Kamis, 29 Juli 2021

BERAMAL

 BERAMAL

Masyarakat kelas ekonomi kebawah terbukti telah menjadi kelompok yang paling merasakan dampak negatif penyebaran virus Corona di Indonesia. Berbagai upaya solidaritas antarwarga akhir-akhir ini muncul untuk mengurangi beban ekonomi sebagian warga yang kurang beruntung itu. Ibu-ibu rumah tangga berusaha menyisihkan uang belanja sehari-hari, dan bersama-sama membuat makanan yang diberikan secara gratis pada masyarakat miskin itu. Mereka memberikan sedekah atau donasi dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dan semata-mata hanya mengharapkan ridha-Nya sebagai kebenaran iman seseorang. Puncaknya adalah ketika Sosok Akidi Tio jadi perbincangan setelah sumpang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID-19 di Indonesia. Akidi Tio merupakan pengusaha asal Aceh. Semasa hidup dia disebut gemar membantu warga tak mampu di berbagai daerah. Banyak orang yang menyumbangkan uangnya untuk amal percaya bahwa membantu orang yang membutuhkan adalah hal yang penting dan mulia Hal Ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa sarjana seperti Gil Clary, Mark Snyder dan rekan-rekan yang menemukan bahwa alasan paling penting untuk menjadi sukarelawan adalah kepedulian altruistik. Orang-orang altruistik menikmati perilaku memberi dan memperoleh kesenangan dari tindakan tersebut. Dalam ilmu psikologi, Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Altruisme adalah lawan dari egoisme yaitu sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Apakah altruisme merupakan faktor bawaan atau bisa dipelajari ? Altruisme bisa merupakan sifat bawaan tapi juga bisa dipelajari. Biasanya anak-anak kecil merasa senang berbagi , dan sampai batas tertentu, kecenderungan altruistik mungkin sudah tertanam dalam diri sebagian orang. Banyak tindakan altruistik bersifat reaktif, atau merupakan reaksi yang bersifat manusiawi. Manusia merespons dengan penuh kasih ketika mereka melihat orang lain kesakitan dan membutuhkan bantuan. Disamping merupakan faktor bawaan, orang juga mempelajari norma-norma altruisme dalam budaya mereka, dan dalam lingkungan keluarga melalui pola asuh orang tua. Selain Altruisme ada beberapa hal yang mampu memotivasi orang untuk beramal. 

 1. NILAI PRIBADI. Adanya rasa moralitas dan etika. 96% orang memberi amal karena mereka merasa berkewajiban untuk memberi sesuatu kepada masyarakat dengan alasan moral. Ada alasan untuk mengatasi kepedihan akibat ketidaksetaraan antara golongan kaya dan miskin. Selain itu mereka juga merasa perlu untuk memanfaatkan “nasib baik” mereka untuk membantu orang lain yang bernasib kurang beruntung. 

 2. IMAN DAN AGAMA Pemberian tanpa pamrih sering menjadi komponen kunci dari banyak sistem kepercayaan spiritual dan agama. Penelitian menunjukkan 71% donor yang hebat menunjukkan nilai-nilai agama mereka sebagai motivasi utama untuk komitmen mereka terhadap amal. 

 3. PENGALAMAN PRIBADI 61% orang mengatakan bahwa pengalaman pribadi yang terjadi dalam hidup mereka, telah memicu perilaku untuk beramal . Hal ini bisa berupa pengalaman kesulitan hidup saat kecil, hingga pengalaman kehilangan anggota keluarga yang telah berjuang melawan penyakit. Apa dampak tindakan beramal pada kehidupan dan pada diri sendiri? Menurut penelitian, tindakan sederhana menyumbangkan uang tunai dapat membantu dan menyegarkan kembali hidup Anda. Keuntungan lainnya, ketika anak-anak Anda melihat Anda menyumbangkan uang, mereka cenderung akan mengadopsi “pola pikir” memberi saat mereka dewasa Penelitian juga menunjukkan bahwa memberikan uang berapapun besarnya untuk amal memiliki dampak positif pada otak, yang selanjutnya akan menyebar memberi kebahagiaan dan rasa bersyukur pada seluruh diri Anda. “Ketika Anda memiliki lebih dari yang Anda butuhkan, bangunlah meja yang lebih panjang bukan pagar yang lebih tinggi”. 

RTS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar