Sabtu, 30 November 2013

ANTISIPASI KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

ANTISIPASI KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

LATAR BELAKANG
ASEAN Ecomonic Community (AEC) akan diberlakukan pada tahun 2015, kawasan ASEAN selanjutnya akan menjadi pasar tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas antar negara-negara yang tergabung dalam negara ASEAN. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki tingkat integritas yang tinggi di bidang elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor yang berbasis sumber daya alam. Permasalahan yang muncul adalah masih lemahnya kesiapan Indonesia, antara lain dalam bidang infrastruktur, daya saing barang dan jasa, belum optimalnya diplomasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan kebijakan dalam perdagangan yang belum mendukung. Untuk mendukung peningkatan iklim investasi dan perdagangan serta meningkatkan daya saing nasional, berbagai upaya telah dilakukan baik secara internal Indonesia dengan diterbitkannya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, maupun eksternal berkoordinasi dengan negara ASEAN. Namun hal ini masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi dari pada Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia secara optimal dalam menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Dengan kondisi ini maka antisipasi kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015 diharapkan dapat dilaksanakan. 
 POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang di atas pokok permasalahan yang akan dipecahkan adalah Bagaimana antisipasi dan solusi terhadap kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015, yang saat ini cenderung masih belum optimal dalam menghadapi AEC 2015. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH KONDISI OBJEKTIF (FAKTA) DAN PERSOALAN Dalam menganalisis fakta dan persoalan di kelompokan menjadi dua hal besar yaitu regulasi (1 persoalan) dan kesiapannya sendiri dalam menghadapi AEC (3 persoalan). Dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Belum Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi) a) Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU pertambangan ( masih tumpang tindih). Ketidak harmonisan UU Kehutanan dan UU Pertambangan menimbulkan ketidak pastian hukum dan usaha, sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia. b) Masih terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan. Pemerintah Daerah Kabupaten belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga setiap perijinan yang telah dikeluarkan baik oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah selalu terjadi tubrukan dan tidak sinkron. c) Belum adanya kepastian hukum yang dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, namun masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia guna menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Kecenderungan regulasi antar negara akan mengarah kepada Universal, sehingga dapat berimplikasi pada timbulnya ancaman dan peluang terhadap kepentingan nasional. d) UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, memperluas kesempatan pihak asing untuk menguasai sektor pertambangan. Dari tahun 1998 sampai 2009 kurang leboh terdapat 474 UU telah disahkan. Namun dari sekian banyaknya UU, yang dirasakan paling menyedihkan adalah UU terkait dengan bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam yang dicirikan sebagai berikut: (1) Hilangnya campur tangan negara dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. (2) Penyerahan kekuasaan pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia. (3) Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat . 2) Belum Tercapainya Pasar Tunggal dan Basis Produksi a) Peningkatan daya saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan jasa dalam rangka menghadapi AEC 2015. . b) Komitmen AEC untuk Arus barang. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi dan pelayanan ( masih dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. c) Komitmen AEC untuk arus jasa. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dan SDM-nya khususnya dibidang jasa keuangan dan perbankan serta jasa non keuangan dan perbankan (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum Dll). d) Komitmen AEC untuk Arus Investasi. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dibidang investasi (sektor riil) masih ada yang membatasi kepemilikan asing pada sektor-sektor tertentu.Selain itu kebijakan dalam penanaman modal belum didukung dengan kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur, keamanan dan perburuhan yang memadai. Dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang belomba-lomba menarik investasi asing dengan menyediakan berbagai infrastruktur industri, jaminan keamanan dan tingkat upah buruh yang lebih murah, kesiapan Indonesia masih kurang. e) Komitmen AEC untuk Arus Modal. Liberalisasi arus modal di ASEAN dapat mendorong arus investasi dan perdagangan internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan lebih efisien dan mengembangakan pasar keuangan. Kesiapan Indonesia masih belum optimal, karena proses regulasi maupun pengawasan masih dalam tahap persiapan (misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK) f) Priority Integration Sectors. 12 Sektor prioritas Integrasi ASEAN meliputi: agro-based product, air travel, Automotives, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare, rubber-based product, textile & apparels, tourism, wood-based products, logistics. Peranan Indonesia dalam hal ini adalah sebagai koordinator bidang automotive dan wood-based products. g) Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain belum adanya swasembada pangan yang menyebabkan Indonesia masih tergantung dengan negara Asean lainnya, padahal dari segi SDA, luas lahan maupun tenaga kerja, Indonesia sebenarnya lebih unggul. 3) Belum Tercapainya Wilayah Ekonomi Yang Berdaya Saing Tinggi. a) Hak atas kekayaan intelektual. Memperluas ruang lingkup kerjasama hak kekayaan intelektual ASEAN, selain merek dagang dan paten, termasuk kerjasama pertukaran informasi dan penegakan hak cipta. Masing-masing anggota ASEAN masih tertinggal dalam pengembangan intellectual property dibandingkan dengan kawasan lainnya, hanya Singapura yang Intellectual propertynya paling menonjol. Sedangkan untuk pengembangan sendiri-sendiri membutuhkan biaya riset yang tinggi dan teknologi khusus. ASEAN akan bekerjasama dalam bidang ini dengan melindunginya melalui HAKI. Dengan adanya kerjasama dalam pengembangan hak atas kekayaan intelektual diharapkan biaya lebih murah sehingga mampu bersaing dengan negara-negara di belahan dunia lain. Kerjasama dalam pengembangan IPTEK selain merek dagang dan paten, yaitu know how (metode baru yang belum dikenal publik dan dipatenkan). (1) Kerjasama di bidang industri pertahanan (2) Kerjasama di bidang industri farmasi dan fitofarmaka (3) Kerjasama di bidang industri kimia (4) Kerjasama di bidang industri logam (5) Kerjasama di bidang energi b) Pengembangan infrastruktur. Kesiapan infrastruktur pendukung sesama negara ASEAN yang belum seimbang. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya belum sepenuhnya siap secara infrastruktur c) Perpajakan. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan dan birokrasi. Masing-masing anggota ASEAN memiliki kebijakan perpajakan yang berbeda-beda sehingga tidak harmonis dan dapat mengganggu iklim usaha yang kondusif. Hal ini dapat menyebabkan double taxation. Saat ini Indonesia telah memiliki Tax treaty dengan 6 negara ASEAN, sedangkan sisanya belum (Laos, Myanmar dan Kamboja). d) Perdagangan secara elektronik (e-commerce). Kesiapan dan ketersediaan infrastruktur negara anggota belum mendukung. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya belum sepenuhnya siap secara infrastruktur. 4) Belum Tercapainya Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Seimbang, yang fokus kepada Pengembangan Sektor Usaha Kecil dan Menengah. Pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah. Sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian di negara-negara ASEAN, namun belum sepenuhnya mendapatkan prioritas dalam kegiatan perekonomian negara, antara lain minimnya akses ke perbankan untuk mendapatkan kredit modal kerja, Kualitas SDM yang masih rendah. Kondisi UKM di masing-masing negara anggota umumnya hampir sama. 
 ANALISIS PERSOALAN 1) Belum Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi) a) Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis (seperti undang-undang kehutanan dengan undang-undang pertambangan). Menimbulkan ketidakpastian hukum dan usaha sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia. b) Terkait dengan keluarnya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015, saat ini belum ada pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan secara jelas oleh pemerintah. c) Pemerintah kabupaten belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara. d) Kecenderungan regulasi antar negara akan mengarah kepada Universal, sehingga akan menimbulkan ancaman dan peluang terhadap kepentingan nasional. e) Dari tahun 1998 sampai 2009 lebih kurang 474 UU telah disahkan. Yang paling merugikan masyarakat dan negara adalah UU bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam. Ciri umum UU tersebut; (1) Hilangnya campur tangan negara dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. (2) Penyerahan kekuasaan pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia. (3) Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat . 2) Belum optimalnya kesiapan menuju Pasar Tunggal dan Basis Produksi a) Peningkatan daya saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan jasa dalam rangka menghadapi AEC 2015. Pasar tunggal AEC pada tahun 2015 berlaku pada 6 negara pendiri Asean ( Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunai). Indonesia belum memiliki daya saing yang baik, baik produk jasa maupun barang, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada bangsa. Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Thailand dan Malaysia, namun demikian hasil perdagangan 10 tahun ini Indonesia masih minus (defisit). Indonesia memilki pasar domestik terbesar sehingga bila tidak dikelola dengan baik maka akan terpenetrasi oleh produk asing.Indonesia belum mempunyai Blue Print prioritas pengmbangan industri, akibatnya pengembangan industri belum optimal dan terarah. Hal ini ditandai sulitnya pemerintah dalam menentukan sektor mana yang akan diberikan insentif. b) Komitmen AEC untuk Arus barang. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi dan pelayanan ( masih dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Sesuai dengan komitmen AEC untuk produk-produk tertentu akan dikenakan tarif 0% dan segala bentuk hambatan non tarif ditiadakan. Sehingga bila tidak diantisipasi dan dikelola dengan baik akan merugikan kepentingan nasional. Sementara ini Indonesia belum siap meregulasi tarif/non tarif dan jasa. Indonesia masih membenahi masalah internal antara lain: Luasnya geografi Indonesia mengakibatkan kesulitan pengawasan arus barang masuk dan keluar sehingga menimbulkan maraknya kegiatan ilegal seperti: ilegal logging, ilegal fishing, ilegal mining dan penyelundupan barang lain kedaerah NKRI. Belum optimalnya koordinasi lintas sektoral (misalnya ESDM, Kementerian Perdagangan, Kemenhut, Kementan, Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak ) sehingga Indonesia tidak mengetahui secara pasti jumlah produk sumber daya alam maupun hasil hutan yang telah diselundupkan ke luar negeri, akibatnya berpotensi hilangnya penerimaan negara dalam jumlah yang sangat besar. c) Komitmen AEC untuk arus jasa. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dan SDM-nya khususnya dibidang jasa keuangan dan perbankan serta jasa non keuangan dan perbankan (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum Dll). Regulasi di bidang pengaturan jasa saat ini masih belum mampu memproteksi terhadap tenaga profesional Indonesia yang potensial dengan memberikan standar gaji dan jaminan yang layak. Akibat lemahnya regulasi tentang pengaturan di bidang jasa, maka situasi tersebut dimanfaatkan oleh negara lain (Singapura dan Malaysia) untuk melakukan pembajakan tenaga kerja yang terampil (skill) dengan memberikan fasilitas yang lebih menarik. Negara Asean yang telah siap untuk arus jasa adalah Singapura dan Filipina antara lain di bidang jasa akuntan, manajer level menengah sedangkan Indonesia baru siap pada level pekerja dan juga level menengah tetapi masih terbatas jumlahnya. d) Komitmen AEC untuk Arus Investasi. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dibidang investasi (sektor riil) masih ada yang membatasi kepemilikan asing pada sektor-sektor tertentu.Selain itu kebijakan dalam penanaman modal belum didukung dengan kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur, keamanan dan perburuhan yang memadai. Dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang belomba-lomba menarik investasi asing dengan menyediakan berbagai infrastruktur industri, jaminan keamanan dan tingkat upah buruh yang lebih murah, kesiapan Indonesia masih kurang. Regulasi di bidang investasi saat ini masih belum mampu mempertahankan dan menjaga kepentingan nasional, maka beberapa sektor usaha masih leluasa dalam memanfaatkan investasi asing yang masuk. Belum mantapnya dukungan infrastruktur yang memadai seperti: akses jalan, pelabuhan ekspor-impor, bandara, PLN, maka akan menjadi masalah/hambatan (menyebabkan high cost economy) terhadap penanam modal yang berakibat keengganan penanam modal untuk menanamkan modalnya di Indonesia e) Komitmen AEC untuk Arus Modal. Liberalisasi arus modal di ASEAN dapat mendorong arus investasi dan perdagangan internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan lebih efisien dan mengembangakan pasar keuangan. Kesiapan Indonesia masih belum optimal, karena proses regulasi maupun pengawasan masih dalam tahap persiapan (misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Kesiapan Indonesia masih belum optimal, karena proses regulasi maupun pengawasan masih dalam tahap persiapan (misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Proses pembentukan OJK membutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun untuk mempersiapkan perangkat organisasi dalam menunjang efektifitas pelaksanaan regulasi dan pengawasan jasa keuangan di Indonesia. Masalah penyiapan perangkat organisasi berjalan beriringan dengan persiapan AEC disektor jasa keuangan dan investasi. Hal ini berpotensi kurang optimalnya persiapan menghadapi pasar tunggal Asean di sektor jasa keuangan dan investasi Sekarang ini pada tingkat Asean Bursa Efek telah terintegrasi 4 negara yaitu Thailand, Malaysia, Filipina dan Singapura. Sedangkan Indonesia belum terintegrasi karena persiapan teknologi, SDM, regulasi dan modal. Dengan resiko jika tidak segera menyiapkan Indonesia akan mengikuti platfomnya Malaysia, Singapura dan Thailand. Dalam kondisi ini akan tertinggalnya informasi, kemudahan akses kesumber pendanaan di Asean. Dalam kondisi seperti ini membuat kapasitas perusahaan Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi akibat terbatasnya sumber pendanaan f) Priority Integration Sectors. 12 Sektor prioritas Integrasi ASEAN meliputi: agro-based product, air travel, Automotives, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare, rubber-based product, textile & apparels, tourism, wood-based products, logistics. Peranan Indonesia dalam hal ini adalah sebagai koordinator bidang automotive dan wood-based products. Dengan 12 sektor prioritas integrasi ASEAN, maka hambatan-hambatan dalam perdagangan dan produksi antar negara sudah tidak ada lagi, sehingga arus barang dan jasa akan semakin kompetitif. Jika Indonesia tidak siap, maka Indonesia hanya akan menjadi market bagi negara lain. Untuk itu diperlukan penguatan dan harmonisasi kebijakan semua sektor untuk mendorong daya saing industri nasional. g) Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain belum adanya swasembada pangan yang menyebabkan Indonesia masih tergantung dengan negara Asean lainnya, padahal dari segi SDA, luas lahan maupun tenaga kerja, Indonesia sebenarnya lebih unggul. Indonesia belum sepenuhnya berswasembada pangan karena selain lahan-lahan pertanian produktif banyak yang sudah beralih fungsi, juga minat masyarakat di bidang pertanian cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendaftar di jurusan pertanian yang semakin berkurang. Penyediaan sarana produksi pertanian yang tidak memadai, misalnya pupuk, pestisida dan mesin-mesin pertanian. Perlindungan terhadap petani masih kurang, misalnya sering terjadi ketidakstabilan harga komoditas pertanian di saat musim panen raya 3) Belum optimalnya kesiapan pelaksanaan ASEAN sebagai kawasan berdaya saing ekonomi tinggi Hak atas Kekayaan Intelektual Dalam pengembangan intellectual property, negara-negara anggota ASEAN masih tertinggal dibandingkan dengan kawasan lainnya. Hanya Negara Singapura saat ini yang Intellectual propertynya lebih maju. Dalam mengejar ketertinggalan pengembang-an intellectual property secara sendiri-sendiri akan membutuhkan biaya riset yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar negara ASEAN dalam bidang tersebut melalui: (1) Kerjasama dalam pengembangan IPTEK selain merek dagang dan paten, yaitu know how (metode baru yang belum dikenal publik dan dipatenkan) (2) Kerjasama di bidang industri pertahanan (3) Kerjasama di bidang industri farmasi dan fitofarmaka (4) Kerjasama di bidang industri kimia (5) Kerjasama di bidang industri logam (6) Kerjasama di bidang energi b) Pengembangan Infrastruktur; Kondisi infrastruktur di antara negara-negara ASEAN saat ini belum seimbang utamanya Negara Indonesia untuk menghadapi AEC 2015. Dukungan infrastruktur negara-negara ASEAN menghadapi AEC 2015 pada umumnya belum mendukung, ter-kecuali Singapura. Wilayah negara Indonesia yang sangat luas dan minimnya anggaran menjadi kendala dalam penyiapan infrastruktur utamanya kawasan bagian tengah dan Timur Indonesia. c) Perpajakan., Negara-negara anggota ASEAN masih memiliki kebijakan perpajakan yang berbeda-beda sehingga tidak harmonis dan dapat mengganggu iklim usaha yang kondusif. Saat ini Indonesia telah memiliki Tax treaty dengan 6 negara ASEAN. Adanya kebijakan perpajakan diantara negara-negara ASEAN yang berbeda, selain dapat menyebabkan double taxation, juga menyebabkan iklim usaha yang tidak kondusif. Beberapa negara yang masih belum memiliki Tax treaty dengan Indonesia adalah Laos, Myanmar. d) Perdagangan secara elektronik (e-commerce) Kesiapan dan ketersediaan infrastruktur elektronik negara anggota ASEAN belum mendukung keterpaduan menghadapi AEC 2015 Pada umumnya negara-negara ASEAN dalam melakukan sistem perdagangan masih terfokus pada kegiatan konvensional dan parsial, belum memanfaatkan e-commerce sebagai sarana transaksi perdagangan yang efektif karena masih terkendala dengan infrastruktur. 4) Belum optimalnya kesiapan menuju kawasan dengan pembangunan Ekonomi yang seimbang, yang fokus kepada pengembangan susaha kecil dan menengah Kondisi UKM di masing-masing negara anggota ASEAN umumnya hampir sama/masih terbatas dalam hal kemampuan usahanya. Indonesia memiliki potensi berbagai ragam lokasi wisata, kultur dan masakan khas yang sangat bervariasi, namun kondisi tersebut masih berlangsung secara alamiah dan kurang ditata secara baik. Sektor UKM merupakan tulang punggung perekonomian di negara-negara ASEAN, namun belum sepenuhnya mendapatkan prioritas dalam kegiatan perekonomian negara, antara lain minimnya akses ke perbankan untuk mendapatkan kredit modal kerja dan kualitas SDM yang masih rendah. Potensi daerah tujuan pariwisata Indonesia saat ini belum dikemas dan dipromosikan secara gencar dan berkelanjutan, sehingga kurang mempunyai dayatarik / minat wisata baik domestik maupun manca 
FAKTOR BERPENGARUH 
 1. Global Dan Regional a. Proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi semakin cepat terakses oleh masyarakat dunia karena didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi dan informasi. b. Interdependency atau saling ketergantungan akhirnya menjadi keniscayaan bagi negara mana pun. Perkembangan global tersebut mau tidak mau berdampak terhadap perkembangan Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan yang ada di dunia. c. Peta ekonomi dunia segera terbentuk ke arah segi tiga dengan Amerika Utara, Asia Timur, Eropa Barat sebagai titik sentralnya, dua dekade terakhir, Asia memang menunjukkan pertumbuhan ekonominya meningkat, yang dipimpin oleh Jepang, China dan negara-negara industri baru, yang disusul oleh negara-negara ASEAN. d. Asia Timur muncul menjadi sebuah kekuatan ekonomi dunia dan menjadi ajang utama interaksi ekonomi duniadi era milenium ke 3. e. Regionalisasi kekuatan dunia mencakup regionalisasi menuju integrasi ekonomi. Pembentukan Uni Eropa, APEC, dan ASEAN merupakan contoh dari regional yang meningkatkan intensitas integritas dan kerjasamanya, dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA), CAFTA dan AEC 2015. f. Peningkatan volume perdagangan antar negara ASEAN akan memberikan manfaat pada semua anggotanya. Untuk Indonesia, ini akan menjadi salah satu cara untuk memecahkan masalah penyediaan lapangan kerja baru, terutama diikuti dengan peningkatan sektor pelayanan dan jasa teknologi, telekomunikasi, transportasi, eliminasi “pungutan” dan penegakan hukum. Dalam hal ini Indonesia masih ketinggalan oleh negara jiran. Singapura sangat efisien pada sektor pelayanan jasa transportasi, Malaysia lebih unggul dalam iklim kepastian berusaha, dan dalam bidang pelayanan jasa investasi dan ekspor, peringkat Thailand masih di atas Indonesia. g. Model kerjasama segitiga pertumbuhan (growth triangle) di lingkungan ASEAN seperti kerjasama Singapura-Johor-Riau (Sijori) mulai menunjukkan hasilnya. Model kerjasama semacam ini juga sedang dikembangkan di kawasan lain, yaitu: Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-the Philippines-East ASEAN Growth Triangle (BIMP-EAGA). 2. Nasional a. Kebebasan menyampaikan pendapat, berusaha dan bekerja yang dijamin UU b. Kekayaan SKA, SDA yang berlimpah merupakan pasar yang baik bai Indonesia dan ASEAN c. Globalisasi atau liberalisasi ekonomi telah membawa perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di tingkat internasional maupun nasional. Dampak yang paling dirasakan adalah persaingan yang semakin ketat di berbagai kegiatan ekonomi. d. Perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin cepat telah menimbulkan dampak yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat semakin kritis dalam menilai berbagai kebijakan pemerintahan e. Kondisi politik yang belum stabil dapat mepengaruhi pelaksanakan AEC 2015 f. Secara umum kondisi IPOLEK SSOSBUD cukup kon dusif untuk pelaksanaan AEC 2015. 3. Peluang a. Adanya komitmen pemerintah untuk menyiapkan aturan yang mendukung AEC 2015. b. Keyakinan pemerintah untuk mewujudkan AEC 2015, dengan perbaikan manajemen mutu, finance dan penyiapan SDM.. c. Adanya komitmen pemerintah untuk mampu menghadapi AEC 2015. d. Adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan perbaikan mutu guna menghadapi AEC 2015. e. Komitmen ASEAN dengan 3 pilarnya AEC, ASPC, ASCC memberikan semangat kepada integrasi ASEAN dibidang ekonomi f. SKA, SDA, dan SDM yang melimpah merupakan kekuatan bagi Indonesia. 4. Kendala a. Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU pertambangan ( masih tumpang tindih). b. Masih terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan. c. Belum adanya kepastian hukum yang dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC d. Kesiapan menghadapi ASC yang belum Optimal e. Kurangnya sarana dan prasarana, kualitas SDM yang baik. f. Masih adanya beberapa produk, jasa yang belum siap bersaing dalam ACE 2015. 
 KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kebijakan “Terwujudnya kesiapan menghadapi AEC 2015, melalui peningkatan harmonisasi dan sinkronisasi untuk memadukan beberapa peraturan dalam mendukung AEC, membangun pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang”. 
2. Strategi 
 a. Strategi 1 - Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi (memadukan) beberapa Peraturan dalam mendukung AEC
 b. Strategi 2 - Membangun pasar tunggal dan basis produksi
 c. Strategi 3- Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi 
 d. Strategi 4 - Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, fokus pada usaha kecil dan menengah 
3. Upaya 
a. Upaya mendukung Strategi 1, dalam Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC, dengan upaya antara lain: 
1) Memperkuat dan melakukan harmonisasi regulasi antar sektor; perkebunan dengan badan pertanahan, Kehutanan dengan pertambangan, Pajak pusat dengan pajak daerah (Double Taxation), dan yang terkait dengan masalah perijinan. 2) Membentuk Kelompok Kerja dalam rangka mengawal implementasi Inpres No. 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015. 3) Pemerintah Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam pertambangan segera menyusun peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 4) Melakukan revisi Undang-Undang no 25 th 2007, terkait dengan bidang ekonomi dan SDA yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak diskriminatif. b. Upaya mendukung Strategi 2, dalam Membangun pasar tunggal dan basis produksi, dengan upaya antara lain: 1) Segera menetapkan blueprint prioritas pengembangan Industri. 2) Menerapkan SNI secara konsisten untuk menuju standar internasional. 3) Mewajibkan penerapan tata kelola usaha yang baik (Good Corporate Governance) terhadap para pelaku ekonomi. 4) Kemenkeu segera: a) Membenahi regulasi Kepabeanan dengan memperhatikan keadaan dan kondisi perekonomian Indonesia berdasarkan masukan dari instansi terkait/stakeholder. b) Mengembangkan pelayanan satu atap (single windows sistem) di bidang Kepabeanan pada seluruh pelabuhan laut Internasional di Indonesia yang selama ini baru diterapkan di Tanjung Priok. c) mempercepat penyusunan regulasi untuk mendorong pembentukan OJK. 5) Pemerintah : a) segera menunjuk pihak ketiga yang independen (misalnya Surveyor Indonesia) untuk melakukan pengujian atas jumlah produksi, kandungan/kadar mineral dan konsentrat, kualitas hasil hutan maupun perkebunan yang dihasilkan dari Indonesia sehingga dapat diketahui dengan pasti berapa sesungguhnya jumlah produksi, jumlah yang diekspor dan harga yang seharusnya. b) Meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dalam rangka memberantas praktek ilegal maupun penyelundupan di bidang pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan perdagangan. c) menghimbau semua profesi keahlian (misalnya Ikatan Akuntan Indonesia, Asosiasi Penilai Indonesia, IDI, PII, Peradi, Pengacara) segera mempersiapkan anggotanya dalam rangka menghadapi persaingan AEC 2015, membenahi Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal agar sesuai dengan komitmen AEC dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan keberpihakan pada pelaku usaha kecil menengah seperti: kepemilikan tanah dan bangunan, usaha asuransi, mengevaluasi kebijakan insentif yang bertentangan dengan spirit AEC. d) melalui partai koalisi DPR mempercepat proses pemilihan komisioner OJK sesuai dengan waktu yang ditentukan, bersama dengan BI secara aktif mempasilitasi pembentukan organ-organ OJK agar segara efektif berfungsi, segera menyelesaikan arsitektur jasa Investasi Indonesia untuk memperkokoh industri jasa keuangan Indonesia, mempercepat harmonisasi regulasi pasar modal dengan standar Internasional, memperjuangkan mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Resolution Mechanism) sebelum mengintegrasikan pasar modal domestik ditingkat Asean, memberdayakan Bulog sebagai institusi yang menjamin ketersediaan pangan nasional 6) Kemenakertrans, Kemendikbud dan Organisasi Profesi terkait: a) Mengembangkan standarisasi profesi di bidang jasa (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum, dan lain lain) menuju Internasional Best Practice. b) Menyusun Blueprint pengembangan SDM terutama dalam bidang jasa secara menyeluruh. 7) Kemen PU dan Kemenhub mempercepat pembenahan infrastruktur jalan, dalam kebijakan di bidang pembangunan 8) Menko Perekonomian dan Gubernur BI agar menjamin proses liberalisasi sejalan dengan kepentingan nasional melalui penyiapan kebijakan pengaman (safeguard policy) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro akibat proses liberalisasi. 9) OJK diberikan mandat untuk meriview tata aturan dan regulasi disesuaikan dengan standar Internasional 10) Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagang-an, Kementerian Koperasi dan UKM segera menyiapkan action plan untuk mengimplementasikan priority integration sectors 11) Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dan Bulog memperce-pat rumusan blueprint ketahanan pangan nasional. 12) Kementerian Pertanian dan Kemen-dag segera menyiapkan langkah-langkah strategis (Roadmap) untuk melaksanakan Integrasi di sektor perdagangan, pertanian dan kehutan-an. c. Upaya mendukung Strategi 3, dalam meningkatkan Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan upaya antara lain: 1) Pemerintah mempercepat kerjasama antar negara ASEAN dalam pengem-bangan intellectual property dengan memperhatikan skala prioritas dengan tahapan pertama (AEC 2015) percepatan kesiapan 6 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, Thailand), kemudian dilanjutkan tahap kedua, dalam waktu 7 tahun untuk menyiapkan negara ASEAN lainnya (Cambodia, Myanmar, Laos, Vietnam). 2) Meningkatkan koordinasi antar negara ASEAN untuk menghadapi persaingan global, khususnya dengan India dan China dengan memfokuskan pada keunggulan di masing-masing Negara 3) Indonesia segera membuka jalur hubungan laut dan udara untuk memudahkan distribusi barang dan jasa dengan memprioritas-kan pembangunan infrastruktur pelabuhan di:Sabang, Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Surabaya, Tarakan, Kalimantan Barat serta membuka jalur perhubungan udara secara bertahap menghubungkan kota-kota industri perdagangan antar negara ASEAN. 4) mendorong dan memberikan subsidi kepada PT Pelni untuk melayani pelayaran dan perusahaan penerbang-an perintis di kawasan bagian Timur Indonesia dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan kawasan Timur dan Barat. 5) Kemenlu, Kemenkeu, dan Kemendag: a) Mempercepat kerjasama antar negara ASEAN dalam hal harmonisasi ketentuan perpajakan dengan memperluas jaringan tax treaty diantara negara ASEAN b) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. c) Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan 6) Pemerintah di masing-masing negara menyiapkan infrastruktur e-commerce di negara masing-masing 7) Kementerian Kominfo dan Kementerian Riset dan Teknologi menyiapkan regulasi untuk mendukung infrastruktur e-commerce. d. Upaya mendukung strategi 4, Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, fokus pada usaha kecil dan menengah. 1) Pemerintah memberikan bantuan keuangan dalam rangka pengembang-an UKM 2) Kemen Koperasi dan UKM melakukan kerjasama antar negara ASEAN dalam pengembangan sektor UKM dengan fokus pada pemberian akses yang lebih luas ke perbankan dan pelatihan dan pengembangan SDM 3) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong terealisasinya konsep eco-tourism sebagai Prime-Mover multimedia nusantara, jendela produk unggulan, wisata kultura/spiritual/kuliner dan eco health. KESIMPULAN Berdasarkan analisis masalah di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Indonesia secara politik telah menanda tangani kesepakatan diberlakukannya AEC 2015, namun secara ekonomi belum siap keseluruhannya. Posisi Indonesia sebagai negara yang paling luas, paling besar penduduknya dan sebagai founding father ASEAN membuat Indonesia harus melakukan dorongan untuk kesejahteraan bersama. Beberapa sektor ekonomi di Indonesia mempunyai peluang yang cukup baik, namun lainnya masih diperlukan pembenahan yang memerlukan waktu. 2. Dengan keputusan AEC berlaku tahun 2015 untuk enam negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, dan Thailand), tahun 2020 untuk empat negara (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam) serta telah disepakatinya berlakunya CAFTA pada tahun 2008, sebenarnya kegiatan AEC yang akan datang sudah ketinggalan langkah. Karena alasan AEC adalah menghadapi persaingan dengan China dan India. Namun demikian upaya ini minimal untuk menyelaraskan CAFTA dan AEC 2015 menuju kawasan satu pasar yang lebih baik. 
 REKOMENDASI
 Berdasarkan kesimpulan di atas, direkomendasikan langkah tindak sebagai beriku: Kemenko Perekonomian: 1) membentuk Kelompok Kerja dalam rangka mengawal implementasi Inpres No. 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015. 2) bersama Gubernur BI menjamin proses menuju AEC 2015 sejalan dengan kepentingan nasional melalui penyiapan kebijakan pengamanan (safaguard policy) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro akibat liberalisasi. 3) bersama Kementerian Perdagangan, dan Kemen BUMN mengembangkan indikator kinerja kunci dalam penerapan tata kelola usaha yang baik (good corporate governance) terhadap segenap pelaku ekonomi nasional maupun asing yang beroperasi di wilayah Indonesia. 4) bersama Kemen Perindustrian, Kemendag, Kementerian Koperasi dan UKM menyiapkan action plan sebagai implementasi prioritas sektor terpadu (Priority Integration Sector). Kementerian Luar Negeri melakukan koordinasi antar negara ASEAN dalam rangka meningkatkan kesiapan untuk menghadapi persaingan global, khususnya dengan India dan China, dengan memfokuskan pada upaya peningkatan infrastruktur, efisiensi, SDM, IT dan pembenahan regulasi nasional. Kementerian Keuangan: 1) meningkatkan dan memperluas pelaksanaan sistem pelayanan satu atap (Single Window Sistem) di bidang kepabeanan. 2) mempercepat penyusunan regulasi untuk mendorong pembentukan OJK. Kementerian PU dan Kemenhub mempercepat pembenahan infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara, listrik, kereta api, kawasan industri. Kementerian BUMN dan BKPM melakukan revisi UU No.5 Tahun 2007, terkait dengan Bidang ekonomi dan SDA yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak diskriminatif. Kementerian Kehutanan, Kemen ESDM dan K/L terkait mengeliminasi pajak berganda (double taxation) terkait harmonisasi regulasi antar sektor perkebunan dengan badan pertanahan, kehutanan dengan pertambangan, pajak pusat dengan pajak daerah, dan yang terkait dengan masalah perizinan. Kementerian Perindustrian segera menetapkan cetak biru (blueprint) prioritas pengembangan industri, selanjutnya bersama dengan K/L terkait dan BSN menerapkan SNI secara konsisten untuk menuju standar internasional. Kemenakertrans, Kemenkes, Kemendikbud dan Organisasi Profesi (Asosiasi Penilai Indonesia, IDI, PII,Peradi, Pengacara, IAI) untuk mempersiapkan anggotanya dalam menghadapi persaingan di era AEC menuju international Best Practice. Kementerian Perdagangan, BKPM dan K/L terkait membenahi UU No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal agar sesuai dengan komitmen AEC 2015 dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan keberpihakan kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong terealisasinya konsep eco tourism sebagai Prime mover multi media nusantara, jendela produk unggulan, wisata kultural/spiritual, wisata kuliner dan eco health. Kementerian Perhubungan memberikan subsidi kepada PT. Pelni untuk melayani pelayaran dan perusahaan penerbangan perintis di kawasan Timur Indonesia, dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan kawasan Timur dan Barat Indonesia. Pemerintah Kabupaten segera menyusun Peraturan Daerah tentang Wilayah Pertambangan (WP) sebagaimana diamanatkan UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 
PENUTUP 
Demikianlah naskah Antisipasi dan solusi terhadap kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015, sebagai sumbangan bahan untuk penetapan kebijakan lebih lanjut.

1 komentar:

  1. Ijin saya rekomkan ke Mhsw untuk kelengkaoan paper mereka. Terimakasih.

    BalasHapus