Minggu, 30 Desember 2018

SUKSES STORI FREEPORT

*Kisah di Balik DivestasiTerumit Di Dunia dan Peran 3 Srikandi Indonesia*

Berikut Adalah Catatan Prof. Rhenald Kasali, pendiri program doktor ilmu strategi Fakultas Ekonomi UI Pengalihan mayoritas saham PT Freeport ke BUMN Indonesia dikenal sebagai proses divestasi terumit sepanjang sejarah corporate action. Selain melibatkan proses politik yang “banyak makan korban”, rentang waktunya panjang sekali, juga kental dengan nuansa strateginya. Termasuk bagaimana eksekutif-eksekutif perempuan Indonesia mengajarkan American Boys agar patuh terhadap hukum Indonesia dan merubah mindsetnya. Ceritanya begini. Pertama, Freeport sudah ada di Indonesia sejak 1967 dan harus diakui kontribusinha bagi perekonomian Indonesia sangat besar. Khususnya dalam bidang PMA (Penanaman Modal Asing). Karena berusaha di daerah terpencil, wajar pemerintah memberi banyak kemudahan. Maklum, Freeport harus bangun infrastruktur serba sendiri, mulai dari pelabuhan, jalan, perumahan karyawan, pembangkit listrik, landasan pesawat terbang, sampai tempat pelatihan untuk masyarakat adat suku setempat. Namun, sedari awal PT Freeport Indonesia (PT FI) sudah terbiasa berhubungan langsung dengan pucuk pimpinan tertinggi negara Republik Indonesia. Karena itulah setiap keluhan Freeport selalu dilayani Presiden. Waktu berjalan, cerita berubah. Dengan bantuan badan-badan dunia, Indonesia terus meremajakan diri dan memperkuat kelembagaan dan kualitas SDM-nya. Praktik good governance , gerakan pemberantasan korupsi dan mekanisme korporasi yang sehat terus tumbuh. Sampai di era Presiden Jokowi, PTFI tidak bisa lagi mengikuti cara-cara lama. Namun di sisi lain Freeport Indonesia juga telah banyak berubah, terutama sejak semakin banyak pimpinan dan SDM puncaknya berasal dari Indonesia. Tiga perempuan Indonesia itu: Siti Nurbaya (Menteri LHK), Rini Soemarno (Menteri BUMN) dan Sri Mulyani bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan pun mengajarkan CEO Amerika untuk patuh terhadap UU yang berlaku di sini. Mereka meminta PT FI menjalankan janji-janji yang belum dieksekusi setelah deal dengan presiden-presiden di masa lalu. Janji-janji itu diantaranya: divestasi saham dan membangun smelter, lalu beralih dari rejim kontrak karya (Kebijakan tahun 1971) ke rejim IUP menurut UU Minerba No. 4/2009. Jadi induk Freeport yang berkedudukan di New York dipaksa mengubah mindset. Semudah itukah? *Jaringan CEO Astra* Sekarang kerumitan yang kedua. Kendati dipaksa patuh hukum yang berlaku, CEO dan Vice Chairman Freeport McMoran Copper & Gold Inc, Richard Adkerson, dan team-nya masih terbiasa dengan gaya pendahulunya Bob Moffet. Bob dikenal enteng menghadap presiden-presiden terdahulu. Karena dealnya dengan presiden, maka bisa ditebak akibatnya. Ada cerita yang tak diketahui publik, tentang bagaimana Srikandi Indonesia menghadapi Richard Adkerson untuk mengubah mindset-nya. Kalau cerita bagaimana Sri Mulyani menghadapinya, sebagian sudah beredar. Lain kali saya jelaskan. Tapi saya ingin menjelaskan dulu peran Rini yang memang sangat low profile. Rini memang sempat mendengar sassus bahwa PT FI bisa diambil tanpa bayar pada tahun 2021. Tetapi sebagai mantan CEO Astra Internasional ia tahu persis semua itu omong kosong. Itu sama Ibaratnya dijanjikan akan mendapatkan iPhone ber-casing emas. Alih-alih Iphone, yang yang tertinggal bisa jadi cuma casingnya saja. Teknologinya pasti dibawa pulang asing. Belum lagi tuntutan-tuntutan hukumnya. Kalau dibawa ke Mahkamah Agung RI, mungkin kita bisa menangkan. Masalahnya, kasus ini akan dibawa ke ranah arbitrase internasional. Kemungkinan menangnya di bawah 40%. Jadi satu-satunya jalan adalah negosiasi secara rasional agar kita jangan sampai mendapat casing emasnya saja. Begitulah mengurus korporasi. Ini bukan game gagah-gagahan asal ngomong, melainkan sebuah game logic dan harus penuh perhitungan. *Bagaimana Rini Mengatasinya?* Saya kenal Rini sejak tahun 1999 saat ia kembali ke PT Astra Internasional sebagai CEO. Ia ditugasi mengatasi kerugian sebesar Rp7,3 T yang membuat Astra nyaris bangkrut, Ia pun melakukan restrukturisasi besar-besaran. Begitu prosesnya selesai, saya diminta memberi penjelasan kepada para investor strategisnya sekaligus meluncurkan logo barunya. Duduk di sisi kiri saya adalah Kasospol TNI, Susilo Bambang Yudhoyono, dan di sebelah kanan saya, Dr. Sri Mulyani. Saat itu Sri adalah pengamat ekonomi. Seingat saya investor gelisah karena harga saham Astra terus anjlok ke sekitar Rp200. Tetapi Rini dan saya menenangkan. Juga SBY dan SMI. Ia meyakinkan bahwa memegang saham Astra harus long term. Kelak rekomendasi itu tepat adanya. Pada tahun 2010, harga saham Astra Internasional berhasil tembus Rp40.550. Lantas apa hububgannya dgn Freeport? Begini, ternyata salah satu investor Astra itu, Capital Research & Management Co hari ini adalah salah satu pemegang saham penting dari Freeport McMoran, di samping Vanguard dan Icahn. Rini tidak menyia-nyiakan info itu. Apalagi para eksekutif Capital sudah lama mengenal reputasinya. Ia segera mengontak Capital dan berangkat ke New York. Dari portofolionya sebesar USD 100 Miliar, mereka ternyata menguasai portofolio dalam bidang tambang yang cukup besar, sekitar USD 40 B. Bisa dibayangkan betapa takluknya para CEO perusahaan tambang pada invdstor besar ini. Singkat cerita Capital pun bekerja dan berhasil menjelaskan kepada publik bahwa Indonesia telah berubah. Indonesia juga mendapatkan rating bagus dari Moody’s and Fitch Group. Di lain pihak Capital sudah lama mendalami siapa-siapa saja CEO yang menjadi pembuat kebijakan di Indonesia sehingga mereka punya harapan positif. Bahkan mereka ikut membeli Global Bond Indonesia. Selanjutnya apa yang terjadi dengan Adkerson saya tidak tahu persis. Saya mendengar Richard Adkerson menjadi lebih kooperatif. Jalan terbuka. Saat Indonesia berminat membeli tambahan saham PT FI sebesar 42% (karena sebelumnya sudah menguasai 9%), Richard Adkerson membuka pembicaraan: “Kalian ingin ambil dari yang mana? Dari bagian FCX yang 51%?” Semua anggota team negosiasi terperangah. Diantaranya ada Kepala BKF, Prof. Suahasil Nasara. “Freeport yang kami tahu punya saham 91%, ternyata mengaku hanya menguasai 51% saja. Jadi kalau Indonesia mengambil 42% mereka akan tinggal 10%,” ujarnya kepada saya. Mengapa begitu? Adkerson baru membuka cerita, ternyata, atas seijin Presiden yang dulu dan Menteri Pertambangan pada tahun 1993, mereka diijinkan mengandeng Rio Tinto dalam bentuk Participating Interest (PI) untuk menikmati 40% keuntungan Freeport sebelum dibagi kepada pihak Indonesia. Freeport beralasan perlu menggandeng Rio Tinto untuk mendapatkan Capex (Capital Expenditure) dan Opex (Operating Expenditure) dalam mengoperasikan tambang itu. Rombongan pun kembali ke tanah air, memeriksa keberadaan surat yang dimaksud Richard. Surprisingly, tak banyak yang mengetahui dokumen itu. Benar-benar tersembunyi. Setelah ditemukan, mereka harus putar otak lagi. Cari strategi lagi karena persoalan tambah rumit. Tetapi menurut teman-teman di Kementerian BUMN, terjadi “Mestakung” (semesta mendukung – meminjam istilah pakar Fisika, Yohanes Surya). Rini memutuskan untuk berangkat lagi menemui CEO Rio Tinto. Mestakungnya, ternyata Rio Tinto justru sedang berkeinginan menjual haknya. Tinto ingin beralih ke tambang lain. Artinya ia bersedia mengalihkan haknya ke Indonesia. Hanya saja Indonesia membutuhkan saham, bukan PI. Indonesia ingin belajar mengelola, memimpin dan berbisnis yang lebih besar. Bukan cuma mencicipi buahnya saja. Sempat mengganjal sebentar. Tetapi sikap investor sudah positip mendukung Indonesia. Freeport akhirnya mengalihkan hak Rio Tinto itu menjadi saham. Begitulah cerita-cerita di balik layar. Yang jelas ini benar-benar rumit. Saya belum menceritakan kehebatan laim srikandi-srikandi itu. Insha Allah ke depan saya akan ceritakan ztrategic brifnya. Ceritanya masih banyak, tapi saya berhenti dulu di sini. Selamat untuk Srikandi-Srikandi Indonesia yang telah membuat kita lebih dihargai di dunia internasional. Selamat berlibur.

Minggu, 23 Desember 2018

Peristiwa Penembakan Nduga Perspektif Ketahanan Nasional

 Peristiwa Penembakan Nduga dalam Perspektif Ketahanan Nasional Penulis: Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo Gubernur Lemhannas - 21 December 2018, 00:30 WIB TULISAN ini mencoba melihat peristiwa penembakan di Nduga, Papua, dalam perspektif ketahanan nasional. Ketahanan nasional bukan merupakan sebuah disiplin ilmu tersendiri, melainkan merupakan kumulasi dari hasil ketahanan yang terdapat pada elemen ‘gatra’ yang ada pada masyarakat dan mencakup gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Ketahanan nasional akan baik apabila ketahanan gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan baik. Ilmu untuk menjadikan ketahanan nasional baik tidak berada pada disiplin ilmu ketahanan nasional. Namun, ada pada bidang disiplin ilmu ideologi yang merupakan bagian dari disiplin ilmu politik dan sosial budaya, bidang disiplin ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu sosial budaya. Disiplin ilmu yang membentuk disiplin ilmu pertahanan dan keamanan. Secara praktis ketahanan diartikan sebagai kemampuan sebuah entitas untuk kembali kepada bentuk aslinya bila mendapat tantangan, gangguan, hambatan dan ancaman. Ketahanan nasional (dan di daerah) dikatakan baik apabila ketahanan pada lima gatra dapat menciptakan keadaan yang mendukung kelangsungan pembangunan dalam kerangka pembangunan masyarakat Pancasila. Penegakan hukum Untuk menyesuaikan dengan ruang yang tersedia, tulisan ini terbatas untuk membahas gatra yang paling signifikan dalam membahas peristiwa penembakan yang terjadi di Nduga, Papua. Gatra yang dipertimbangkan paling signifikan ialah gatra pertahanan keamanan, aspek penegakan hukum dan pembangunan yang masuk dalam gatra sosial budaya. Aspek yang pertama dan utama signifikan dalam me­respons peristiwa penembak­an di Nduga, Papua, ialah terjadinya pembunuhan terhadap karyawan PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018. Kejadian tersebut menunjukkan telah terjadi tindak pidana pembunuhan. Oleh karenanya, tindakan pertama ialah melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku guna mempertanggungjawabkan tindakannya melalui proses pengadilan. Dari proses penyidikan akan didapatkan motif dan latar belakang tindakannya. Mulai dari pembunuhan yang direncanakan hingga kemungkinan adanya motif pemberontakan. Proses hukum harus dilaksanakan hingga majelis hakim sampai kepada keputusannya untuk menjatuhkan hukuman. Proses ini pada dasarnya merupakan proses penegakan hukum karena pembunuhan yang direncanakan dengan bersenjata hingga rencana pemberontakan semua terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Namun, sebelum dapat mengajukan ke depan pengadilan, para pelaku pembunuhan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) harus ditangkap. Karena KKSB memiliki senjata yang diperkirakan cukup banyak dengan kemampuan mobilitas mereka di medan Papua, operasi pengejaran dan penangkapan perlu dilakukan melalui operasi militer. Polri memiliki kemampuan untuk mengejar dan menangkap KKSB melalui sa­tuan paramiliter seperti Brigade Mobil. Dalam hal ini Presiden Jokowi telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan pengejaran dan menangkap pelaku pembunuh­an KKSB. Untuk TNI, operasi ini ialah operasi militer selain perang dalam bentuk operasi perbantuan kepada pemerintah sipil di masa damai berdasarkan keputusan politik Presiden. Operasi yang dilakukan TNI bukan sebagai penegak hukum, melainkan membantu Polri dalam melakukan operasi militer pengejaran terhadap KKSB. TNI tidak melakukan operasi penegakan hukum karena TNI tidak punya kewenangan sebagai penegak hukum. Untuk melaksanakan operasi militer selain perang dalam perbantuan kepada pemerintahan sipil di masa damai kiranya beberapa piranti lunak perlu disusun. Yang terpenting ialah prosedur dan mekanika pengerahan TNI dalam tugas perbantuan kepada pemerintahan sipil di masa damai. Bagaimana pengorganisasian, pembagian kewenangan, serta rantai komando apabila TNI dan Polri terlibat dalam sebuah operasi gabungan. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran pada tingkat pelaksanaan dan memberi alur yang jelas tentang akuntabilitas. Pemberian nama teror atas pemberontakan bagi KKSB tidak serta-merta otomatis memberi alasan untuk pengerahan TNI. Pengerahan TNI ditentukan keputusan politik sesuai dengan ketentuan UU TNI. Pengerahan TNI juga tidak serta-merta menjadi tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Ketentuan yang dapat membebaskan TNI dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia ialah memiliki aturan pelibatan yang jelas tentang bagaimana menangani kombatan dari pihak bersenjata yang dihadapi dengan nonkombatan dari rakyat biasa. TNI juga bertindak mematuhi semua ketentuan yang berlaku bagi tentara profesional, baik dari segi hukum internasional maupun konstitusi secara nasional. Mengefektifkan pembangunan Aspek lain yang perlu mendapat perhatian ialah bagaimana untuk mengefektifkan pembangunan bagi rakyat Papua. Fokus perhatian di sini ialah bagaimana anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat diserap secara efektif oleh program-program kepala daerah dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat Papua. Pertama ialah bagaimana pemerintah melaksanakan pengawasan anggaran terhadap kepala daerah masing-masing. Belum lepas dari ingatan kita bagaimana kucuran anggaran kepada Provinsi Timor Timur tidak mampu menjadikan rakyat Timor Timur merasa sebagai bagian dari NKRI, yang pada akhirnya melalui jajak pendapat mengakibatkan lepasnya Provinsi Timor Timur dan berubah menjadi Republik Demokratik Timor Leste. Mengucurkan pemberian dalam bentuk pembangunan yang berlimpah tidak senantiasa berarti kita telah memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua. Kita perlu memahami apa sebenarnya ekspektasi mereka dan kekecewaan mereka melalui dialog yang terbuka. Pembangunan yang dimaksudkan berujung pada peningkatan kesejahteraan saja belum cukup. Kita perlu memahami apa yang tersirat di balik harapan mereka. Namun, sebaliknya kita juga mempunyai ekspektasi terhadap mereka tentang kepatuhan terhadap konstitusi serta peraturan perundang-undangan. Papua memang tidak dibedakan dalam hal upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Oleh ka­renanya, diharapkan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah di Papua pertama diawali pemerintah daerah di Papua sendiri. Juga terbuka bagi pengawasan fungsional lembaga pemerintah yang berlaku secara umum. Seperti BPKP, BPK dan KPK tanpa dikaitkan dengan tekanan politik yang bersifat defensif. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan efektivitas upaya fungsional dari saudara-saudara kita di tingkat pemerintah daerah, untuk menjamin suksesnya pembangunan, dan mempercepat efektivitas fasilitas otonomi khusus bagi peningkatan kesejahteraan saudara-saudara kita di Papua. Pendekatan represif saja tanpa memberi ruang untuk menyampaikan harapan mereka dalam sebuah dialog akan dapat menimbulkan reaksi yang keras. Namun, pendekatan kesejahteraan tanpa keha­diran negara untuk mengawal konsensus dasar bangsa yang terdiri dari Pancasila, UUD Negara RI 1945, NKRI, dan makna seloka Bhinneka Tunggal Ika akan mudah disalahgunakaan karena memang posisi unik Papua dalam proses penyatuan menjadi bagian dari NKRI, dan masih hidupnya aspirasi yang belum menerima fakta itu, serta bermimpi tentang kemerdekaan Papua. Dapat dikatakan proses nation building sebagai bagian dari NKRI bagi Papua memang berjalan di belakang daerah-daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu, memerlukan perhatian khusus. Penanganan masalah Pa­pua tidak terlepas dari proses demokratisasi di Indonesia serta implikasinya bagi implementasi otonomi khusus bagi provinsi Papua. Indeks demokrasi Papua tidak menunjukkan peningkatan sepanjang 2009-2017. Skor untuk aspek hak politik dan lembaga demokrasi masih timpang dengan aspek kebebasan sipil (sumber: Tirto.id), dalam hal keamanan tidak ditindaklanjuti dengan mendalami masalah untuk mendapatkan akar penyebab. Hal yang paling menonjol ialah terlalu mudahnya kasus keamanan mengerucut pada pelibatan satuan TNI yang mengandung kelemahan dasar hukum pengerahan serta profesionalisme yang didasarkan kepada adanya peranti lunak tentang aturan pelibatan yang tegas. Sebelumnya pada 2018 saja sudah 7 kasus kekerasan bersenjata dengan rincian 1 kasus terjadi di Mimika, 1 kasus di Puncak, 2 kasus di Puncak Jaya, dan 3 kasus di Nduga (sumber: Tirto.id). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa memang daerah Nduga termasuk daerah rawan terjadinya gangguan kekerasan bersenjata dari kelompok kriminial separatis bersenjata (KKSB). Perlu mendapat perhatian di sini, tentang proteksi keamanan bagi para pekerja sipil dalam proyek pembangunan di daerah rawan. Alternatif lain ialah dengan keputusan Presiden mengerahkan TNI untuk melaksanakan proyek pembangunan di daerah rawan seperti Nduga. Kegiatan ini sekali lagi merupakan bentuk kegiatan operasi militer selain perang dalam perbantuan kepada pemerintah sipil di masa damai, seperti civic mission di masa lalu. Iklim yang kondusif Oleh karena itu, kebijakan dari pemerintah pusat perlu lebih diartikulasi bagi kepentingan rakyat Papua dan terukur. Sebagaimana disebut dalam uraian di atas, perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pengawasan. Karena itu, kebijakan terhadap rakyat Papua perlu disesuaikan melalui koordinasi dan musyawarah dengan para pemangku kepentingan sehingga dicapai kebijakan nasional yang mencakup seluruh fungsi pemerintahan melalui satu whole of government approach. Diharapkan, melalui tindak­an tegas penegakan hukum, dapat dipulihkan kembali tingkat ketahanan keamanan dan melalui pendekatan yang lebih terpadu dapat ditingkatkan ketahanan sosial budaya dan ekonomi. Bila kondisi ketahanan gatra sosial budaya, ekonomi, dan keamanan dapat ditingkatkan, hal tersebut dapat membangun iklim yang kondusif bagi pembangunan indeks gatra lainnya. Khususnya, gatra ideologi sebagai perekat NKRI. Apabila kita mampu meningkatkan keta­hanan pada tiap gatra yang ada dalam masyarakat, dapat kita katakan bahwa kondisi ketahanan nasional di daerah Papua dalam kondisi baik. Dengan becermin pada pengalaman peristiwa gangguan kekerasan bersenjata yang dilakukan KKSB selama 2018, langkah-langkah yang dapat dilakukan seperti tersebut di atas menjadi pertimbangan bagi perbaikan indeks keta­hanan nasional untuk Provinsi Papua pada 2019. .

Minggu, 16 Desember 2018

GEO POLITIK OPM

MEMBACA AKSI OPM DARI SISI TAKTIS DAN GEOPOLITIK, silahkan klik link ke blog  Pray http://ramalanintelijen.net/membaca-aksi-opm-dari-sisi-taktis-dan-geopolitik/

Jumat, 14 Desember 2018

Falsafah Kehidupan

*Falsafah Kehidupan*

Ada SUARA yg tidak terdengar oleh Telinga kita ... itulah SUARA HATI.

Ada BENTUK yang tidak terlihat oleh Mata kita ... itulah PIKIRAN

Ada AROMA yang tidak tercium oleh Hidung kita ... itulah KEARIFAN

Ada RASA yang tidak terkecap oleh Lidah kita ... itulah KETULUSAN

Ada SENTUHAN yang Tidak teraba oleh kulit kita ... itulah KASIH SAYANG

Ada KONDISI JIWA yang Tidak terpikir oleh otak kita ... itulah KESADARAN

ORANG YG KUAT adalah
Orang yg DAPAT MENAHAN AMARAHNYA saat terpancing
emosinya

Orang yg BERSYUKUR adalah dapat memelihara dan berbagi REZEKINYA

Orang yg tidak punya HARTA selalu bersodaqah dgn SENYUMANNYA.

Jika kita dalam hidup ini selalu :
Memancarkan CINTA KASIH...maka kita akan di SAYANGI oleh semua makluk

BERMURAH HATI... maka kita pun akan MURAH REJEKI dari yg tidak terduga-duga

BERWELAS...ASAH ASIH  DAN ASUH maka kita akan TERLINDUNGI

BERSIKAP JUJUR...maka kita akan manjur serta menjadi orang  yg DIPERCAYA

RENDAH HATI...maka kita akan menjdi orang yg DISEGANI .

SEMANGAT...maka kita akan selalu MENGINSPIRASI

BIJAKSANA...maka kita akan banyak meraih SIMPATI

TERGESA-GESA.. buahnya adalah penyesalan

BANGGA DIRI... buahnya adalah kebodohan

KERAS KEPALA buahnya adalah kebencian

HIDUP SANGAT SINGKAT seratus tahun yg lalu kita belum ada, dan seratus tahun yg akan datangpun belum tentu hidup
Jangan digunakan untuk Selalu Berdebat dan menebar kebencian, kesombongan, kedengkian, dan melihat keburukan orang lain
Lebih baik diam, berzikir jaga Martabat
agar Hidup menjadi Berkah.

Selamat Beraktifitas semoga lancar & berkah.
Aamiin Yaa Robbal'aalamiin

*SEMANGAT PAGI*