparatur negara dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat yang akhirnya dapat mewujudkan supremasi hukum.
Secara lebih spesifik, di lingkungan aparatur pemerintah, masih tampak organisasi dan kelembagaan gemuk/tambun, tumpang tindih kewenangan, sistem-metode-prosedur kerja belum tertib, PNS belum profesional, sistem merit dan remunerasi belum berjalan, praktek KKN banyak terjadi dan penyimpangan pengelolaan anggaran terus berlangsung, masyarakat belum menjunjung tinggi supremasi hukum. Belum tertibnya hukum dan supremasi hukum, maraknya korupsi, antara lain disebabkan lemahnya kehendak atau komitmen pemerintah.
Faktor lain yang berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas aparatur
pemerintah tidak terlepas dari kemampuan individu aparatur pemerintah untuk percaya pada diri sendiri, melihat ke masa depan, rasional dan analitik, kritis, beriptek dan berimtaq, memanfaatkan informasi, budaya global, kepemimpinan efektif, disiplin tinggi, bekerja tepat waktu, komitmen, selektif, proaktif, terarah, fleksibel, akomodatif, unggul, tangguh dan transparan. Dengan demikian apabila pemasyarakatan Wawasan     Nusantara kepada  aparatur   pemerintah dilaksanakan  melalui adanya  pembentukan pemahaman Wawasan Nusantara, kualitas SDM, ketatalaksanaan pemerintahan diselenggarakan dengan baik dan teratur dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum.  Dari data, fakta dan penjelasan diatas dengan demikian terbukti pemasyarakatan     wawasan     nusantara  kepada    aparatur     pemerintah       dapat mewujudkan penegakan supremasi hukum. 



[1]  Pusjianstra TNI 2011, dan ACDFIM  Jakarta , 2011,
[2] Modul Wasantara, Lemhanas, 2011
 [3] Modul Wasantara, lemhannas 2011.
[4] Modul Wawasan Nusantara Lemhannas RI
.
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar