Jumat, 14 Mei 2010

Teori Perbatasan

ABSTRACT
Geografi Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keunikan
tersendiri, apabila dikaitkan dengan letaknya di peta dunia. Karena itu, konsep geopolitik maupun geostrateginya juga sangat unik. Konsep geopolitik yang dikenal sebagai Wawasan Nusantara bertujuan menjamin kesatuan wilayah beserta segala isi dan aspek kehidupan nasionalnya. Ditinjau dari segi keamanan, kondisi geografik ini akan menimbulkan masalah apabila bangsa Indonesia tidak mempunyai kemampuan untuk pengawasan dan pengendaliannya. Laut bagi bangsa Indonesia adalah satu kesatuan yang utuh menyatu dengan wilayah daratan dan udara diatasnya, bukan pemisah antar pulau, namun mengandung arti sebagai pemersatu pulau-pulau menjadi satu kesatuan wilayah Indonesia, yaitu sebagai medan pertahanan, sebagai sarana komunikasi dan sebagai sumber bahan dasar dan sumber energi. Karena laut juga merupakan ruang hidup bangsa Indonesia untuk tetap dipertahankan keberadaannya. Bangsa Indonesia berkewajiban untuk memelihara kelestariannya, dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk ketentraman dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Namun berdasarkan kesadaran bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari keseluruhan umat di dunia, maka dalam pemanfaatan wilayah laut nasional sebagai ruang hidup, bangsa Indonesia berkewajiban pula untuk memanfaatkannya bagi kepentingan ketertiban dunia dan kemanusiaan, serta memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku secara internasional.
Di negara-negara maju, wilayah laut telah dimanfaatkan dengan seluas-luasnya bagi kepentingan kehidupan negaranya, yang didukung oleh sumber daya dan tekhnologi yang memadai. Wilayah laut nasional sebagai ruang gerak, sebagai media dan sebagai wilayah kepentingan yang harus dipertahankan. Untuk itu, agar bangsa Indonesia dapat memanfaatkan wilayah laut nasional secara optimal, diperlukan adanya wawasan, konsepsi, kegiatan dan kemampuan untuk mendaya gunakan wilayah laut bagi kepentingan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara dalam rangka perwujudan keutuhan dan kedaulatan negara Republik Indonesia (Mabesal, Sahlikasal, 2008). Aktivitas pengamanan wilayah perbatasan merupakan upaya perlindungan eksistensi negara yang ditandai dengan terlindunginya kedaulatan, penduduk, dan wilayah dari pelbagai jenis ancaman. Konsepsi ini adalah bagian dari suatu pemahaman mengenai keamanan nasional, yang intinya adalah “kemampuan negara melindungi apa yang ditetapkan sebagai nilai-nilai inti (core values), di mana pencapaiannya merupakan sebuah proses terus-menerus, dengan menggunakan segala elemen power dan resources yang ada, serta melingkupi semua aspek kehidupan

Ahli geografi politik Theodore Ratzel sejak awal mengatakan bahwa “perbatasan” merupakan barometer bagi keselamatan suatu negara maupun dalam hubungannya dengan negara lain. Di dalam isu perbatasan itu, terletak berbagai persoalan tentang, misalnya: identitas, sumber daya, kedaulatan, dan kemungkinan silang-sengketa antar entitas politik karena persoalan-persoalan yang ada. Dengan bentuk negara kepulauan (archipelagic state), maka Indonesia dituntut untuk memiliki strategi keamanan tersendiri dalam menjaga perbatasan di wilayah perairan, khususnya di laut.
Kondisi geografis di wilayah Pangkalan Brandan, Sumatera Utara yang memiliki perbatasan laut langsung dengan Selat Malaka serta negara-negara tetangga menyebabkan potensi ancaman dan gangguan keamanan di wilayah tersebut menjadi cukup tinggi. Sejalan dengan pandangan Alfred Thayer Mahan yang menyatakan bahwa kekuatan laut (sea power) merupakan kunci utama bagi suatu negara dalam memenangkan pertarungan politik, maka terdapat beberapa pendekatan yang dapat diajukan untuk menganalisis peran, strategi serta dukungan pasukan Marinir sebagai bagian dari Angkatan Laut Republik Indonesia dalam mengamankan wilayah perbatasan, khususnya di Pangkalan Brandan.
Perspektif yang pertama adalah dengan menggunakan unified approach atau a single all-encompassing strategy. Melalui pendekatan ini, wilayah Indonesia dilihat secara menyeluruh yang mencakup 17 ribu lebih pulau dengan luas 7,7 juta Km2 (termasuk wilayah zona ekonomi eksklusif) dengan panjang pantai sekitar 80 ribu kilometer. Artinya, strategi yang diterapkan bagi negara kepulauan seperti Indonesia berarti juga mencakup upaya mempertahankan kedaulatan maritim dan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Dalam hal inilah pasukan TNI/Marinir dapat mengembangkan kekuatan penangkal (deterrence), antara lain dengan melakukan kegiatan pencegahan, pengintaian serta membangun sistem peringatan dini bekerja sama dengan institusi lain.
Pendekatan kedua yang dapat digunakan ialah dari perspektif regionalisme. Analisis terhadap peran dan keberadaan pasukan Marinir di Pangkalan Brandan dapat dikorelasikan dengan kondisi wilayah perbatasan Indonesia di sana, serta berbagai kepentingan nasional yang harus diamankan di wilayah itu. Region atau kawasan diartikan sebagai sekumpulan negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada dalam satu wilayah tertentu. Untuk menelaah keamanan regional secara lebih mendetail, terdapat dua paham yang dapat dikombinasikan, yaitu perspektif realis dan institusionalis. Perbedaan utama di antara kedua paham ini adalah perbedaan aspek terpenting dalam menentukan keamanan regional. Kaum realis memandang bahwa militer adalah faktor terpenting dari keamanan. Sementara itu, pihak institusionalis mengatakan tidak hanya militer saja yang merupakan aspek terpenting dari keamanan regional, tetapi juga bidang politik dan sosial. Oleh karena itu, kolaborasi dari kedua perspektif ini diharapkan mampu menjawab permasalahan yang berkembang di wilayah Pangkalan Brandan.
Di samping pendekatan di atas, terdapat substansi lain yang harus diperhatikan dalam menentukan kebijakan serta menerapkan strategi keamanan di laut. Salah satunya ialah dengan mencermati Balance of Power Contest. Ini adalah jenis ancaman yang muncul karena adanya keinginan antara negara-negara di kawasan untuk menguasai aspek-aspek tertentu, misalnya sumber daya dan hegemoni. Hal tersebut menyebabkan para aktor saling berlomba dalam memenangkan kepentingannya dan tidak menempuh upaya kerjasama. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri bahwa perebutan sumber daya serta konflik kepentingan akan selalu menjadi potensi ancaman bagi setiap negara terutama dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional di wilayah perbatasan.
Hal ini juga terjadi di Ambalat, setelah kekalahan Indonesia di mahkamah internasional dengan lepasnya Ligitan Sipadan, Malaysia melanjutkan klaimnya atas Ambalat dengan melakukan provokasi gun diplomasi dan comprehensive strategy di Ambalat serta politik diplomasi pada tingkat atas. Indonesia policynya harus tegas Ambalat harga mati milik NKRI.