Senin, 26 November 2018

PACASILA PEMERSATU BANGSA INDONESIA

PANCASILA ALAT PEMERSATU!

Berbicara tentang front persatuan nasional tidak bisa dianggap lengkap kalau kita tidak sekaligus berbicara pula tentang Pancasila. Mengapa demikian? Pancasila selalu dikemukakan sebagai filsafat negara Republik Indonesia. Ini ialah karena Pancasila justru mencerminkan kenyataan bahwa rakyat Indonesia meliputi berbagai golongan, sukubangsa serta aliran yang berbeda-beda, sedangkan perbedaan itu bisa dirumuskan dalam satu rangkaian sila-sila yang diakui bersama oleh seluruh bangsa. Justru karena perbedaan-perbedaan itu Rakyat Indonesia membutuhkan front persatuan nasional. Ini mencerminkan toleransi revolusioner yang tinggi yang telah menjiwai gerakan kemerdekaan nasional Indonesia sejak semula dan terutama sejak tahun-tahun duapuluhan.

Jadi filsafat yang digambarkan dalam Pancasila itu ialah filsafat persatuan atau filsafat Gotongroyong. Dalam pidatonya pada tanggal 1 juni 1945 yang berjudul Lahirnya Pancasila, Bung karno berkata : “jikalau saja penas yang lima menjadi tiga dan tiga menjadi satu, maka dapatlah satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “ Gotong royong!” (Tubapi, hal 37). Oleh karena itulah Presiden Sukarno selalu dengan tepat menamakan Pancasila sebagai pemersatu.

Mari kita memperhatikan benar-benar apa yang dikatakan oleh Presiden Sukarno mengenai hal ini: “Pancasila adalah alat pemersatu bukan alat pemecah belah! Dengan Pancasila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Pancasila utnuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan kaum komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Pancasila untuk maksud pengadudombaan itu, ia adalah orang yang sama sekali tak mengerti Pancasila atau orang yang durhaka kepada Pancasila atau orang yang …..kepalanya sinting“. (Resopim, Departemen Penerangan, Penerbitan khusus, no.180, hal 42)

Bukankah ini suatu penegasan yang setegas-tegasnya? Tanpa tedeng aling-aling. Orang yang mempreteli satu sila untuk mengadu salah satu aliran revolusioner lainnya dalam masyarakat adalah orang yang tidak mengerti Pancasila atau orang ….kepalanya sinting. Demikianlah penilaian yang sewajarnya terhadap orang-orang yang mempergunakan Pancasila sebagai pemecah belah.

NASAKOM POROS PERSATUAN NASIONAL

Dan yang sangat penting pula diperhatikan ialah bahwa kalau Bung karno menamakan Pancasila sebagai alat pemersatu, yang dimaksudkan justru ialah alat pemersatu antara tiga aliran besar yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, yaitu Nasionalisme, Agama dan Komunisme, atau yang dipersatukan dalam istilah NASAKOM. NASAKOM  juga merupakan bagian daripada filsafat persatuan atau filsafat Gotongroyong Rakyat Indonesia sebab, seperti dikatakan oleh Bung Karno ( juga dalam rapat pidato Resopim, hal 39-40) “ Nasakom adalah kenyataan-kenyataan hidup yang tak dapat dibantah…di dalam masyarakat Indonesia”. Gagasan Nasakom mempunyai akar sejarahnya sejak lahirnya perjuangan kemerdekaan nasional, perjuangan revolusioner Rakyat Indonesia sejak tahun-tahun duapuluhan. Hal ini dibuktikan antara lain oleh tulisan Bung Karno dalam tahun 1926 yang berjudul “ Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” (Di bawah Bendera Revolusi hal 1-23). Sejarah gerakan kemerdekaan Indonesia adalah sejarah berkembangnya tiga aliran ini, Dan sejarah itu membuktikan bahwa selama tiga alisan itu bersatu, maka jalannya gerakan revolusioner kita lancar, sedangkan jika tiga aliran itu terpecah, maka gerakan revolusioner kita berjalan seret. NASAKOM adalah poros daripada front persatuan nasional kita. Menerima Pancasila harus menerima Nasakom. Mengenai hali ini Bung Karno telah berkata dalam pidato Re-so-pim sbb:

“Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada NASAKOM, siapa yang tidak setuju kepada NASAKOM sebenarnya tidak setuju Pancasila. Sekarang saja tambah. Siapa setuju kepada Undang-undang Dasar 1945 harus setuju NASAKOM, siapa yang tidak setuju kepada NASAKOM, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 45“. (Resopim, hal 40 ). Kutipan ini benar-benar menggambarkan kesatuan yang mutlak antara Revolusi 45 yang menjiwai Undang-undang Dasar 45 dengan Pancasila dan Nasakom. Memang Durhaka atau sinting orang-orang yang sampai sekarang tetap tidak mengerti atau tidak mau mengerti kebenaran yang sedemikian sederhana ini.
Dalam perjalanan sejarah telah terbukti bahwa komunis mengkianati Pancasila dengan pemberontakanya tahun 1948 dan kenudian tahun 1965. Akhirnya komunis dilarang di bumi Indonesia.
Nasionalisme dan Agama bersatu untuk melawan komunisme.
Akhir akhir ini gantian ideologi selain Pancasila yang bergerak melakukan kudeta ideologi, yang juga harus di berantas. Pancasila harus menjadi satu satunya Ideologi negara dan dasar negara.

PANCASILA

PANCASILA ALAT PEMERSATU!

Berbicara tentang front persatuan nasional tidak bisa dianggap lengkap kalau kita tidak sekaligus berbicara pula tentang Pancasila. Mengapa demikian? Pancasila selalu dikemukakan sebagai filsafat negara Republik Indonesia. Ini ialah karena Pancasila justru mencerminkan kenyataan bahwa rakyat Indonesia meliputi berbagai golongan, sukubangsa serta aliran yang berbeda-beda, sedangkan perbedaan itu bisa dirumuskan dalam satu rangkaian sila-sila yang diakui bersama oleh seluruh bangsa. Justru karena perbedaan-perbedaan itu Rakyat Indonesia membutuhkan front persatuan nasional. Ini mencerminkan toleransi revolusioner yang tinggi yang telah menjiwai gerakan kemerdekaan nasional Indonesia sejak semula dan terutama sejak tahun-tahun duapuluhan.

Jadi filsafat yang digambarkan dalam Pancasila itu ialah filsafat persatuan atau filsafat Gotongroyong. Dalam pidatonya pada tanggal 1 juni 1945 yang berjudul Lahirnya Pancasila, Bung karno berkata : “jikalau saja penas yang lima menjadi tiga dan tiga menjadi satu, maka dapatlah satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “ Gotong royong!” (Tubapi, hal 37). Oleh karena itulah Presiden Sukarno selalu dengan tepat menamakan Pancasila sebagai pemersatu.

Mari kita memperhatikan benar-benar apa yang dikatakan oleh Presiden Sukarno mengenai hal ini: “Pancasila adalah alat pemersatu bukan alat pemecah belah! Dengan Pancasila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Pancasila utnuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan kaum komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Pancasila untuk maksud pengadudombaan itu, ia adalah orang yang sama sekali tak mengerti Pancasila atau orang yang durhaka kepada Pancasila atau orang yang …..kepalanya sinting“. (Resopim, Departemen Penerangan, Penerbitan khusus, no.180, hal 42)

Bukankah ini suatu penegasan yang setegas-tegasnya? Tanpa tedeng aling-aling. Orang yang mempreteli satu sila untuk mengadu salah satu aliran revolusioner lainnya dalam masyarakat adalah orang yang tidak mengerti Pancasila atau orang ….kepalanya sinting. Demikianlah penilaian yang sewajarnya terhadap orang-orang yang mempergunakan Pancasila sebagai pemecah belah.

NASAKOM POROS PERSATUAN NASIONAL

Dan yang sangat penting pula diperhatikan ialah bahwa kalau Bung karno menamakan Pancasila sebagai alat pemersatu, yang dimaksudkan justru ialah alat pemersatu antara tiga aliran besar yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, yaitu Nasionalisme, Agama dan Komunisme, atau yang dipersatukan dalam istilah NASAKOM. NASAKOM  juga merupakan bagian daripada filsafat persatuan atau filsafat Gotongroyong Rakyat Indonesia sebab, seperti dikatakan oleh Bung Karno ( juga dalam rapat pidato Resopim, hal 39-40) “ Nasakom adalah kenyataan-kenyataan hidup yang tak dapat dibantah…di dalam masyarakat Indonesia”. Gagasan Nasakom mempunyai akar sejarahnya sejak lahirnya perjuangan kemerdekaan nasional, perjuangan revolusioner Rakyat Indonesia sejak tahun-tahun duapuluhan. Hal ini dibuktikan antara lain oleh tulisan Bung Karno dalam tahun 1926 yang berjudul “ Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” (Di bawah Bendera Revolusi hal 1-23). Sejarah gerakan kemerdekaan Indonesia adalah sejarah berkembangnya tiga aliran ini, Dan sejarah itu membuktikan bahwa selama tiga alisan itu bersatu, maka jalannya gerakan revolusioner kita lancar, sedangkan jika tiga aliran itu terpecah, maka gerakan revolusioner kita berjalan seret. NASAKOM adalah poros daripada front persatuan nasional kita. Menerima Pancasila harus menerima Nasakom. Mengenai hali ini Bung Karno telah berkata dalam pidato Re-so-pim sbb:

“Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada NASAKOM, siapa yang tidak setuju kepada NASAKOM sebenarnya tidak setuju Pancasila. Sekarang saja tambah. Siapa setuju kepada Undang-undang Dasar 1945 harus setuju NASAKOM, siapa yang tidak setuju kepada NASAKOM, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 45“. (Resopim, hal 40 ). Kutipan ini benar-benar menggambarkan kesatuan yang mutlak antara Revolusi 45 yang menjiwai Undang-undang Dasar 45 dengan Pancasila dan Nasakom. Memang Durhaka atau sinting orang-orang yang sampai sekarang tetap tidak mengerti atau tidak mau mengerti kebenaran yang sedemikian sederhana ini.

DEMAGOG

"DEMAGOG"


Demagog adalah penggerak rakyat yang bertujuan meraih kekuasaan dengan cara mengeksploitasi prasangka (menghasut) dan memanfaatkan ketidaktahuan orang banyak sehingga memicu amarah atau kebencian sehingga membuat orang banyak tersebut tidak bisa lagi menerima masukan pendapat dari orang lain.

Demagog merupakan istilah politik yang berasal dari dari bahasa Yunani “demos” yang bermakna rakyat dan “agogos” yang bermakna pimpinan dalam arti negatif. Yaitu pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan pribadinya.

Mahfud MD juga pernah menuliskan pengertian Demagog di Majalah Gatra tahun 2007 silam. Ia menulis: “Demagog adalah agitator-penipu yang seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya. Demagog biasa menipu rakyat dengan janji-janji manis agar dipilih tetapi kalau sudah terpilih tak peduli lagi pada rakyat; bahkan dengan kedudukan politiknya sering mengatas namakan rakyat untuk mengeruk keuntungan.

Demagog telah muncul sejak zaman Yunani kuno sampai hari ini. Meskipun sebagian besar para demagog ini memiliki kepribadian yang berbeda-beda, tetapi taktik yang mereka gunakan tetap sama sepanjang masa. Contoh para demagog antara lain: Cleon of Athens, Adolf Hitler, Benito Mussolini, Huey Long, Father Coughlin, dan Joseph McCarthy.

11 Metode yang digunakan oleh para Demagog

1. Mengkambinghitamkan

Teknik demagogik paling mendasar adalah mengkambinghitamkan; menyalahkan suatu masalah kepada satu kelompok tertentu, hal ini biasanya berujung kepada etnis, agama, atau kelas sosial yang berbeda.
Misalnya:
- Joseph McCarthy mengklaim bahwa semua masalah AS dihasilkan dari "subversi komunis".
- Denis Kearney menyalahkan semua masalah pekerja di California pada imigran Cina.
- Adolf Hitler menyalahkan orang Yahudi atas kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I serta masalah ekonomi yang datang sesudahnya. Banyak orang kemudian mengatakan bahwa satu-satunya alasan mereka menyukai Hitler adalah karena dia menentang orang Yahudi.

Walaupun berbeda zaman, klaim yang dibuat para Demagog ini kebanyakan sama, seperti contohnya:

"Kami" adalah orang Amerika "sejati"/Jerman/Kristen/dll, dan "mereka", orang-orang Yahudi/komunis/asing/elit/dll, diduga telah menipu "kita" rakyat biasa dan hidup dalam kemewahan berpuluh-puluh tahun dari kekayaan yang seharusnya menjadi milik "kita". "Mereka" berencana untuk mengambil alih kekuasaan dan sudah secara diam-diam menjalankan negara ini. "Mereka" adalah orang-orang tak berperikemanusiaan, penyimpang seksual yang akan merayu dan memperkosa putri "kita", dan jika "kita" tidak mengusir atau memusnahkan "mereka", maka malapetaka akan datang.

2. Fearmongering/Scaremongering

Penyebaran desas-desus yang menakutkan dan berlebihan yang secara sengaja untuk membangkitkan rasa ketakutan publik tentang suatu masalah.

Pemimpin Nazi Hermann Göring menjelaskan bagaimana orang dapat dibuat ketakutan dan mendukung perang yang akan mereka lawan:

"Orang-orang tidak menginginkan perang, tetapi mereka selalu bisa dibawa sesuai keinginan. Yang harus Anda lakukan adalah memberi tahu mereka bahwa mereka diserang, dan mencela para pasifis karena kurangnya patriotisme dan karena sudah mengekspos negara dalam keadaan bahaya".

3. Berbohong

Setelah para Demagog menunjukkan bahaya kepada orang-orang dan mengkritik kebijakan lawan, para Demagog memilih kata-kata mereka untuk menimbulkan efek pada emosi audiens mereka, biasanya hal ini dilakukan tanpa memperhatikan kebenaran faktual atau data yang akurat. Para Demagog biasanya bersifat oportunis. Ketika satu kebohongan tidak berhasil, Demagog cepat berpindah ke kebohongan lainnya.

Joe McCarthy pertama kali mengklaim memiliki daftar 205 anggota Partai Komunis yang bekerja di Departemen Luar Negeri. Ketika ditekan untuk memberikan nama mereka, McCarthy kemudian mengatakan bahwa untuk sementara catatan itu tidak tersedia untuknya, dia tahu "mutlak" bahwa dari "sekitar" 300 Komunis terdapat 80 komunis sudah dipulangkan oleh Sekretaris Negara. Sepanjang zaman, McCarthy tidak pernah memunculkan daftar komunis yang berada di Departemen Luar Negeri.

4. Orasi yang Menggugah Hati dan Pribadi yang Berkarisma

Banyak demagog telah menunjukkan keahlian luar biasa dalam menggerakkan dan menggugah hati para penonton ke kedalaman emosional yang besar saar berpidato. Terkadang ini karena kefasihan verbal yang luar biasa, karisma pribadi atau bisa kedua-duanya. Hitler mendemonstrasikan kedua hal ini.

5. Menuduh Lawan Terlalu Lemah dan Tidak Mempunyai Loyalitas

Para Demagog terus-menerus menganjurkan kebrutalan untuk menunjukkan kekuatan dan berpendapat bahwa belas kasihan adalah tanda kelemahan yang hanya akan dieksploitasi oleh musuh.

Joe McCarthy terus-menerus menyindir bahwa siapa pun yang menentangnya adalah simpatisan komunis.

6. Menjanjikan Sesuatu yang Mustahil

Teknik demagog lainnya adalah membuat janji-janji hanya untuk efek emosional kepada para penontonnya, tanpa memperhatikan bagaimana cara memcapainya. Para Demagog mengungkapkan janji-janji kosong ini secara sederhana dan teatrikal, tetapi sangat kabur tentang bagaimana mereka akan mencapainya karena biasanya itu tidak mungkin.

Misalnya, Huey Long berjanji bahwa jika dia terpilih sebagai presiden, setiap keluarga akan memiliki rumah, mobil, radio, dan $ 2.000 per tahun. Dia samar-samar tentang bagaimana dia akan membuat itu terjadi.

7. Kekerasan dan intimidasi fisik

Para demagog sering mendorong pendukung mereka untuk mengintimidasi lawan, baik untuk memperkuat kesetiaan di antara pendukung mereka ataupun mencegah orang berbicara atau memberi suara menentang mereka.

"Pitchfork Ben" Tillman berulang kali terpilih kembali ke Senat AS secara luas melalui kekerasan dan intimidasi. Dia berbicara untuk mendukung massa lynch, dan dia mencabut hak pilih sebagian besar pemilih kulit hitam dengan konstitusi South Carolina tahun 1895.

Hitler menulis di Mein Kampf bahwa intimidasi fisik adalah cara yang efektif untuk memindahkan massa.

8. Penghinaan dan Ejekan Pribadi

Banyak Demagog telah menemukan bahwa dengan menghina lawan adalah cara sederhana untuk menutup pertimbangan pemikiran dari ide-ide yang bersaing. Teknik demagogik yang umum adalah memberikan julukan yang menghina lawan, dengan mengucapkannya berulang kali, dalam pidato.

Misalnya, James Curley mengacu pada Henry Cabot Lodge Jr., lawannya dari Partai Republik untuk Senator, sebagai "Little Boy Blue". Joe McCarthy suka memanggil Sekretaris Negara Dean Acheson "The Red Dean of Fashion".

Penggunaan julukan akan mengalihkan perhatian dari isu-isu publik yang penting menjadi gelak tawa.

9. Perilaku Vulgar dan Keterlaluan

Orang-orang mungkin menemukan Demagog melakukan sesuatu yang vulgar atau keterlaluan diluar norma-norma kehidupan akan merasa jijik melihat tingkah mereka. Tetapi Demagog menggunakan penghinaan ini untuk menunjukkan bahwa dia tidak akan dipermalukan atau diintimidasi oleh yang berkuasa.

Misalnya, Huey Long terkenal mengenakan piyama untuk acara yang resmi di mana orang lain mengenakan pakaian formal. Dia pernah berdiri "telanjang" di hotel suite ketika meletakkan hukum untuk pertemuan fuglemen politik. Long, semata-mata tertarik pada dirinya sendiri. Dia harus mendominasi setiap adegan yang ada di dalam dirinya dan setiap orang di sekitarnya. Dia sangat membutuhkan perhatian dan akan berusaha keras untuk mendapatkannya.

Dia tahu bahwa tindakan yang berani, meskipun itu memalukan bahkan biadab, bisa mengejutkan orang-orang sehingga mudah untuk dimanipulasi.

Dengan tindakannya tersebut, dia akan mendapatkan liputan pers, sehingga bisa menarik lebih banyak perhatian dari masyarakat untuk bergabung.

10. Penyederhanaan Yang Berlebihan

Mengkambinghitamkan adalah salah satu bentuk penyederhanaan yang berlebihan: menangani masalah yang sebenarnya rumit, yang membutuhkan penalaran dan analisis yang dalam, seolah-olah solusi dari permasalahannya sangat sederhana.

Misalnya, Huey Long mengklaim bahwa semua masalah ekonomi AS dapat diselesaikan hanya dengan "berbagi kekayaan". Hitler mengklaim bahwa Jerman telah kalah dalam Perang Dunia I hanya karena "Ada yang Menusuk dari Belakang".

11. Menyerang Media Massa

Karena informasi dari media massa dapat menggerogoti "mantra" para Demagog atas pengikutnya, para Demagog modern sering menyerang media massa yang menentang mereka secara gencar, mengklaim bahwa media massa tersebut secara diam-diam telah melayani kepentingan suatu kelompok.

Joe McCarthy menuduh Christian Science Monitor, New York Post, New York Times, New York Herald Tribune, The Washington Post, St Louis Post-Dispatch, dan tak terhitung media massa terkemuka Amerika lainnya menjadi "lembaran bagi partai Komunis" di bawah kontrol Kremlin.

Dari pengertian Demagog diatas, maka silahkan mencari tahu sendiri siapa sebenarnya yang menjadi demagog di tengah kita selama ini?
Agus Rudianto

Referensi:
- Demagogue - Wikipedia
- “DEMAGOG”, “PROVOKATOR”, dan “MOTIVATOR”- polkam.go.id

Minggu, 25 November 2018

BEDA LUPA DAN PIKUN

Selamat pagi semuanya....🌸☘Maaf baru saya balas pagi ini pak Yan, tadi malam terlalu capek utk menjelaskan.
Point yg mau saya garis bawahi adalah :
Penelitian membuktikan jika pelupa tanda kecerdasan.

Mungkin bisa benar tapi bisa tdk benar dan menyesatkan.
Salah satu teori mengatakan bawa  inteligensi itu terdiri dari 8-9 aspek/kemampuan.
Diantaranya adalah Pemahaman, pengambilan keputusan, Analisa-sintesa,  berhitung, berfikir logis, tiga dimensi, dan Mengingat atau MEMORI
Orang yg CERDAS atau bahasa asingnya SUPERIOR, memiliki aspek2 tsb pada level BAIK, bukan sekedar CUKUP. Salah satu aspek saja yg levelnya KURANG akan menurunkan TINGKAT kemampuan Intelektual seseorang. Dari CERDAS menjadi NORMAL atau Diatas rata-rata. Ini bukan Cerdas atau superior. Contoh konkritnya:
Level aspek Inteligensi biasa dikodekan dg angka (Data Ordinal). Kurang sekali (1), Kurang (2), Cukup (3), Baik (4), Baik sekali (5). Untuk dikatakan orang cerdas dibutuhkan  SEMUA aspek pada taraf minimum BAIK atau level minimum 4. Jadi kalau semua ada 9 aspek maka jumlahnya 9x 4 = 36.  Nah kalau orang pelupa atau pikun, level Memori/ingatannya itu kurang sekali (1) atau kurang (2). Walaupun 8 aspek lainnya Baik (4), 8x4=32, ditambah Memori 1 atau 2, TIDAK MUNGKIN jadi 36. Paling-paling jadi 33 atau 34. Orang tsb bisa dikatakan diatas rata-rata, tapi belum SUPERIOR atau CERDAS.
Memori ada 2 jenis, Short term memory dan long term memory. Short term memory (STM), hanya bisa menyimpan informasi dalam waktu singkat dan dalam jumlah yg terbatas. Informasi ini bila “diulang-ulang” akan dikirim ke Long term memory (LTM) utk disimpan. Bila tdk diulang maka informasi tsb hilang. LTM bisa menyimpan informasi dalam jangka waktu lama dan jumlah tdk terbatas. Namun bila informasi tsb tdk diulang maka dia akan “tidur lelap” susah dibangunkan. Tidak hilang. Ini disebut LUPA. Walaupun sulit bangun karena sdh ketumpukan info baru, tapi kemungkinan bangun itu masih ada. Jenis LTM pun beragam. Ingatan atau info ttg cara naik sepeda atau berenang itu hampir tdk pernah hilang walaupun jarang diulang. Sekali dicoba/dibangunkan akan aktif kembali. Kecuali kena trauma di kepala. Sedangkan Pikun itu, sebentar diberitahu/diberi informasi sdh lupa, maka prosesnya masih ada di STM, info cepat sekali hilang. Belum sempat dikirim ke LTM. Maka pada orang pikun baru saja diberitahu sdh lupa. Karena kemampuan menyimpan info makin rendah.
Begitu kira2 penjelasan ilmiahnya. Tentu saja tdk sesederhana itu. Terimakasih, maaf kalau kurang jelas.
Tambahan Informasi ttg Inteligensi yg saya anggap penting seperti yg diwanti-wanti dosen saya di Ausie.
Hati2 atau JANGAN GEGABAH mengatakan seseorang memiliki Inteligensi TIDAK NORMAL. Artinya bisa diatas Normal/Rata2, atau dibawah Normal/Rata2. Sama bahayanya!!!! Jadi mengatakan orang bodoh ataupun superior itu harus hati2. Karena biasanya taraf Inteligensi itu didapat dari hasil angka perolehan ketika tsb mengerjakan tes inteligensi. Orang dikatakan normal/rata-rata bila angka yg diperoleh itu antara 90-110. Artinya dibawah 90 bisa dikatakan dibawah rata2 atau tidak normal. Yg sering terjadi, psikolog dg entengnya mengatakan sso dg predikat bodoh atau IQ nya jongkok, karena angka yg diperoleh cuma 36 atau bahkan 0. Mana mungkin Sarjana atau Eselon 2 IQ nya jongkok serendah itu. Pastilah dia marah besar bila dikatakan seperti itu. Ukuran orang dg IQ normal secara mudah/sederhana, bila dia bisa menyelesaikan pendidikan SD- SMA kurang lebih selama 12-14 th. Kalau sarjana angka IQ nya rendah sekali itu berarti Idiot atau borderline. Kita semua tahu ciri orang2 yg idiot dari penampilannya. Mana mungkin karyawan eselon 3 atau 2 idiot?  Kesalahan perolehan angka rendah SERING KALI terjadi karena tester KURANG JELAS dalam memberi instruksi!!!!! Tes IQ adalah speed test, yg waktu pengerjaannya sangat cepat. Sdh ada ketentuan waktu utk mengerjakan tiap sub tes.  Ada yg cuma 3 menit bahkan 2,5 menit utk 15 soal. Bayangkan klo orang yg dites belum faham dg cara mengerjakan sub tes tsb, trus tes dimulai.... pasti IQ nya jongkok. Tester muda.... maaf, kurang memahami hal tsb, bahkan dg bangganya mengatakan “Saya hanya memberikan penjelasan satu kali”. Tester macam begini sebaiknya dipecat saja!! Membuat nama psikolog/sarjana psikologi jadi jelek. Dikatakan sebagai orang yg sok pintar, galak, sadis yg dg seenaknya menentukan nasib seseorang. Matur nuwun.

Sabtu, 24 November 2018

PERLAKUKAN USIA SENJA DENGAN BAIK

_*Novelis Tiong Hoa - Yang Jiang menuliskan puisi ini di usia 103 tahun. Beliau wafat usia 105, bulan Mei 2016 yg lalu :*_

_*Perlakukan Usia Senja Dengan Baik*_

_*Musim berganti, tak terasa kita memasuki usia senja*_

_*Sejak tangisan pertama waktu lahir ke dunia hingga rambut berubah putih, beban perjalanan hidup kita dipenuhi aneka pengalaman duka & suka,  pahit & manis, naik & turun. Selanjutnya, bagaimana kita bisa berbahagia di usia senja bergantung pada kondisi fisik & mental kita*_

_*Kebanggaan & kekecewaan hidup sudah ada di belakang kita. Dan sekarang kita melanjutkan hidup keseharian dengan segala rutinitasnya...*_

_*Jika kita pernah memimpikan kemewahan hidup dunia, kini kita menyadari bahwa kehidupan terindah & paling berbahagia adalah memiliki pikiran yang tenang & hati yang tentram*_

_*Tak perlu bingung menunggu kunjungan anak cucu. Mereka memiliki kehidupan pribadi yg harus diurus. Mereka seperti gasing yang tak berhenti berputar. Terjepit antara orang tua & anak2. Yang tua seperti matahari senja, yang muda bak matahari pagi. Dan tentu saja yg muda lebih mendapatkan banyak perhatian. Itu sudah hukum alam. Itulah siklus perjuangan hidup anak manusia yang tak seorangpun bisa menyangkalnya. Ingatlah bahwa anak2 kita selalu lebih sibuk daripada kita*_

_*Dalam hidup entah sebagai suami & istri, atau orangtua & anak. Entah harmonis & intim atau tidak. Masing2 unik & memiliki hidupnya sendiri. Karena itu kita harus belajar mengatasi kesepian dengan menemukan cara menghibur & menyemangati diri sendiri ketika merasa sendirian*_

_*Dalam mencapai usia senja, kita memiliki harga diri & kemurahan seperti siklus 4 musim. Masing2 memiliki keindahan & kebaikannya sendiri. Tersenyum & nikmatilah tiap fase kehidupan...*_

_*Usia senja adalah awal fase hidup yg baik. Tenang, damai, tidak terburu-buru & sukacita. Kita harus mempertahankan damai sejahtera, tidak terlalu menuntut, lebih legowo & pemaaf. Jangan terlalu GR jika diperhatikan ataupun diacuhkan. Tetap tinggal atau berangkat pergi tidak masalah. Tetaplah tersenyum ketika menyambut hari yg baru & berlakulah baik pada diri sendiri*_

_*Jujur & tulus membuat persahabatan langgeng. Jangan mengharapkan balas budi atas apa yg diberikan pada orang lain. Membahagiakan orang adalah prestasi hidup yg besar bukan ?*_
💐🙏

Bio: https://en.m.wikipedia.org/wiki/Yang_Jiang

Kamis, 22 November 2018

KEPASTIAN HUKUM PPPK

Kepastian Hukum PPPK dalam Sistem ASN
Fadhel Maulana Ramadhan, S.H.
Setelah lebih dari 16 (enambelas) tahun akhirnya Pemerintah melakukan perubahan
dalam pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu perubahan besar ialah mengenai
pembagian jenis kepegawaian yang menjadi salah satu terobosan yang dilakukan oleh
pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan pasal 6 dan 7 UU No. 5 Tahun 2014, ASN terbagi menjadi dua jenis
Kepegawaian yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional dan PPPK
(Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang diangkat sebagai pegawai dengan
perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi
Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang.
PPPK lahir sebagai jawaban dari kebutuhan yang mendesak akan sumber daya
manusia mumpuni dan profesional yang selama ini kompetensinya mungkin tidak banyak di
dapatkan pada PNS. PPPK yang berlatar belakang profesional dianggap mampu
menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus secara cepat dan tuntas
sehingga ketika pekerjaan yang ditangani tersebut selesai maka kontrak PPPK pun dapat
selesai, dengan demikian pemerintah tidak punya beban yang terlalu berat dalam
menanggung aparaturnya.
Sayangnya PPPK yang dianggap sebuah inovasi kebijakan ini menimbulkan banyak
kerancuan. Munculnya istilah PPPK sendiri telah banyak menimbulkan perdebatan dan
diskusi kritis di kalangan pemangku kebijakan, pengelola kepegawaian, akademisi, dan
masyarakat. Mengingat kehadiran PPPK ini dianggap tidak lahir pada sesuatu tempat yang
dapat disebut sebagai hal baru.
Kebimbangan arah kebijakan PPPK
Banyak yang mengasumsikan bahwa sebenarnya kehadiran PPPK tidak lebih dari
“mengganti baju” istilah Pegawai Tidak Tetap, Pegawai Honorer, atau Staf Kontrak yang
selama ini banyak dipakai oleh instansi baik di pusat maupun di daerah untuk memenuhi
kebutuhan akan sumber daya manusianya dengan cepat.

PPPK KEDEPAN

Dari pengalaman selama menjadi konsultan menghitung beban kerja PPPK dan menenrukan upah berdadarkan analisis beban kerja, maka yang perli diperrimbangkan adalah lamanya mwreka bertugas sebagai balas jasa pengabdianya.
Dengan kerja tanpa pola karier yang jelas hanya ikatan kontrak maka PPPK belum bisa diandalkan untuk bekerja meraih mada depan yang lebih baik dan lebih sejahtera

POLITIK TRIVITALITAS

Kompas, Kamis, 22 November 2018.


Perkembangan politik kita kian tak bermutu. Antara persoalan dan jawaban tak lagi bersambung. Bangsa ini dirundung banyak masalah fundamental yang memerlukan jawaban substantif secara berkesinambungan. Namun, sepak terjang politik kita malah kian terperangkap di keriuhan remeh-temeh dalam ritual pemilihan lima tahunan dengan daya rusak yang berkelanjutan.

Titik rawan dunia politik kita bisa dilihat dari tiga faktor utama yang menentukan daya sintas negara-bangsa (peradaban): faktor mental-spiritual, faktor institusional-politikal, faktor material-teknologikal. Ranah pertama lazim disebut ranah budaya, sedang ranah kedua dan ketiga lazim disebut ranah peradaban.

Penjelasan tentang ranah mental-spiritual bisa meminjam argumentasi dari Arnold Toynbee dan Oswald Spengler. Dalam pelacakannya terhadap faktor kebangkitan dan kejatuhan sekitar dua puluhan peradaban, Toynbee mengaitkan disintegrasi peradaban dengan proses melemahnya visi spiritual peradaban tersebut. Hal senada dikemukakan oleh Spengler. Bahwa kemunduran peradaban (Barat) disebabkan oleh pudarnya “jiwa” budaya (spirit, etika, mindset) yang menjadi elan vital peradaban.

Penjelasan tentang ranah institusional-politikal antara lain dikemukakan oleh Daren Acemoglu dan James A. Robinson. Dalam karya bersamanya, Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity and Poverty (2012), ditengarai bahwa sebab pokok kegagalan suatu negara-bangsa bukan karena kurang adidaya atau sumberdaya, melainkan karena salah urus, alias salah desain kelembagaan dan tata-kelola pemerintahan.

Penjelasan tentang ranah material-teknologikal diajukan oleh banyak pemikir. Menurut Karl Marx, ide dan peradaban dari suatu kelompok yang dominan dalam penguasaan ekonomi dan teknologi akan kuat mempengaruhi ide dan peradaban kelompok lain. Bagi Toynbee, kedatipun visi spiritualitas merupakan perisai terdalam dari ketahanan suatu peradaban, hanya peradaban yang kuat penguasaan teknologinya yang mudah mempengaruhi peradaban lain. Lebih dari itu, para pemikir utilitarian seperti Jeremy Bentham menekankan pentingnya kesejahteraan umum (the greatest happiness of the greatest number) sebagai basis keutuhan dan kebajikan publik.

Visi Pancasila telah mengantisipasi ketiga ranah tersebut. Ranah mental-spiritual (kultural) basis utamanya adalah sila pertama, kedua, dan ketiga. Ranah institusional-politikal basis utamanya sila keempat. Ranah material-tenologikal basis utamanya sila kelima.

Pengembangan mental-spiritual diarahkan untuk menjadi bangsa yang berkepribadian dengan daya-daya spiritualitas yang berperikemanusiaan, egaliter, mandiri, amanah dan terbebas dari berhala materialisme-hedonisme; serta sanggup menjalin persatuan (gotong-royong) dengan semangat pelayanan (pengorbanan).

Pengembangan institusi sosial-politik diarahkan untuk menjadi bangsa yang berdaulat dengan demokrasi yang bercita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat-kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-institusi demokrasi yang dapat memperkuat persatuan (negara persatuan) dan keadilan sosial (negara kesejahteraan).

Pengembangan material-teknologikal dirahkan untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berkesejahteraan umum dengan mewujudkan perekonomian merdeka, berlandaskan usaha tolong-menolong, disertai pengusaan negara atas “karunia kekayaan bersama” (commonwealth); seraya memberi nilai tambah atas karunia yang terberikan dengan input pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan ketiga ranah tersebut memerlukan keandalan tiga agensi sosial: rejim pendidikan dan pengetahuan, rejim politik-kebijakan, rejim ekonomi-produksi. Dalam konteks persoalan Indonesia hari, ketiga rejim mengemban prioritas tugas sebagai berikut.

Prioritas rejim pendidikan dan pengetahuan adalah membenahi aspek mental-spiritual dengan merevitalisasi pendidikan budi pekerti, terutama pada tingkat pendidikan dasar. Pendidikan budi-pekerti mengupayakan bersatunya pikiran, perasaan dan tekad-kemauan manusia yang mendorong kekuatan tenaga yang dapat malahirkan penciptaan dan perbuatan yang baik, benar dan indah. Dengan pendidikan budi-pekerti diharapkan mampu melahirkan generasi baru Indonesia yang berkarakter dan kreatif.

Prioritas rejim politik-kebijakan adalah menata ulang sistem demokrasi dan pemerintahan dalam kerangka memperkuat persatuan nasional dan keadilan sosial. Demokrasi padat modal harus dihentikan, otonomi daerah harus ditata ulang, haluan negara harus dihidupkan, sistem perwakilan harus lebih inklusif dengan memulihkan eksistensi majelis permusyawaratan bersama yang mengakomodasi liberal-individual rights (DPR), communitarian rights (utusan golongan) dan territorial rights (utusan daerah), serta memperkuat rejim negara kesejahteraan yang bersemangat gotong-royong.

Priotitas rejim ekonomi-produksi adalah mengembangkan semangat tolong-menolong (kooperatif) dalam perekonomian. Jangan sampai mata rantai produksi dari hulu ke hilir terkonsentrasi di satu tangan. Inklusi ekonomi juga bisa didorong melalui pengembangan penguasaan teknologi berbasis potensi dan karakterististik keindonesiaan. Untuk itu, pengembangan teknologi harus beringsut dari lembaga riset negara menuju ranah industri-perusahaan; terintegrasi ke dalam sektor produktif.

Perhatian terhadap tiga ranah dan tiga agensi sosial utama tersebut merupakan pertaruhan nasib negara-bangsa di masa depan. Sayang sekali, semua itu cenderung luput dari agenda kontestasi politik, tenggelam di bawah gunungan sampah kebohongan dan pertikaian.
Yudi latif.
Aliansi kebangsaan

Sabtu, 17 November 2018

GEOPOLITIK CHINA DI BALI



*MEMBACA JARINGAN CHINA DI BALI DARI PERSPEKTIF GEOPOLITIK*

Kajian (ilmu) geopolitik senantiasa melihat persoalan negara dari 4 (empat) dimensi yang meliputi teori ruang (living space) atau lebensraum, dimensi frontier, dimensi keamanan negara dan bangsa, serta dimensi politik kekuatan atau sering disebut power concept. Secara singkat dan sederhananya dalam praktik (geo) politik, empat dimensi di atas artinya "pintu masuk." Pintu masuk untuk kemana? Kolonialisme! Ini memang sisi lain dari sebuah geostrategi. Pertanyaan kenapa geostrategi terkait dengan dimensi ---pintu masuk--- dalam pergeopolitikan .

Cluenya adalah, ruang adalah inti geopolitik, begitu kata Ratzel dan Haushofer. Apapun dimensi yang dipakai oleh kaum kolonial, poin inti yang ingin direbut adalah ruang, baik ruang secara fisik yaitu teritorial maupun ruang dalam arti nonfisik seperti pengaruh, sphere of influence, hegemoni dan lain-lain.

Amerika Serikat (AS) dan sekutu, misalnya, ketika mereka mengkoloni Afghanistan dan Irak dahulu, pintu masuknya adalah (dimensi) power concept dengan militer di depan. China pun demikian, ketika merambah ke negara-negara Afrika terutama Angola, Zimbabwe dll juga melalui power concept tetapi dari sisi (investasi) ekonomi yang didepan ---bukan militer--- bermodus debt trap. Jebakan hutang. Atau contoh lain lagi, lepasnya Sipadan Ligitan dari NKRI tempo doeloe, salah satunya akibat menebalnya frontier (batas imajiner antara pusat dan daerah akibat pengaruh asing) di wilayah perbatasan serta pembiaran berlarut oleh pusat terhadap frontier tersebut. Lazimnya pengaruh asing bermula dari ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob), dan jika frontier tadi tidak dilakukan antisipasi maka dapat berujung ke aspek politik dan lain-lain.

Berbeda dengan Irak, Afghanistan, Angola dll yang dirambah kolonialis melalui power concept, nah -- lepasnya Sipadan Ligitan dari pangkuan Ibu Pertiwi justru melalui (dimensi) frontier. Ya. frontier berjalan senyap, tanpa letusan peluru dan tak ada asap mesiu.

Sebagaimana diulas sekilas di atas, frontier adalah batas imajiner antara pusat dengan daerah akibat pengaruh asing. Awal pengaruh adalah ekosob. Contohnya, secara faktual bahwa di perbatasan kini lebih dominan budaya Malaysia daripada Indonesia, atau chanel TV dan/atau frekwensi radio lebih (kuat) condong dari negeri sebelah, atau lapangan pekerjaan justru menjanjikan di luar, atau alat transaksi di perbatasan Indonesia-Malaysia menggunakan ringgit ---uang Malaysia--- bukannya rupiah, termasuk distribusi sembako, minuman kaleng dll berasal dari Malaysia dst. Artinya, jika suatu daerah terdapat frontier kemudian ada pembiaran oleh pemerintah daerah setempat (dan pusat) tanpa langkah-langkah antisipasi sama sekali, kelak bila dipicu oleh peristiwa politik ---referendum, atau sengketa hingga ke Mahkamah Internasional--- maka daerah tersebut niscaya lepas. Sipadan Ligitan adalah pengalaman pahit akibat pembiaran frontier oleh pusat.

Merujuk hal-hal di atas, hari ini, kita saksikan Gubernur Wayan Koster secara cerdas lagi berani mengantisipasi terbentuk dan menebalnya frontier di Bali. Pasalnya, jaringan China yang tengah menebalkan frontier melalui bisnis parawisita dan segmen ikutan lainnya seperti resto, penginapan, angkutan, dst --- dikikis habis. Ditutup total oleh Koster baik yang legal (berizin) apalagi ilegal. Kenapa demikian, bahwa praktik pariwisita yang dijalankan jaringan China tersebut terendus "tidak sehat", selain transaksi di semua segmen menggunakan mata uang (Yuan) China, termasuk penggunaan e-money tanpa melalui bank-bank di Bali, juga menggunakan wechat, transaksi online langsung ke China. Hal ini merupakan potret bahwa terbangun frontier oleh jaringan China. Melayani transaksi antar mereka sendiri, membuat jalur sendiri Bali - China, dan lain-lain.

Jadi, membanjirnya turis dari China tetapi tidak ada kontribusi sama sekali untuk Bali dan masyarakat. Rakyat cuma menonton. Uang hanya berputar di kalangan mereka sendiri bahkan kembali ke negara mereka, China.

Dalam perpektif geopolitik, apa yang terjadi di Bali merupakan ujud asymmetric warfare yang dilancarkan asing berpintu frontier ---salah satu dimensi geopolitik--- menebalkan batas imajiner antara pusat dengan daerah melalui pengaruh ekosob.

Bravo Pak Gubernur Bali, semoga langkah ini merupakan kontra skema atas tebaran frontier yang dilakukan China di tanah air. Sekiranya semua daerah agar waspada atas praktik-praktik frontier dengan berbagai cara dan modus.

Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak kembang sore dan bunga-bunga sedap malam....

Terima kasih.

Minggu, 11 November 2018

KOMITE INVESTIGASI NEGARA (KIN)

Dengan adanya pengaruh globalisasi akan membawa dampak bagi kehidupan  bangsa dan negara Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif atau negatif di berbagai aspek kehidupan seluruh lapisan masyarakat, seperti kehidupan dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam akan berdampak kepada nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Pembangunan nasional Indonesia ialah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya. Pengaruh globalisasi yang negatif antara lain munculnya Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan (ATHG) terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan tersebut cerminan kehendak terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia  secara  adil  dan merata serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara  yang maju serta demokratis berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan nasional tidak dapat ditawar lagi.
Sebagian masyarakat Indonesia ada yang peduli untuk berjuang membela negara dengan setulus hati guna mengisi dan mensukseskan pembagunan nasional. Komite Investigasi Negara (KIN) adalah suatu wadah yang menampung serta menyalurkan aspirasi perjuangan mereka kejalan yang benar sesuai dengan visi dan misi KIN serta undang-undang sebagai dasar untuk melakukan investigasi terhadap Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan (ATHG) secara profesional dan berkualitas yang hasilnya akan diserahkan kepada negara/pemerintah melalui Instansi Pemerintah untuk ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.
Anggota Komite Investigasi Negara (KIN) adalah warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan tertentu dan ingin mengabdi, berjuang secara suka rela untuk kepentingan negara tanpa pamrih sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Komite Investigasi Negara (KIN) dalam melaksanakan tugas secara profesional, berdasarkan Pancasila dan Undang- undang yang berlaku, bersifat independen dan tidak menggunakan anggaran APBN dan berkoordinasi dengan instansi terkait.
Diharapkan dengan lahirnya KIN mampu menginvestigasi Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan (ATHG) secara profesional sehingga dapat dipergunakan untuk meng-eliminir Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan (ATHG) yang membahayakan eksistensi negara dan pembangunan nasional. Selain itu Komite Investigasi Negara (KIN) juga ikut membantu pemerintah dalam mensukseskan pembangunan nasional seutuhnya yang bersih dan berwibawa dalam kerangka NKRI.
Tidak lupa kami juga menyampaikan banyak terimakasih kepada berbagai pihak, khususnya kepada Dirjen Pothan Kemhan atas bimbingan dan pengarahan dalam rangka penyusunan Komite Investigasi Negara (KIN).
Jakarta, 24 Maret 2017

Rabu, 07 November 2018

PANCASILA: DARI PUNCAK KEJAYAAN MAJAPAHIT HINGGA PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945

*PANCASILA: DARI PUNCAK KEJAYAAN MAJAPAHIT HINGGA PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945*


Secara etimologis, kata "Pancasila" berasal dari bahasa Jawa kuno, yang sebelumnya diserap dari bahasa Sanskerta dan Pali, yang artinya "sendi dasar yang lima" atau "lima dasar yang kokoh". Mula-mula kata "sila" dipakai sebagai dasar kesusilaan atau landasan moral Buddhisme, yang memuat lima larangan.

Sebagaimana disebutkan dalam Tipitaka, kelima sila itu dalam bahasa Pali adalah sebagai berikut:

1. _Pānātipātā veramani sikkhapadamsamādiyāmi_ (Aku melatih diri untuk menghindari pembunuhan);
2. _Adinnādānā veramani sikhapadam samādiyāmi_ (Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan);
3. _Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi_ (Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila);
4. _Musāvāda veramani sikhapadam samādiyāmi_ (Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar, berdusta, atau memfitnah).
5. _Surāmeraya majjapamādatthān veramani sikkhapadam samādiyāmi_ (Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan).

Dalam makna "lima dasar moral" yang harus dijatuhi tersebut, maka istilah Pancasila di negara kita sudah kita kenal sejak zaman Majapahit. Istilah ini dijumpai baik dalam karya Mpu Tantular dalam bukunya *"Kekawin Sutasoma"* (ditulis tahun 1384 M), maupun karya Mpu Prapanca yang ditulis sebelumnya dalam sastra pujanya yang berjudul *"Kekawin Negara Krtagama"* (ditulis tahun 1367 M).
Jadi, kedua pujangga itu hidup pada masa puncak kejayaan Majapahit, yang dikenal sebagai negara nasional ( _Nasionale Staat_ ) yang kedua, yaitu setelah kedatuan Sriwijaya dan sebelum Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam *Kekawin Sutasoma*, istilah Pancasila disebutkan 2 kali, yaitu dalam _seloka-seloka_ suci yang dalam bahasa Jawa kuno bunyinya:

*Bwat Bajrayana Pancasila ya gegen den teki hawya lupa!*
Artinya: "Bagi yang mengikuti vajrayana, Pancasila harus dipegang teguh, jangan sampai dilupakan" (Sutasoma 145:2).

Dalam _pupuh_ lain dari _Kekawin_ yang sama, Mpu Tantular mencatat pula:

*Astam sang catursrameka tarinen ring Pancasila Krama!*
Artinya: "Wajibkanlah kepada semua anggota catur asrama supaya Pancasila dijalankan secara teratur" *(Sutasoma 4:4).*

Selanjutnya, dalam *Kekawin Negara Krtagama*, kata Pancasila dijumpai dalam _seloka_ yang berbunyi:

*"Yatnagegwani Pancasila krtasangskara bhisekakrama".*
Artinya: "Sang Raja selalu waspada dan teguh memegang Pancasila, berlaku mulia, dan menjalankan upacara agama" *(Negara Krtagama 43:2).*


*PANCASILA DIGAUNGKAN KEMBALI DALAM PIDATO BUNG KARNO, 1 JUNI 1945.*

Dalam pidatonya tanpa teks di depan sidang _Dokuritsu Zunbi Tyusakai_ (Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan), Bung Karno menggaungkan kembali Pancasila sebagai nama dasar negara kita, untuk memenuhi pertanyaan Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, yaitu apa dasarnya Indonesia merdeka yang akan didirikan.

Menurut Bung Karno, yang diminta dr. Radjiman tidak lain adalah *_Welthanchauung_* atau *_Philosofische Gronslag_* (Dasar Filsafat) yang di atasnya Negara Indonesia merdeka akan didirikan. Dalam pidato yang akhirnya dikenal sebagai "Lahirnya Pantja-Sila" itu, Bung Karno mengusulkan dasar-dasar sebagai berikut:

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Istilah Pancasila diusulkan oleh Bung Karno dalam pidatonya yang bersejarah itu, pada tanggal 1 Juni 1945.

"Sekarang", kata Bung Karno, "banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi", yang disambut dengan tepuk tangan riuh.

Setelah melalui proses perumusan ulang, pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945 tersebut, kemudian dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea 4, yang lengkapnya berbunyi:

1. Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


*MENGAPA MAJAPAHIT MENJADI SUMBER INSPIRASI, BUKAN BUGIS, BANTEN ATAU MATARAM?*

Dalam pidato "Lahirnja Pantja-Sila", Bung Karno menekankan bahwa kita adanya dua kali mengalami _Nationale Staat_, yaitu di zaman Sriwijaya dan Majapahit. Selain kedua negara itu, kita tidak mengalami negara nasional. Bung Karno memberi contoh, Mataram, Pejajaran, Banten, dan Bugis adalah negara-negara berdaulat, negara-negara merdeka, tetapi bukan negara nasional.
Itulah sebabnya para pendiri bangsa, banyak terinspirasi oleh Majapahit. Dari Majapahit kita mengambilalih istilah Pancasila sebagai nama Dasar Negara, salam nasional kita "Merdeka", dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai "sesanti" dalam lambang negara kita.

Demak, Mataram, Bugis, Banten tidak pernah berhasil mempersatukan Nusantara, karena landasan dalam bina negara bukan sebuah "welthansauung" dari semua, oleh semua dan buat semua, melainkan berasas primordialitas agama tertentu. Terbukti bahwa sistem teokrasi atau negara agama, tidak pernah bisa mempersatukan Nusantara yang sangat majemuk.

Selanjutnya, sama-sama negara nasional yang wilayahnya bahkan lebih besar dari NKRI sekarang, mengapa para pendiri bangsa lebih terinspirasi oleh Majapahit, bukan Sriwijaya? Dasar negara kita, misalnya, namanya tidak diambil dari Sriwijaya? Saya pernah menyampaikan hal ini kepada Pak Taufiek Kiemas (almarhum), ketika empat pilar MPR pertama digagas, dan pada waktu itu saya sebagai salah satu narasumber. Faktanya, dokumentasi tertulis Sriwijaya tidak selengkap Majapahit, yang telah mengabadikan prinsip-prinsip kehidupan bina negara dalam sejumlah prasasti, lontar-lontar perundang-undangan, dan sejumlah besar karya sastra yang sampai sekarang masih dibaca dan terus dilestarikan di pulau Bali.

"Mungkin karena itu Ibu Mega sangat mencintai Bali, Pak", kata saya dalam obrolan singkat, sebelum saya mempresentasikan makalah "Bhinneka Tunggal Ika: Sejarah, Filosofi dan Relevansinya". Semua peninggalan sejarah itu tidak ada lagi di Jawa, tetapi justru diwariskan utuh-utuh kepada kita dari Pulau Dewata. Orang Jawa tidak lagi berbicara dalam bahasa Jawa kuno, tetapi di Bali bahasanya Mpu Tantular dan Mpu Prapanca ini masih dilestarikan dalam bentuk sastra kekawin.

Ada yang mengatakan bahwa "teman ahli bahasa" yang dimaksud Bung Karno dalam pidatonya itu Pak Yamin. Tetapi yang lain bilang Ida Bagus Sugriwa, salah seorang putra Bali yang turut dalam sidang-sidang menjelang kemerdekaan RI. Baik Profesor Yamin maupun Ida Bagus Sugriwa adalah dua orang yang agaknya berdiskusi dengan Bung Karno, yang disebut ya "seorang teman ahli bahasa".

Meskipun Yamin adalah seorang putra Minang, namun sebagai ahli kebudayaan dan bahasa, dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit. Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Yamin yang mula-mula menyebut ungkapan "Bhinneka Tunggal Ika", I Gusti Bagus Sugriwa yang duduk di sampingnya spontan melengkapi sambungan ungkapan itu “Tan hana dharma mangrwa" (Tidak ada kebenaran yang mendua).
Keakraban keduanya seperti tampak dalam penggalan catatan sejarah di atas, membuktikan bahwa kedua sahabat Bung Karno ini memang sangat mendalami karya-karya Jawa kuno. Lebih-lebih Ida Bagus Sugriwa, sebagai putra Bali dari Buleleng, menjadi saksi hidup bahwa di Bali istilah-istilah seperti Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Mahardhika, dan sebagainya, adalah ungkapan-ungkapan yang masih hidup, dihayati, dan dilestarikan selama berabad-abad melalui sastra Kekawin. Bali adalah museum hidup Majapahit yang masih tegak berdiri sampai hari ini.

Selain naskah Leiden, sumber rujukan lontar Sutasoma yang banyak menginspirasi para bapa bangsa di awal kemerdekaan, yang mungkin dibaca saat itu. Jadi, sangat mungkin sebelum mengucapkan pidatonya, Bung Karno mendiskusikannya dengan Yasin dan Ida Bagus Sugriwa.

Majapahit menjadi inspirasi para bapa bangsa, bukan hal yang kebetulan. Negara nasional Kedua ini tidak hanya memberikan kebanggaan sebagai inspirasi untuk menghadirkan keagungan sejarah yang pernah ada, tetapi juga telah memberikan model dalam mengelola warisan pluralisme bangsa. Jadi, bukan hanya istilahnya yang kita warisi, tetapi pemikiran filsafat kenegaraan yang dibangun di atas jiwa merdeka yang terbuka, toleran, bahkan secara aktif berbagi dalam kebersamaan untuk merenda masa depan bangsa dan umat manusia.

Selamat memperingati Hari Lahirnya Pancasila! *

MERDEKAAAA !!
disadur dari tulisan Dr Bambang Noorsena

MENGENAL GEOPOLITIK

Dalam mengamati perkembangan politik internasional sering kali kita jumpai kata “Geopolitik”. Dengan tidak bersusah payah lantas kita menjurus terminologi geopolitik dengan posisi geografi negara-negara dan harga tawar masing-masing dalam percaturan politik internasional.
Di negara-negara anglosaxon perkembangan geopolitik perjalanannya tersendat-sendat dan merupakan sub bahkan sub dari subnya ilmu hubungan internasional. Sedangkan di eropa daratan tradisi para peneliti hubungan internasional telah mengembangkan geopolitik menjadi ilmu terapan baru yang merupakan pengembangan dari cabang ilmu hubungan internasional, menariknya walau pun lapangan penelitian dan objek penelitiannya adalah situasi politik internasional, geopolitik ditampung dan dikembangkan oleh para ahli ilmu geografi.
Bukan murni dari cabang ilmu hubungan internasional. Situasi ini tampaknya dapat dijelaskan dengan melihat  sejarah perjalanan ilmu hubungan internasional ketika munculnya para behavioralis yang percaya bahwa mengamati fenomena internasional tidak cukup bergantung pada pisau analisa yang disediakan ilmu hubungan internasional, hingga perlu adanya perkawinan masal antara ilmu hubungan internasional dengan ilmu-ilmu lainnya, gelombang percampuran keilmuan ini dilakukan pada pertengahan tahun 60 an dan puncaknya awal tahun 70 an.
Geopolitik yang mempunyai empat konsepsi dasarnya yaitu, konsepsi ruang, konsepsi frontier, konsepsi kekuatan politik dan konsepsi keamanan bangsa, mengalami sejarah panjang dalam perkembangannya, sudah dimatikan berkali-kali sebagai ilmu tapi dia selalu hidup kembali. Akhirnya, geopolitik menjadi term yang hanya digunakan dalam dunia jurnalistik untuk menghantar reportase kondisi percaturan dan persaingan politik internasional.
Geografi Politik
Di awali dengan konsepsi Geografi politik yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli geografi lulusan sekolah farmasi, Friedrich Ratzel pada pertengahan abad ke 19. Sebagai peneliti dalam bidang farmasi, dirinya terinspirasi oleh karya-karya yang menjelaskan hubungan antara alam dengan makhluk hidup, terutama Darwin dan Alexandre Von Humboldt. Dalam pendekatannya dia sangat mempertimbangkan hubungan dan pengaruh antara milieu atas negara sebagai satu kesatuan yang hidup. Ide ini dikemukakannya dalam jurnal Anthropo-geographie, dua kali di tahun 1882 dan 1891. Lalu pada tahun 1897 dia makin memantapkan ide-idenya dengan menuliskannya dalam sebuah buku yang berjudul Politische Geographie.
Buku yang akhirnya dianggap sebagai pondasi dari disiplin ilmu geografi politik (Michel Korinman,1990) ini diperuntukkan bagi para pengambil keputusan politik, pemerintah dan terutama bagi para pemimpin Jerman dan bagi dirinya seorang nasionalis anggota dari Liga Pangermaniste. Ratzel menegaskan dalam bereaksi atas keputusan-keputusan yang akan dibuat harus menggunakan intelektualitas yang dibutuhkan secara efektif dan selalu melihatnya atas ruang-ruang (space). Akhirnya dengan formulasi dan typologi yang diraciknya maka Geografi Politik Ratzelian menjadi studi tersendiri dari ilmu geografi dengan negara sebagai objeknya. Terutama teori-teorinya yang normatif  menjadi fondament dari studi spasial dan politik (Raffestin, 1995 dan Rossier, 2003).
Geopolitik
Dalam perkembangannya geografi politik terus mendapatkan anti tesis dan kritiknya, sehingga muncullah term geopolitik. Ditandai dengan pemikiran seorang neo-logisme geopolitik dari universitas Swedia, Rudolf Kjellen, dalam artikelnya yang muncul dalam jurnal Ymer terbitan 1916, Staten som Lifsform (Negara sebagai Sesuatu yang Hidup), berbicara tentang frontier negaranya dengan mengilustrasikan pengaruh antara ide-ide Darwin dan Ratzel.
Konsepsi awal geopolitik Robert Kjellen (1844-1904) sebagai seorang ahli biologi, mengatakan bahwa dunia ini seperti organisme yang hidup, dengan konsekuensi apa yang terjadi di salah satu ujung dunia pasti akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung di ujung dunia lainnya, dan bahkan di seluruh lipatan dunia. Geo berarti “la terre-notre planet” (bumi kita) dengan ruang dan waktu, sementara Politik mewakili “le vivre ensemble” (hidup bersama) dengan interaksi sebagai aksi dari dan reaksi pada aktifitas dalam ruang hidup.
Jadi geopolitik adalah interaksi antara manusia dengan ruang, ruang hidupnya.
Bahwa dunia itu adalah satu kesatuan sebagai organisme yang saling berinteraksi berdasarkan ruang dan waktu berdasarkan kepentingan. Singkatnya geopolitik mempunyai tiga kata kunci, yaitu ruang, manusia dan interaksi. Dan dalam perkembangannya dilanjutkan oleh Karl Haushofer yang menformulasikan metode geopolitiknya.
Dengan latar belakang keturunan aristokrat bavaria yang hidup dalam tradisi kalangan konservatif, dan mantan tentara yang bertugas sebagai atase militer dalam kedutaan besar Jerman di Tokyo, Haushofer dikenal sebagai diplomat sekaligus ahli geopolitik dan strategi (Claval, 1994).
Setelah perang dunia pertama, dengan pangkat kolonel, Haushofer meninggalkan dunia militer, dan pada tahun 1923, dia menerbitkan Zeitschrift für Geopolitik (Jurnal Geopolitik), berbeda dengan Ratzel yang sangat dikritiknya walau sama-sama nasionalis yang mencita-citakan bangsa Jerman bersatu, dia lebih menekankan pada studi tentang distribusi kekuasaan negara atas kontinen dengan seluruh keadaannya (tanah, daratan, cuaca dan sumber daya) dimana kekuasaan memainkan peran di dalamnya, dan di sisi lain geopolitik memberikan objek aktifitas politik di dalamnya.
Singkatnya geopolitik menarik perhatian Nazi dan kemudian mengembangkan konsep-konsep Geopolitik Haushofer yang lebih dikenal dengan Geopolitik saja. Haushofer pun harus kehilangan Zeitschrift nya -yang kemudian menjadi semacam pusat pengembangan analisa geopolitik Nazi- karena istrinya seorang yahudi yang bersama anaknya menentang Hitler. Walau kemudian Haushofer bunuh diri pada tahun 1946, Geopolitik tetap menjadi pegangan IIIrd Reich  untuk mencapai tujuan-tujuan dari mimpi idiologinya.
Setelah perang dunia kedua, karena kejelasan hubungan antara Nazisme dan Geopolitik sekaligus geopolitik dikenal sebagai alat analisa yang kuat dalam menjelaskan konsep-konsep kenegaraan dan kewilayahan. Geopolitik disalahkan sebagai ilmu yang membantu Nazi dalam menginvasi negara-negara sekitarnya. Sehingga term Geopolitik dicap membawa nilai-nilai negatif, dan sejurus perkembangannya ilmu ini hanya sekadar dikenal dalam sub-ilmu hubungan internasional (Forest L. Grieves, 1977). Lebih ektrem lagi, pertanyaan tentang teritorial menjadi sangat rahasia, hanya menjadi diskursus dalam sekolah-sekolah militer atau bahkan hanya dibicarakan di lingkaran elit kekuasaan. Mempelajari Geopolitik sama saja mempelajari moral dan filsafat ilmu ini yang sangat agresif.
Namun pada akhir tahun 1970, term Geopolitik diperkenalkan secara resmi kembali oleh Sekretaris Negaranya Presiden Nixon, Henry Kissinger, dalam konferensi pers di depan Dewan Pers Nasional, bulan Januari 1977, beberapa waktu setelah perjalanan ke Brasil dan hasil diskusi dengan Jendral Golbery de Couto e Silva (Foucher, 1991).
Karena Jendral de Couto e Siva sebenarnya telah membangun pusat studi geopolitik Brasil sejak tahun 1967. Hingga dalam jumpa pers Kissinger merasa khawatir dengan pusat studi yang dibangun oleh koleganya tersebut.
Dan di awal tahun 1960an (disaat bersamaan) para pemikir dari Sorbonne mengembangkan kembali ilmu ini.
Walau awalnya Kissinger menggunakan term Geopolitik untuk menggarisbawahi dimensi negatif, tetapi pada kenyataannya dia telah kembali memperkenalkan konsep ini sebagai alat untuk memediasi situasi pada saat itu. Munculnya term Geopolitik membuat perdebatan dikalangan ilmuwan selama bertahun-tahun yang akhirnya membuat Geopolitik menjadi berkembang, salah satu usaha untuk memperbaiki nama Geopolitik dilakukan oleh Yves Lacoste pada tahun 1975 dengan membuat Jurnal Geopolitik, Herodote, yang terus terbit sampai saat ini untuk membawa ilmu ini ke dalam kampus.
Perkembangan Geopolitik Maritim
Yang dikenal sebagai seorang ahli geopolitik maritim pertama adalah Alfred Thayer Mahan (1840-1941), perwira naval Amerika dengan teorinya sea power. Awal proses penulisan karyanya yang menjadi rujukan penguasaan teritorial melalui laut ini, didasarkan atas keingintahuan Mahan atas perbedaan besar antara Inggris dan Prancis, kedua negara besar yang menguasai masing-masing hampir separuh dunia dan berperang antara keduanya. Inggris selalu mendapatkan keuntungan dalam peperangan yang digelarnya, sementara Prancis mengalami kebangkrutan (1789). Pendekatan Inggris sebagai negara kolonial, disimpulkan oleh Mahan sebagai negara yang mahir melakukan pendekatan ekonomi (baca: perdagangan) dan menciptakan konflik financial. Hingga dia menyimpulkan untuk menguasai dunia maka dia harus menguasai perdagangan dunia, dan perdagangan dunia selalu melalui laut, maka kuasai laut untuk menguasai perdagangan dunia, singkatnya siapa yang ingin mengontrol dunia maka harus dapat mengontrol laut (Mahan, 1879).
Pemikiran ini dikritik oleh Sir Harold J. Mackinder (1861-1947) yang mengatakan bahwa untuk mewujudkan teori Mahan membutuhkan tekhnologi tingkat tinggi, dia menerangkan lebih mungkin mengusai dunia  jika dapat menguasai  heartland nya (Mackinder, 1904), walaupun akhirnya dia merevisi teorinya tersebut (Mackinder, 1943 dan 1962). Inti dari pemikiran Mac Kinder dalam tafsiran saya adalah menempatkan kemampuan membaca fenomena politik internasional dengan melihat posisi “pivot” dunia sebagai poros dari ruang hidup yang diuraikannya dalam karyanya yang fenomenal The Geographical Pivot of History(1904).
Karena kemampuan meletakkan dimana pivot itu berada akan membawa  pengaruh besar bagi kebijakan politik luar negri dari negara-negara yang akan memperjuangkan national interest-nya dan tentu saja akan berdampak pada eskalasi tinggi saling ketergantungan dalam jejaring sistem internasional.
Selain mereka sebenarnya Sir Julian S.Corbett (1854-1922) yang benar-benar dapat dikatakan sebagai promotor pengembangan konsep sejarah maritim, sejarah perang, hubungan manusia dengan laut, pengembangan evolusi strategi, konsep taktik dan tekhnik (Coutau-Bégarie, 1993). Karyanya yang menjadi buku wajib bagi para prajurit angkatan laut seperti Fighting Instructions (1905), Signal Instruction (1908) dan Some Principles of Strategy Maritime (1911), dimulainya dengan menulis novel-novel yang selalu berhubungan dengan sejarah dan laut (Schurman, 1981).
Sebagai penulis yang menguasai sejarah kelautan, dirinya selalu diundang untuk mengisi seminar tentang strategi maritim oleh War Course College, yang kemudian merekrut Corbett menjadi anggota Navy Records Society dan dari sanalah dimulai karirnya sebagai intelektual.
Dalam perkembangannya banyak ilmuwan yang membanding-bandingkan antara Mahan dan Corbett, yang menariknya jika Mahan mengatakan command the sea  justru Corbett membantahnya, menurutnya menguasai atau mengontrol laut itu tidak mungkin dapat dilakukan, yang paling penting dilakukan adalah menguasai atau mengontrol komunikasi maritim (Gough, 1988). Jika Mahan dianggap lebih dalam menganalisa sejarah dan perang-perang yang terjadi, Corbett disamping itu juga mengembangkan stratégie théorique menjadi stratégie pratique (Rosinski, 1953). Bahkan dalam karya-karyanya khususnya teori perang yang dikemukakan, banyak mengkritik teori perang Clausewitz.
Akhirnya, perkembangan geopolitik dewasa ini terlihat menuju ke arah yang sangat menggairahkan, karya-karya kontemporer yang mengulas  peristiwa dalam sistem internasional yang anarkis (Waltz, 1976) secara perlahan menggunakan metode dan analisis geopolitik. Tradisi eropa daratan yang mengkaji geopolitik sebagai ilmu pun sudah mulai dikembangkan secara masif, alergi akan masa kelam geopolitik akibat penyalahgunaan oleh Nazi justru menjadi alasan agar perang dapat dicegah dan diantisipasi.
Geopolitik dan Indonesia
Sebagai negara besar yang berbentuk kepulauan dengan seluruh potensi baik dan buruknya, dan perkembangan dunia dengan situasi keadaan negara-negara tetangganya. Sudah seharusnya membicarakan ke-Indonesia-an dengan konsep Geopolitik. Karena studi-studi saat ini yang berkembang di Indonesia dan dipergunakan sebagai alat analisa dalam mencermati bahkan mengambil keputusan-keputusan negara, tidak lagi mencukupi kebutuhan akan itu.
Dengan bentuk kepulauannya dan penyebaran demografi bahkan bencana alamnya, secara jelas menunjukkan kelengkapan variabel-variabel dalam Geopolitik, dimana  distribusi kekuasaan dan penyelenggaraan pemerintahan tidak lepas dari manajemen kewilayahan dalam negeri, hubungan luar negara dan garis-garis batas negara sebagai bentuk pertahanan dan keamanan negara. Pada tahun 1973, Yves lacoste dalam La géographie, ça sert d’abord à faire la guerre, mengingatkan bahwa Geopolitik dalam hubungannya dengan kekuasaan adalah sebuah pelaksanaan.
Meminjam cara bertanya Aymeric Chauprade (2004) seorang ahli geopolitik Prancis, bisakah ilmu sosiologi saja dapat menjelaskan keadaan rakyat Indonesia saat ini? bisakah ilmu ekonomi saja bisa menjelaskan tingkat hidup rakyat Indonesia? bisakah teori-teori yang dibuat dan berdasarkan pengalaman negara-negara lain yang jelas-jelas berbeda budayanya dengan Indonesia dapat diterapkan?
Maka Geopolitik sebagai instrumen yang menghubungkan antara negara dan ruang dengan menyediakan metodologinya dapat menjadi alternatif lain untuk melihat dan membuat keputusan-keputusan politik, karena ilmu ini membantu kita melihat hubungan antara negara dengan ruang-ruang yang ada di dalam dan sekitarnya. Mengajak kita melihat negara sebagai satu kesatuan yang hidup dengan kehidupannya sendiri. Sehingga jawaban atas pertanyaan di atas, jelas kita membutuhkannya. Padahal konsep geopolitik Indonesia sudah sangat baik dirumuskan dalam konsepsi yang kita kenal sebagai “Wawasan Nusantara”. Sayangnya, seperti sudah menjadi kutukan bagi bangsa ini, secara sadar dan terang-terangan kita melupakannya.
Disadur dari Global Review