Jumat, 04 Oktober 2019

Gebyar Pelantikan DPR

GEBYAR PDPR...
 Baru saja kita selesai dengan pelantikan anggota DPR periode 2019-2024. Semua stasiun TV menyuguhkan tayangan upacara tersebut. Nitizen disuguhi foto dan video anggota DPR terutama yang baru, yang dianggap menarik untuk disimak. Foto Selebritis wanita yang cantik-cantik, laki-laki gagah perkasa dengan tiga isteri, sampai pada foto anggota yang baru saja dilantik sedang tidur lelap dikursinya, semua beredar dengan komentar yang beraneka ragam. Tidak kalah serunya, foto/video para tokoh undangan yang menghadiri pelantikan anggota DPR. Saat itu Gedung Nusantara 1, ibarat gedung tempat upacara penyerahan piala Oscar dimana para aktris dan aktor berjalan di karpet merah. Hari-hari berikutnya acara televisi tetap di padati dengan kegiatan anggota DPR/DPD/MPR. Semuanya meriah, penuh tawa ceria, menggambarkan kemakmuran para wakil rakyat Indonesia. Bagaimana bisa dikatakan makmur atau kaya? Logika sederhana, biaya kampanye untuk menjadi Yang Mulia anggota DPR pasti besar. Bukan sekedar bilangan juta, tetapi bilangan milyar. Berapa nol nya? Petani, tukang becak atau bakul pecel susah membayangkannya. Padahal mereka adalah rakyat yang diwakili oleh Yang Mulia Anggota DPR. Begitu juga gaji yang akan diterima oleh Yang Mulia, sungguh fantastis...tidak masuk akal; sangat luar biasa; sangat hebat menurut rakyat biasa. Mengapa individu yang sudah kaya masih ingin menjadi anggota DPR dengan gaji, fasiltas yang aduhai? Teori kebutuhan/ motivasi oleh Alderfer, yang disebut Teori ERG (Existence,Relatednes, Growth) bisa menjelaskannya. Existence atau keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup yaitu meliputi kebutuhan fisiologis ( gaji, makanan/minuman, dan sex) dan ditambah kebutuhan akan rasa aman (asuransi, pensiun dll) Relatedness atau hubungan mencakup kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain Growth atau pertumbuhan adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk dihargai, dan memiliki pengaruh terhadap diri sendiri atau lingkungan. Semua kebutuhan yaitu : gaji besar, asuransi, pensiun, penghargaan sebagai Yang Mulia dan perwujudan diri/aktualisasi diri muncul bersamaan sekaligus, dalam diri calon anggota DPR tanpa harus berurutan. Peluang dan kepastian mendapatkan semuanya terbuka lebar dengan berkantor di DPR. Proses untuk menjadi Yang Mulia anggota DPR, sesuai dengan peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” bersakit-sakit dulu, bersenang-senang kemudian. Mari kita lihat sejarah DPR Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Maka, sesuai pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini adalah bakal calon badan legislatif di Indonesia. Anggota KNIP berjumlah 60 orang. Sumber lain ada yang menyebutkan jumlahnya 103 anggota. Dalam Sidang KNIP yang pertama telah ditentukan empat pimpinan susunan pimpinan sebagai berikut: Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua. Mr. Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I. Mr. J. Latuharhary sebagai wakil ketua II. Adam Malik sebagai wakil ketua III. Berapa gajinya? Tidak ada data mengenai hal tsb. Pada masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950), badan legislatif terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat dengan jumlah anggota 32 orang, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang anggotanya berjumlah 146 orang (49 orang dari anggota tersebut adalah perwakilan Republik Indonesia dari Yogyakarta). Selanjutnya sampai sekarang nama Dewan Perwakilan Rakyat tetap dipakai. Kembali pada rakyat yang diwakili anggota DPR. Ada baiknya kita melihat Angka pendapatan per kapita yang merupakan ukuran paling sederhana yang dapat merepresentasikan tingkat kesejahteraan sebuah negara. Dari sebelas negara yang ada di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kelima dengan angka pendapatan per kapita, dibawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand (per Oktober 2017). Bangsa Indonesia dengan kekayaan Sumber Daya yang dimiliki, pasti akan bisa mengungguli negara tetangga, asal semua lembaga negara bekerja keras untuk menjadi juara Asean. Upaya untuk menjadi juara Asean sudah dilakukan oleh pemerintah (Eksekutif). Bagaimana dengan Legislatif ? apakah penampilan, pendapatan dan fasilitas dan anggota DPR merepresentasikan upaya untuk mensejahterakan rakyat Indonesia yang katanya mereka wakili? Rakyat hidup pas-pasan tetapi wakilnya gemerlapan, bergelimang kemewahan. Bagaimana kalau nama Dewan Perwakilan Rakyat dengan singkatan DPR disesuaikan menjadi Dewan Perwakilan Perjuangan Rakyat (DPPR) atau Dewan Perjuangan Rakyat (DPR). Agar semangat para anggota dewan untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia menjadi masyarakat sejahtera, adil dan makmur lebih lama membara. Hadir dalam rapat-rapat dari awal sampai akhir, menjalankan tugas dengan penuh jawab, berintegritas selama masa jabatan. Atau kalau sulit merubah nama DPR, akan lebih mudah merubah perilaku bermewah-mewah memakai uang rakyat yang mereka wakili. Sekaligus tidak menyakitkan hati rakyat. “Orang yang mencari kebenaran tetapi malu berpakaian sederhana adalah orang yang tidak perlu kita ajak bicara” Konfusius Filsuf dari Tiongkok. Merdeka! ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ Retno Triani Soekonjono Psikolog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar