Kamis, 08 April 2010

DIALEKTIKA Perjuangan Pemasyarakatan Pancasila

DIALEKTIKA
PERJUANGAN PEMASYARAKATAN PANCASILA

Oleh:
Dr.A. Yani Antariksa., SE, SH, MM.


PENDAHULUAN

Kondisi sekarang ini untuk mendiskusikan Pancasila sebagai sebuah dialektika menuju sebuah ilmu kiranya akan menimbulkan pertanyaan yang cukup menggelitik, tepatkah waktunya, sinisme atau anthusiaisme. Memang harus diakui bahwa membicarakan Pancasila, di era transisi reformasi, menjadi sesuatu hal yang langka, dan mungkin sedikit aneh. Pancasila, seolah-olah tenggelam bersamaan dengan (a) runtuhnya rezim Soeharto atau Orde Baru, dan (b) diterbikannya kebijakan publik mengenai terbukanya organisasi sosial politik menggunakan asas organisasi di luar Pancasila, dengan catatan tidak bertentangan dengan Pancasila dan tetap menggunakan Pancasila sebagai dasar negara. Lemhanas mengundang para pakar untuk mencoba mebicarakan Pancasila nanti dalam seminar di Tahun 2010 ini. Kalau melongok 5 tahun lalu Engkoswara (PR, 1 Juni 2005) menggunakan kalimat, “akhir-akhir ini, sistem nilai dan budaya yang terkandung dalam Pancasila itu seperti tertutup abu tebal, tidak tampak warna asalnya”. Mudah-mudahan kecenderungan hilang warna asal Pancasila itu, tidak benar. Paling tidak, menurut Reiza D Dienaputra (PR, 1 Juni 2005), dengan penanaman kembali kesadaran berPancasila, dan konsistensi seluruh elemen bangsa dalam hidup berPancasila, diyakininya Pancasila akan kuat dan kokoh dalam menjawab tantangan jaman.
Penekanan kembali hari lahirnya Pancasila oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Juni 2006, dan bulan Juni 2007, akhir-akhir ini dua partai nasionalis besar berkoalisi mengusung kembali Pancasila sebagai isu sentral, mudah-mudahan dapat mendorong kembali pemasyarakatan Pancasila agar membumi di Indonesia. Namun tidak semua paham dan tertarik kepada Pancasila, bahkan Pemerintah sendiri melanggar komitmen tersebut dengan tidak mencantumkan sama sekali Pancasila ataupun core valuenya dalam RPJPM.Kalau begitu bagaimana dengan isu sentral tersebut. Adalah Profesor Genggong dan prof Bas yang mengangkat kembali statemen ini dalam diskusi lemhanas. Pertanyaanya apakah sudah tepat tanggal 1 juni sesuai konsep yang di buat oleh Presiden pertama tersebut, atau 22 juni setelah diterima BPUPKI dengan proses yang cukup alot diterimanya penghilangan 7 kata dalam Piagam jakarta, atau 18 agustus ditetapkannya sebagai ideologi Negara sekaligus hari lahir Panca Sila. Pendekatan sejarah memang berbeda namun tentunya jangan membuka sesuatu menjadi luka lama, hal-hal yang telah disepakati. Akhirnya para tim hanya bisa mencoba untuk menyarankan supaya dipertimbangkan kembali isu sentral 1 juli tersebut. Jawaban Presiden sangat arif dalam pidato 1 Juni 2010 memperingati pidato Bung Karno pada 1 Juni, tidak dinyatakan sebagai hari lahir Pancasila. Pikiran Bung Karno dikutip dengan baik sesuai dengan era kekinian. Walaupun banyak kritik sana sini tetapi pertanda Baik kesepakatan tidak mempermasalahkan Panca Sila yang sudah sah sebagai Dasar Negara.
Dengan mencermati hal tersebut, apakah memang problema Pancasila itu sudah selesai ? Dan setiap tantangan jaman dapat diselesaikan ? Sebagai sebuah ideologi yang terbuka atau ideologi yang dinamis, maka Pancasila akan senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah baru, dan oleh karena itu pula membutuhkan adanya sebuah strategi baru dalam memperkokoh ideologi bangsa dan negara yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pada titik inilah, membincangkan kembali Pancasila, terasa menjadi sangat unik, dan perlu untuk direspon oleh kalangan yang memiliki kecintaan terhadap masa depan bangsa Indonesia . Oleh karena itulah saatnya dimulai kembali dialektika Pancasila dalam “Perjuangan Pemasyarakatan Pancasila”, walau mungkin Jalannya Masih Panjang. Termasuk apa yang nanti akan diseminarkan oleh tetangga kami Lemhannas.

PEMBAHASAN
Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Namun nilai-nilai yang dimiliki Pancasila pada saat ini kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai universal a.l globalisasi bercirikan demokratisasi, hakasasi manusia & lingkungan hidup, selain itu pula kemajuan iptek berupa informasi & transformasi menjadikan dunia tanpa batas, & era pasar bebas bercirikan liberalisme ekonomi kapitalis berdampak terhadap pergeseran peradaban. Dari kenyataan tersebut Pancasila mengalami pengaruh yang cukup tajam, dimana di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.
Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 ttg P4 & dibubarkannya BP7, yang berarti secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila. Selain itu UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Sehingga kedepan generasi muda akan kehilangan makna Pancasila, sebagai jatidiri bangsa yang digali dari bumi sendiri. Nilai2 luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain :
 Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan.
 Penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
 Masyarakat apatis menerima Pancasila.
 Dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila

Mengilmukan Pancasila
Dalam dialektika ideologi, tampaknya tidak sulit menjelaskan bila kapitalisme menjadi sebuah ideologi negara dan bangsa Amerika atau Eropa Barat. Tidak sulit bila menjelaskan mengenai ideologi komunis mampu mengakar kuat di Cina, Kuba dan Rusia. Demikian pula, tidak aneh dan tidak sulit menjelaskannya, bila ajaran-ajaran Islam dijadikan sebagai sebuah “ideologi” di Negara Iran. Jawaban terhadap semua masalah itu, adalah karena ideologi bangsa tersebut, telah mampu dijadikan sebagai sistem hidup (belief system) dan kehidupannya. Manakala sebuah ideologi bangsa telah memiliki sistematika tertentu, dan bukan hanya mitos, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat tersebut, akan berideologi sesuai dengan nilai substantif ideologi bangsanya. Dengan asumsi seperti ini, maka setiap warga negara Indonesia atau diantara kita akan dapat mengajukan sebuah pertanyaan yang sama terhadap Pancasila. Misalnya, apakah Pancasila telah memiliki perangkat sistematika ideologi yang jelas sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari? Ataukah metodologi Pancasila sudah tepat dan membumi? Kalau pelaksanaan metodologi Pancasila dalam Era Orde baru hanya mengajarkan monoloyalitas kepada penguasa negara, tanpa membicarakan apakah kewajiban negara, kepada rakyatnya. Sehingga timbul apriori dan dibubarkan lembaga BP7 tanpa jalan keluar penggantinya.
Memekarkan pola pikir yang diusulkan Koentowidjojo (1994), kita dapat mencermati perkembangan pembudayaan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam konteks itu, Koentowidjojo menyebut Pancasila sebagai sebuah ideologi murni, ideologi praktis. Kemudian dalam konteks yang lain, Koentowdjojo pun mengembangkan ideologi sebagai ilmu. Dengan kata lain, dari sisi sosio-politik perkembangan pemikiran, dapat dikemukakan bahwa Pancasila mengalami berbagai perubahan makna dan pemposisian (positioning) dalam konteks perubahan sosial politik Indonesia.
Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik. Memang seorang filsuf mengajarkan kebaikan, ajaran filsafat tersebut sebagai pengetahuan atau kumpulan ilmu pengetahuan, tanpa harus membuktikannya sebagai ilmu yang membutuhkan data empirik. Peserta didik di jaman Orde Baru dan masyarakat pada umumnya, sangat kenal dengan istilah “Hari Lahir Pancasila”. Pernyataan serupa ini, pada dasarnya merupakan sebuah reaksi ideologis dalam mendudukkan Pancasila sebagai ideologi murni.
Pada dekade berikutnya, muncul gejala memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik. Memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik ini berbeda makna dan imbasnya dengan memposisikan Pancasila sebagai mitos. Pancasila sebagai ideologi politik, muncul dalam bentuk polarisasi struktur dan sosial politik kemasyarakatan.
Contoh nyata dan berdampak nyata dalam menerapkan Pancasila sebagai ideologi politik, yaitu terjadi di era Orde Baru. Pancasila dijadikan sebagai pemisahan kelompok kepentingan. Pada saat itu, penguasa Orde Baru dimaknai sebagai pro Pancasila, dan penentang “penguasa” disebut sebagai kelompok anti-Pancasila. Dengan demikian, polarisasi masyarakat dapat dibelah menjadi dua kelompok, yaitu pendukung Pancasila dan ‘anti’ Pancasila. Dalam rangka memPancasilakan seluruh masyarakat, maka dikembangkan penataran P-4, dan pendidikan Pancasila pada berbagai strata di masyarakat.
Apakah dengan demikian, Pancasila telah mampu menjadi satu kekuatan sosial politik dalam diri masyarakat untuk membangun masyarakat yang ‘ideal’ ? Tampaknya, perlu waktu untuk menjawab pertanyaan ini. Dan mungkin, hanya sejarah Indonesia itu sendiri, yang mampu menjawab pertanyaan ini.

Ideologi kritis
Sangat disayangkan, bangsa kita memang memiliki sedikit orang yang mempunyai perhatian terhadap tuntutan penerapan Pancasila sebagai ideologi praksis. Mubyarto (almahum), adalah salah satu contoh cendekia Indonesia yang berkepedulian tinggi dalam mengembangkan Ekonomi Pancasila di Indonesia. Namun, projek pemikiran ini, masih miskin respon dari kalangan intelektual lainnya. Sehingga, nyaris ide ini menjadi sebuah ide yang ‘melayang-layang’ di atap rumah sendiri (baca: Indonesia). Sementara Koentowidjojo pergi dengan meninggalkan sejumlah ‘PR’ (pekerjaan rumah) bagi bangsanya untuk mengembangkan Pancasila sebagai ideologi praktis.
Dengan sedikitnya pemikir Indonesia dalam mengembangkan pemikiran-pemikirn mengenai Pancasila ini, tidak menjadi heran bila masyarakat Indonesia dan khususnya kalangan elit Indonesia mengalami kesulitan dalam proses pengimplementasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan. Menurunkan Pancasila sebagai sebuah ilmu ini, maka dibutuhkan adanya pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila.
Sebelum kita memasuki ranah yang lebih dalam tentang filsafat Pancasila,
hal-hal mendasar yang harus diingat bahwa kita harus berpikiran positif terhadap Pancasila, kita berpikir (reflective thinking) filsafati, marilah kita coba dalami secara filsafat. Reflective thinking adalah cara berpikir filsafat atau suatu perenungan filsafat dengan pola berpikir radikal dan menyeluruh, dengan dasar berpikir keragu - raguan, kegelisahan yang kemudian akan merenung berulang - ulang, (Stefanus S, mengutip hasil kuliah program Doktor Untag 28 September, 2000). Esensi dari reflective thinking adalah :
1.Filsafat membawa kepada pemahaman dan tindakan:
a. Ontologi; Dasar ontologi filsafat yaitu harus bisa menjawab apa yang ada pada kenyataannya di alam ini.
b. Epistemologi; Yaitu suatu teori pengetahuan, yang menjawab kenapa hal itu bisa terjadi adanya.
c.Axiologi; Yaitu bagaimana hal itu bisa terjadi, bagaimana memecahkannya dengan adanya tersebut.
2. Filsafat membawa pada pemikiran secara ketat., Filsafat merupakan perenungan untuk mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadai dari pengetahuan agar memperoleh pemahaman.
3. Filsafat membawa sejumlah makna khusus., Dalam filsafat makna yang dikandung menekankan pada keabadian. Untuk menghadapi situasi atau peristiwa ada beberapa kemungkinan makna yang terjadi : Sikap acuh tak acuh, Menekan perasaan, Ketiadaan sifat penting
kembali kepada filsafati Pancasila., Pertama, dibutuhkan adanya satu model narasi akademik yang memperkuat dan memperkokoh ontologi kePancasilaan. Jika Soekarno, di jamannya, mampu menyakinkan bahwa Pancasila adalah ideologi yang nyata atau riil dan berkesesuaian dengan kebutuhan jaman untuk membangun kesadaran nasionalisme, maka bangsa Indonesia saat ini pun perlu disadarkan dan ditumbukan keyakinan bahwa Pancasila memiliki landasan empirik dan landasan ontologis yang nyata bagi bangsa Indonesia. Perdebatan elit politik dalam memperkarakan mengenai asas orsospol (antara Pancasila dan asas selain Pancasila) merupakan bukti nyata bahwa elit politik (juga konstituennya) memiliki kesadaran yang berbeda mengenai ontologi ideologi yang relevan dengan masyarakat Indonesia yang plural, yang perlu dijadikan sebagai landasan ideologi negara.
Pada tahap kedua, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup, atau dalam istilah Koentowidjojo, yaitu dijadikan sebagai ideologi praktis. Dalam konteks ini, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkan Pancasila sebagai ontologi berbangsa menjadi metode hidup.
Andai kita bertanya kepada negara Barat yang berideologi kapitalis, bagaimana menyelesaikan krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka jawaban mereka adalah jelas, yaitu ciptakan dan datangkan modal (capital). Berikan kebebasan kepada kaum pemodal untuk melakukan aktifitas ekonominya. Sedangkan, bila yang ditanya adalah kaum sosialis, maka jawabannya adalah negara harus segera turun mengamankan pasar untuk menjaga monopoli kaum kapitalis dan menjaga kaum marginal. Pertanyaanya, bagaimana jika bangsa Indonesia yang ditanya ?
Secara akademik, penulis yakin, bahwa jika jawabannya sejalan dengan salah satu pemikiran tersebut, maka elit bangsa ini memang belum mampu menjadikan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kebijakan ekonomi yang cenderung mengiblat ke IMF, ke World Bank, atau ekonomi “Kapitalis” dan “liberalisme” adalah contoh mengenai hilangnya kesadaran metodologi berbangsa yang ber-Pancasila. Penyingkiran kaum miskin (pheripheral) dari kepentingan pembangunan mall-mall, adalah contoh lain mengenai hilangnya kesadaran metodologi berbangsa yang ber-Pancasila tadi.
Untuk kepentingan ini, maka kita, memiliki tanggung jawab yang besar untuk merumuskan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain pula, Pancasila tidak akan dapat membumi, jika tetap hanya dijadikan mitos, tanpa memiliki model praktis dalam memecahkan masalah hidup. Dalam Semiloka tentang upaya strategis aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam membangun kehidupan nasional Indonesia, yang diselenggarakan oleh Dewan Ketahanaaan Nasional pada tanggal 25-27 Mei 2005, didapatkan rumusan bahwa masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang menegakan dasar negara Pancasila secara konsisten dalam semua bidang kehidupan. Artinya bahwa Pancasila harus menjadi bagian kehidupan riil bangsa kita, bukanlah mitos. Dalam contoh kecilnya, seorang guru perlu memiliki kerangka pikir bagaimana menjadi guru yang Pancasilais dengan keteladanan seorang guru sebagai pemimpin dan pendidik siswanya, seorang pedagang memiliki kerangka pikir menjadi pedagang yang Pancasilais, seorang pengusaha memiliki kerangka pikir menjadi pengusaha yang Pancasilais, dan seorang buruh memiliki kerangka pikir menjadi buruh yang Pancasilais, dan sebagainya.
Terakhir yaitu menjadikan Pancasila sebagai sebuah aksiologi. Para pembina, penatar, pendidik, dan komunikator mengenai nilai-nilai Pancasila perlu memiliki argumentasi yang utuh dan lengkap mengenai makna dan manfaat dari penerapan nilai Pancasila. Dalam tataran filsafat “What for”, apakah manfaatnya bagi orang banyak atau masyarakat atau “utillitarian”.
Orang kapitalisme, sudah sangat jelas impiannya itu (salah satu diantaranya) adalah adanya kebebasan (freedom) dalam mengaktualisasikan diri. Sementara masyarakat sosialis memiliki impian untuk membangun masyarakat sejahtera secara bersama-sama. Kembali kepada bangsa kita, melalui ideologi Pancasila ini, bentuk masyarakat manakah yang akan dibangun ? Tanpa ada impian mengenai masa depan masyarakat yang akan dicapainya, maka sebuah ideologi akan menjadi utopis, dan tidak menarik bagi manusia jaman post modernisme seperti saat ini.
Manusia, dalam batasan tertentu adalah makhluk yang utilitarian (berharap mengenai manfaat) dari sesuatu hal. Oleh karena itu pula, bila ada rumusan yang jelas dan disosialisasikan secara utuh kepada masyarakat, maka Pancasila akan menjadi sebuah ideologi yang mapan tumbuh di masyarakat Indonesia.
Akhirnya, dengan cerminan seperti ini, pemasyarakatan Pancasila atau membumikan ketahanan budaya Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, keteladan para pemimpin, dan profesionalisme kerja seperti diungkap Engkoswara, peningkatan wawasan kebangsan, pelembagaan formal pengembangan Pancasila dalam bentuk organisasi dan pendekatan hukum melalui pembuatan perundang-undangan sebagai payung hukum saja, tetapi membutuhkan pula ada sebuah transformasi ideologi Pancasila menjadi sebuah ilmu. Didalam ilmu Pancasila inilah termuat penguatan ontologi ideologi sesuai dengan perkembangan dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan, penguatan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta penguatan Pancasila sebagai nilai tujuan pembangunan masa depan Indonesia. Dengan kata lain, tantangan nyata Pancasila adalah membuat rumusan riil dalam menyelasaikan masalah hidup.


Ketauladanan Pemimpin
Mengenai masalah profesionalisme, tanggung jawab dan keteladanan pemimpin penulis ingat pesan yang disampaikan oleh mantan Kasal Laksamana (Purn) Arifin, kepada para Perwira jajaran Armatim Duapuluh Tahun yang lalu; “ Para perwira sekalian, berbuatlah yang menurutmu baik dan benar serta bermanfaat bagi rakyat, kalau kamu yakin itu benar, jangan takut, saya yang bertanggung jawab”. Refleksi pernyataan tersebut adalah ketauladanan pemimpin untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada para anak buahnya, “tiada anak buah yang salah melainkan pemimpin yang salah”. Ketauladanan ini penulis dapatkan kembali dalam perbincangan secara informal dengan Kasal Laksamana Slamet Soebiyanto, dengan beberapa Perwira, ditepi kolam renang Mabesal, selesai lari pagi, jumat 22 juni 2007 antara lain:” Saya siap membangun Angkatan Laut menjadi baik dan besar, sekarang ini secara radikal atau revolusioner kesejahteraan akan saya tingkatkan melalui pengelolaan taplin yang benar dengan perumahan bagi setiap anggota, keterbukaan (baca transparansi) masalah yayasan, fasdin kepada adik-adik. Selanjutnya beliau mengatakan biar saya sekarang disuka atau tidak disuka tetapi saya akan membangun Angkatan Laut dengan segala daya upaya untuk menjadi besar”. Refleksi keteladanan pemimpin tersebut walaupun berbeda generasi, mempunyai subtansi yang sama ”Berani berbuat, dan bertanggung jawab demi kebaikan, kebenaran dan kebesaran AL”. Refleksi kepemimpinan tersebut selain menunjukkan pengamalan nilai-nilai Pancasila, juga azas kepemimpinan TNI yang diambil dari bumi sendiri. Lahirnya pemimpin yang kuat kadang terasa berat bagi anak buah yang mengalaminya karena harus jujur, sederhana, kerja keras dll, tetapi hal ini akan sangat dirasa manfaatnya bila anak buah tersebut telah berpisah dan mersakan makna kebenaran tersebut, dikemudian hari.
Menganalogikan ketauladanan pemimpin AL, tantangan yang dihadapi Pancasila saat ini, bukan hanya masalah sosialisasi yang membutuhkan adanya penanaman kembali kesadaran atau konsistensi para pemimpin dan elemen bangsa dalam menerapkan Pancasila seperti diutarakan Rieza D Dienaputra, melainkan membuat strategi hidup yang bermuatan nilai Pancasila dalam menjawab tantangan kapitalisme dalam segala bentuk, kemiskinan, degradasi moral dan ketauladanan para pemimpin nasional dan daerah dalam kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab.
Bila demikian adanya, maka Pancasila diharapkan akan menjadi sebuah ideologi terbuka yang kritis, baik dalam menyikapi perkembangan internal Indonesia, maupun dinamika eksternal kehidupan dunia. Pancasila bukanlah ideologi terbuka yang asal akomodir, melainkan menjadi sebuah ideologi terbuka untuk mendapat pemaknaan yang kritis. Karena, kalau Pancasila dijadikan sebagai ideologi yang asal terbuka saja, maka akan dengan mudah diselewengkan oleh kelompok kepentingan tertentu dan penyusupan nilai-nilai asing yang merusak kepribadian bangsa kita.

PENUTUP
Akhirnya dalam dialektika perjuangan pemasyarakatan Pancasila, memang masih membutuhkan waktu yang lama dan panjang. Butuh pemikiran komprehensif integral dari kaum cendekiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama tokoh adat. Lembaga pendidikan seperti Seskoal, Sesko TNI, Lemhannas dan lembaga kedinasan pemerintah lainnya dapat menjadi pelopor dalam mengkaji dan mengembangkan Pancasila. Wujud kongkrit dari pendekatan kritis dalam memposisikan Pancasila sebagai ideologi negara, adalah diwujudkannya dalam semua bentuk peraturan perundangan yang memiliki napas Pancasila. Melalui kebijakan publik seperti inilah, maka warna ideologis Pancasila akan semakin tampak. Dengan kata lain, bila kebijakan-kebijakan publik tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, maka Pancasila belum mampu mewujud sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan entah sampai kapan! Wallahu’alam, hanya Tuhan yang tahu.
Penulis: Sespusjianstra, Dosen tamu Seskoal, dan aktif dalam berbagai kajian kepakaran di Setjen Dewan Ketahanan Nasional RI.

Dialektika ini pernah dimuat di Majalah Cakrawala, http://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/1515/Default.aspx

diupdated untuk membangkitkan kembali semangat pemasyarakatan Pancasila sebagai ideologi negara, untuk sharing kita semua 2010.

39 komentar:

  1. Pancasila harus terus menerus disosialisasikan ke masyarakat.

    BalasHapus
  2. Sangat luar biasa Laksamana, mantap

    BalasHapus
  3. pancasila harus selalu di kembangkan untuk mempuat pola pikir orang orang pada jaman sekarang terbuka dan pemikiran jadi luas, bagus pak yani

    BalasHapus
  4. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa, yang didalamnya terkandung nilai dasar, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR no. 2/1978 ttg P4 dan dibubarkannya BP7, dan UU no. 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelatih wajib. Koentowdjojo menyebut Pancasila sebagai sebuah ideologi murni, ideologi praktis. Stefanus S, menkutip hasil kuliah program Doktor Untag 28 September 2000.Esensi dari reflective thinking adalah:Filsafat membawa kepada pemahaman dan tindakan:ontologi, epistemologi, Axiologi .Filsafat membawa pada pemikiran secara ketat. Filsafat membawa sejumlah makna khusus. Dalam semiloka tentang upaya strategis aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam membangun kehidupan nasional Indonesia, yg diselenggarakan oleh Dewan ketahanan Nasional pada tanggal 25-27 Mei 2005
    , didapatkan rumusan bahwa masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang menegakkan dasar negara Pancasila secara konsisten dalam semua bidang kehidupan. Artinya bahwa Pancasila harus menjadi bagian kehidupan rill bangsa, bukanlah mitos.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya benar, mahasiswa dosen ditantang untuk merumuskanya.

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Pancasila, seolah-olah tenggelam bersamaan dengan runtuhnya rezim Soeharto atau Orde Baru, dan diterbikannya kebijakan publik mengenai terbukanya organisasi sosial politik menggunakan asas organisasi di luar Pancasila, dengan catatan tidak bertentangan dengan Pancasila dan tetap menggunakan Pancasila sebagai dasar negara.

    Akhirnya, dengan cerminan seperti ini, pemasyarakatan Pancasila atau membumikan ketahanan budaya Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, keteladan para pemimpin, dan profesionalisme kerja seperti diungkap Engkoswara, peningkatan wawasan kebangsan, pelembagaan formal pengembangan Pancasila dalam bentuk organisasi dan pendekatan hukum melalui pembuatan perundang-undangan sebagai payung hukum saja, tetapi membutuhkan pula ada sebuah transformasi ideologi Pancasila menjadi sebuah ilmu.

    Menganalogikan ketauladanan pemimpin AL, tantangan yang dihadapi Pancasila saat ini, bukan hanya masalah sosialisasi yang membutuhkan adanya penanaman kembali kesadaran atau konsistensi para pemimpin dan elemen bangsa dalam menerapkan Pancasila seperti diutarakan Rieza D Dienaputra, melainkan membuat strategi hidup yang bermuatan nilai Pancasila dalam menjawab tantangan kapitalisme dalam segala bentuk, kemiskinan, degradasi moral dan ketauladanan para pemimpin nasional dan daerah dalam kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab.

    BalasHapus
  7. RINGKASAN DIALEKTIKA PERJUANGAN PEMASYARAKATAN PANCASILA

    Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.
    Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.
    Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan. Menurunkan Pancasila sebagai sebuah ilmu ini, maka dibutuhkan adanya pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila.
    hal-hal mendasar yang harus diingat bahwa kita harus berpikiran positif terhadap Pancasila, kita berpikir (reflective thinking) filsafati, marilah kita coba dalami secara filsafat. Reflective thinking adalah cara berpikir filsafat atau suatu perenungan filsafat dengan pola berpikir radikal dan menyeluruh, dengan dasar berpikir keragu - raguan, kegelisahan yang kemudian akan merenung berulang - ulang, (Stefanus S, mengutip hasil kuliah program Doktor Untag 28 September, 2000). Esensi dari reflective thinking adalah :
    1.Filsafat membawa kepada pemahaman dan tindakan
    2. Filsafat membawa pada pemikiran secara ketat
    3. Filsafat membawa sejumlah makna khusus

    BalasHapus
  8. DIALEKTIKA Perjuangan Pemasyarakatan Pancasila
    Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.
    -Mengilmukan Pancasila
    Manakala sebuah ideologi bangsa telah memiliki sistematika tertentu, dan bukan hanya mitos, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat tersebut, akan berideologi sesuai dengan nilai substantif ideologi bangsanya.
    -Ideologi kritis
    Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan.
    -Ketauladanan Pemimpin
    Menganalogikan ketauladanan pemimpin AL, tantangan yang dihadapi Pancasila saat ini, bukan hanya masalah sosialisasi yang membutuhkan adanya penanaman kembali kesadaran atau konsistensi para pemimpin dan elemen bangsa dalam menerapkan Pancasila seperti diutarakan Rieza D Dienaputra, melainkan membuat strategi hidup yang bermuatan nilai Pancasila dalam menjawab tantangan kapitalisme dalam segala bentuk, kemiskinan, degradasi moral dan ketauladanan para pemimpin nasional dan daerah dalam kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab.

    BalasHapus
  9. Dengan asumsi seperti ini, maka setiap warga negara Indonesia atau diantara kita akan dapat mengajukan sebuah pertanyaan yang sama terhadap Pancasila. Kalau pelaksanaan metodologi Pancasila dalam Era Orde baru hanya mengajarkan monoloyalitas kepada penguasa negara, tanpa membicarakan apakah kewajiban negara, kepada rakyatnya. Memekarkan pola pikir yang diusulkan Koentowidjojo , kita dapat mencermati perkembangan pembudayaan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam konteks itu, Koentowidjojo menyebut Pancasila sebagai sebuah ideologi murni, ideologi praktis.
    Dengan kata lain, dari sisi sosio-politik perkembangan pemikiran, dapat dikemukakan bahwa Pancasila mengalami berbagai perubahan makna dan pemposisian dalam konteks perubahan sosial politik Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide atau pemikiran teoritik. Peserta didik di jaman Orde Baru dan masyarakat pada umumnya, sangat kenal dengan istilah «Hari Lahir Pancasila».

    Refleksi kepemimpinan tersebut selain menunjukkan pengamalan nilai-nilai Pancasila, juga azas kepemimpinan TNI yang diambil dari bumi sendiri. Menganalogikan ketauladanan pemimpin AL, tantangan yang dihadapi Pancasila saat ini, bukan hanya masalah sosialisasi yang membutuhkan adanya penanaman kembali kesadaran atau konsistensi para pemimpin dan elemen bangsa dalam menerapkan Pancasila seperti diutarakan Rieza D Dienaputra, melainkan membuat strategi hidup yang bermuatan nilai Pancasila dalam menjawab tantangan kapitalisme dalam segala bentuk, kemiskinan, degradasi moral dan ketauladanan para pemimpin nasional dan daerah dalam kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab.

    BalasHapus
  10. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Namun nilai-nilai yang dimiliki Pancasila pada saat ini kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai universal a.l globalisasi bercirikan demokratisasi, hakasasi manusia & lingkungan hidup, selain itu pula kemajuan iptek berupa informasi & transformasi menjadikan dunia tanpa batas, & era pasar bebas bercirikan liberalisme ekonomi kapitalis berdampak terhadap pergeseran peradaban. Dari kenyataan tersebut Pancasila mengalami pengaruh yang cukup tajam, dimana di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 ttg P4 & dibubarkannya BP7, yang berarti secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila. Selain itu UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Sehingga kedepan generasi muda akan kehilangan makna Pancasila, sebagai jatidiri bangsa yang digali dari bumi sendiri.
    Ideologi ( pancasila ) telah mampu dijadikan sebagai sistem hidup (belief system) dan kehidupannya. Manakala sebuah ideologi bangsa telah memiliki sistematika tertentu, dan bukan hanya mitos, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat tersebut, akan berideologi sesuai dengan nilai substantif ideologi bangsanya. memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik,muncul dalam bentuk polarisasi struktur dan sosial politik kemasyarakatan. yaitu terjadi di era Orde Baru. Pancasila dijadikan sebagai pemisahan kelompok kepentingan. Pada saat itu, penguasa Orde Baru dimaknai sebagai pro Pancasila, dan penentang “penguasa” disebut sebagai kelompok anti-Pancasila. Dengan demikian, polarisasi masyarakat dapat dibelah menjadi dua kelompok, yaitu pendukung Pancasila dan ‘anti’ Pancasila. Dalam rangka memPancasilakan seluruh masyarakat, maka dikembangkan penataran P-4, dan pendidikan Pancasila pada berbagai strata di masyarakat.
    hal-hal mendasar yang harus diingat bahwa kita harus berpikiran positif terhadap Pancasila, kita berpikir (reflective thinking) filsafati, marilah kita coba dalami secara filsafat. Reflective thinking adalah cara berpikir filsafat atau suatu perenungan filsafat dengan pola berpikir radikal dan menyeluruh, dengan dasar berpikir keragu - raguan, kegelisahan yang kemudian akan merenung berulang - ulang, (Stefanus S, mengutip hasil kuliah program Doktor Untag 28 September, 2000). Esensi dari reflective thinking adalah :
    1.Filsafat membawa kepada pemahaman dan tindakan
    2. Filsafat membawa pada pemikiran secara ketat
    3. Filsafat membawa sejumlah makna khusus
    pemasyarakatan Pancasila atau membumikan ketahanan budaya Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, keteladan para pemimpin, dan profesionalisme kerja seperti diungkap Engkoswara, peningkatan wawasan kebangsan, pelembagaan formal pengembangan Pancasila dalam bentuk organisasi dan pendekatan hukum melalui pembuatan perundang-undangan sebagai payung hukum saja, tetapi membutuhkan pula ada sebuah transformasi ideologi Pancasila menjadi sebuah ilmu. Didalam ilmu Pancasila inilah termuat penguatan ontologi ideologi sesuai dengan perkembangan dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan, penguatan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta penguatan Pancasila sebagai nilai tujuan pembangunan masa depan Indonesia. Dengan kata lain, tantangan nyata Pancasila adalah membuat rumusan riil dalam menyelasaikan masalah hidup.

    BalasHapus
  11. dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 ttg P4 & dibubarkannya BP7 dapat dilihat bahwa secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila. UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Terabaikannya nilai penting Pancasila dalam bernegara, kurang kesadaran akan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai dasar Pancasila. Yang akhirnya implementasi antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan. Dalam hal itu, memekarkan pola pikir yang diusulkan Koentowidjojo (1994), menyebut Pancasila sebagai sebuah ideologi murni, ideologi praktis. Menerapkan nilai Pancasila sebagai sebuah ilmu, dibutuhkan pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila.
    Perlunya cara berpikir dengan pola radikal dan menyeluruh, dengan dasar berpikir keragu - raguan, kegelisahan yang kemudian akan merenung berulang - ulang, (reflective thinking). Perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup, dijadikan sebagai ideologi praktis. Tanggung jawab yang besar untuk merumuskan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menganalogikan ketauladanan pemimpin AL, dengan membuat strategi hidup yang bermuatan nilai Pancasila dalam menjawab tantangan kapitalisme dalam segala bentuk, kemiskinan, degradasi moral dan ketauladanan para pemimpin nasional dan daerah dalam kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab.
    Dalam dialektika perjuangan pemasyarakatan Pancasila, masih membutuhkan waktu yang lama dan panjang. Butuh pemikiran komprehensif integral dari kaum cendekiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama tokoh adat. Lembaga pendidikan seperti Seskoal, Sesko TNI, Lemhannas dan lembaga kedinasan pemerintah lainnya dapat menjadi pelopor dalam mengkaji dan mengembangkan Pancasila.

    BalasHapus
  12. Rezi Rizki Raedini

    Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan. Menurunkan Pancasila sebagai sebuah ilmu ini, maka dibutuhkan adanya pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila.
    Untuk menghadapi situasi atau peristiwa ada beberapa kemungkinan makna yang terjadi : Sikap acuh tak acuh, Menekan perasaan, Ketiadaan sifat penting
    kembali kepada filsafati Pancasila., Pertama, dibutuhkan adanya satu model narasi akademik yang memperkuat dan memperkokoh ontologi kePancasilaan.
    Pada tahap kedua, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup, atau dalam istilah Koentowidjojo, yaitu dijadikan sebagai ideologi praktis
    Terakhir yaitu menjadikan Pancasila sebagai sebuah aksiologi.

    BalasHapus
  13. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa, yang didalamnya terkandung nilai dasar, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR no. 2/1978 ttg P4 dan dibubarkannya BP7, dan UU no. 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelatih wajib.maka dari itu pancasila harus selalu di kembangkan untuk mempuat pola pikir orang orang pada jaman sekarang terbuka dan pemikiran jadi luas

    BalasHapus
  14. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Di era sekarang Pancasila mengalami pengaruh yang cukup tajam, dimana di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.
    Pada UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Sehingga kedepan generasi muda akan kehilangan makna Pancasila, sebagai jatidiri bangsa yang digali dari bumi sendiri. Nilai2 luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan, penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati, masyarakat apatis menerima Pancasila, dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila.

    Dalam filsafat makna yang dikandung menekankan pada keabadian. Untuk menghadapi situasi atau peristiwa ada beberapa kemungkinan makna yang terjadi : Sikap acuh tak acuh, Menekan perasaan, Ketiadaan sifat penting kembali kepada filsafati Pancasila., Pertama, dibutuhkan adanya satu model narasi akademik yang memperkuat dan memperkokoh ontologi kePancasilaan. Kedua, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup, atau dalam istilah Koentowidjojo, yaitu dijadikan sebagai ideologi praktis. Terakhir yaitu menjadikan Pancasila sebagai sebuah aksiologi.

    Dengan demikian pemasyarakatan Pancasila atau membumikan ketahanan budaya Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, keteladan para pemimpin, dan profesionalisme kerja seperti diungkap Engkoswara, peningkatan wawasan kebangsan, pelembagaan formal pengembangan Pancasila dalam bentuk organisasi dan pendekatan hukum melalui pembuatan perundang-undangan sebagai payung hukum saja, tetapi membutuhkan pula ada sebuah transformasi ideologi Pancasila menjadi sebuah ilmu. Didalam ilmu Pancasila inilah termuat penguatan ontologi ideologi sesuai dengan perkembangan dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan, penguatan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta penguatan Pancasila sebagai nilai tujuan pembangunan masa depan Indonesia. Dengan kata lain, tantangan nyata Pancasila adalah membuat rumusan riil dalam menyelasaikan masalah hidup.

    BalasHapus
  15. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar , nilai instrumental & nilai praksis. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 ttg P4 & dibubarkannya BP7, yang berarti secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila.
    Dengan asumsi seperti ini, maka setiap warga negara Indonesia atau diantara kita akan dapat mengajukan sebuah pertanyaan yang sama terhadap Pancasila. Kalau pelaksanaan metodologi Pancasila dalam Era Orde baru hanya mengajarkan monoloyalitas kepada penguasa negara, tanpa membicarakan apakah kewajiban negara, kepada rakyatnya. Pancasila dijadikan sebagai pemisahan kelompok kepentingan. Pada saat itu, penguasa Orde Baru dimaknai sebagai pro Pancasila, dan penentang «penguasa» disebut sebagai kelompok anti-Pancasila.
    Sangat disayangkan, bangsa kita memang memiliki sedikit orang yang mempunyai perhatian terhadap tuntutan penerapan Pancasila sebagai ideologi praksis. Mubyarto , adalah salah satu contoh cendekia Indonesia yang berkepedulian tinggi dalam mengembangkan Ekonomi Pancasila di Indonesia. Sehingga, nyaris ide ini menjadi sebuah ide yang ‘melayang-layang’ di atap rumah sendiri . Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain , dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain.
    Untuk kepentingan ini, maka kita, memiliki tanggung jawab yang besar untuk merumuskan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam Semiloka tentang upaya strategis aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam membangun kehidupan nasional Indonesia, yang diselenggarakan oleh Dewan Ketahanaaan Nasional pada tanggal 25-27 Mei 2005, didapatkan rumusan bahwa masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang menegakan dasar negara Pancasila secara konsisten dalam semua bidang kehidupan.
    Dalam contoh kecilnya, seorang guru perlu memiliki kerangka pikir bagaimana menjadi guru yang Pancasilais dengan keteladanan seorang guru sebagai pemimpin dan pendidik siswanya, seorang pedagang memiliki kerangka pikir menjadi pedagang yang Pancasilais, seorang pengusaha memiliki kerangka pikir menjadi pengusaha yang Pancasilais, dan seorang buruh memiliki kerangka pikir menjadi buruh yang Pancasilais, dan sebagainya.
    Mengenai masalah profesionalisme, tanggung jawab dan keteladanan pemimpin penulis ingat pesan yang disampaikan oleh mantan Kasal Laksamana Arifin, kepada para Perwira jajaran Armatim Duapuluh Tahun yang lalu; « Para perwira sekalian, berbuatlah yang menurutmu baik dan benar serta bermanfaat bagi rakyat, kalau kamu yakin itu benar, jangan takut, saya yang bertanggung jawab».

    BalasHapus
  16. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.

    Nilai2 luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain :
    1. Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan.
    2. Penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
    3. Masyarakat apatis menerima Pancasila.
    4. Dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila

    Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.

    Pada dekade berikutnya, muncul gejala memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik. Memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik ini berbeda makna dan imbasnya dengan memposisikan Pancasila sebagai mitos. Pancasila sebagai ideologi politik, muncul dalam bentuk polarisasi struktur dan sosial politik kemasyarakatan.

    Dengan sedikitnya pemikir Indonesia dalam mengembangkan pemikiran-pemikirn mengenai Pancasila ini, tidak menjadi heran bila masyarakat Indonesia dan khususnya kalangan elit Indonesia mengalami kesulitan dalam proses pengimplementasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

    BalasHapus
  17. Pancasila disebut juga dengan dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa, dimana didalamnya terkandung nilai dasar, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR no. 2/1978 ttg P4 dan dibubarkannya BP7, dan UU no. 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelatih wajib.maka dari itu pancasila harus selalu di kembangkan untuk mempuat pola pikir orang orang pada jaman sekarang terbuka dan pemikiran jadi luas.

    BalasHapus
  18. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.
    Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.
    Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan. Menurunkan Pancasila sebagai sebuah ilmu ini, maka dibutuhkan adanya pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila.
    hal-hal mendasar yang harus diingat bahwa kita harus berpikiran positif terhadap Pancasila, kita berpikir (reflective thinking) filsafati, marilah kita coba dalami secara filsafat. Reflective thinking adalah cara berpikir filsafat atau suatu perenungan filsafat dengan pola berpikir radikal dan menyeluruh, dengan dasar berpikir keragu - raguan, kegelisahan yang kemudian akan merenung berulang - ulang, (Stefanus S, mengutip hasil kuliah program Doktor Untag 28 September, 2000). Esensi dari reflective thinking adalah :
    1.Filsafat membawa kepada pemahaman dan tindakan
    2. Filsafat membawa pada pemikiran secara ketat
    3. Filsafat membawa sejumlah makna pemasyarakatan
    Pancasila atau membumikan ketahanan budaya Pancasila bukan hanya membutuhkan gerakan moral, keteladan para pemimpin, dan profesionalisme kerja seperti diungkap Engkoswara, peningkatan wawasan kebangsan, pelembagaan formal pengembangan Pancasila dalam bentuk organisasi dan pendekatan hukum melalui pembuatan perundang-undangan sebagai payung hukum saja, tetapi membutuhkan pula ada sebuah transformasi ideologi Pancasila menjadi sebuah ilmu. Didalam ilmu Pancasila inilah termuat penguatan ontologi ideologi sesuai dengan perkembangan dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan, penguatan Pancasila sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta penguatan Pancasila sebagai nilai tujuan pembangunan masa depan Indonesia. Dengan kata lain, tantangan nyata Pancasila adalah membuat rumusan riil dalam menyelasaikan masalah hidup.



    Devianti Puspitasari (3360201250047)

    BalasHapus
  19. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  20. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  21. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.
    Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.
    Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan. Menurunkan Pancasila sebagai sebuah ilmu ini, maka dibutuhkan adanya pekerjaan ekstra dari kalangan pencinta dan penggali nilai-nilai Pancasila. ( nama : yohanes ruberky budiman k nim: 3360171250085 kls manajemen semester VII

    BalasHapus
  22. Pancasila adalah ideologi yang digunakan oleh Negara Indonesia Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Agar kita memahami ideologi yang digunakan oleh negara Indonesia. Sehingga negara yang memiliki ideologi pancasila juga memiliki sebuah dasar negara yang berdasarkan pancasila. Dasar negara menjadi sebuah tatanan untuk mengatur penyelenggaraan negara serta menjadi pedoman hidup bernegara.

    Resaa Rahmadhanti - Nim 3360181250066 (Manajemen SMT V)

    BalasHapus
  23. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Namun nilai-nilai yang dimiliki Pancasila pada saat ini kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai universal a.l globalisasi bercirikan demokratisasi, hakasasi manusia & lingkungan hidup, selain itu pula kemajuan iptek berupa informasi & transformasi menjadikan dunia tanpa batas, & era pasar bebas bercirikan liberalisme ekonomi kapitalis berdampak terhadap pergeseran peradaban. Dari kenyataan tersebut Pancasila mengalami pengaruh yang cukup tajam, dimana di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.
    Terabaikannya Pancasila juga dapat dilihat dari dicabutnya Tap MPR nomor 2/1978 ttg P4 & dibubarkannya BP7, yang berarti secara formal tidak ada lagi lembaga yang mengkaji dan mengembangkan Pancasila. Selain itu UU nomor 20/2003 tentang pendidikan nasional tidak lagi menyebut Pancasila sebagai pelajaran wajib. Sehingga kedepan generasi muda akan kehilangan makna Pancasila, sebagai jatidiri bangsa yang digali dari bumi sendiri. Nilai2 luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain :
     Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan.
     Penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
     Masyarakat apatis menerima Pancasila.
     Dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila
    Bella Harini Sulaiman - 336018125008

    BalasHapus
  24. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional.
    Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.
    Bercermin dari contoh perkembangan ideologi yang lain (seperti kapitalisme, dan sosialisme), dapat dikemukakan bahwa Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam bentuk dan model-model yang lain. Pancasila tidak bisa hanya dijadikan ideologi yang berwajah mitos atau politis. Pancasila harus diajak ke dalam bentuk wajah keilmuan.

    Nilai2 luhur Pancasila dalam implementasinya antara harapan & kenyataan masih jauh dari apa yg diharapkan, hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain :
     Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan.
     Penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
     Masyarakat apatis menerima Pancasila.
     Dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila

    Nama : Bella Susanti
    Nim : 3360201250056
    Kelas : manajemen extension sabtu semester satu

    BalasHapus
  25. Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa & falsafah serta pandangan hidup bangsa, yg didalamnya terkandung nilai dasar (intrinsik), nilai instrumental & nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki 4 dimensi yaitu: dimensi realita, idealisme, fleksibilitas dan pembangunan nasional. Namun nilai-nilai yang dimiliki Pancasila pada saat ini kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai universal globalisasi bercirikan demokratisasi, hakasasi manusia & lingkungan hidup, selain itu pula kemajuan iptek berupa informasi & transformasi menjadikan dunia tanpa batas, & era pasar bebas bercirikan liberalisme ekonomi kapitalis berdampak terhadap pergeseran peradaban. Hal itu menyebabkan dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai Pancasila banyak ditinggalkan bahkan dalam tindak tanduk, perilaku, moral warga negri ini menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.
    hal tersebut dapat dilihat pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara saat ini, yang antara lain :
    - Aturan negara yang belum memadai & mencapai sasaran yg diinginkan.
    - Penyelenggaraan negara yang belum sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
    - Masyarakat apatis menerima Pancasila.
    - Dalam era Otonomi Daerah banyak terjadi ketimpangan didaerah, isu sara, konflik horisontal, primordialisme, mementingkan ego sektoral, yang kesemuanya meninggalkan nilai-nilai Pancasila
    Pancasila mengalami berbagai perubahan makna dan pemposisian (positioning) dalam konteks perubahan sosial politik Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, Pancasila lahir sebagai sebuah ideologi murni. Sebagai sebuah ideologi murni, maka Pancasila cenderung banyak ‘bersarang’ dalam dunia ide (istilah Plato) atau pemikiran teoritik.
    Peserta didik di jaman Orde Baru dan masyarakat pada umumnya, sangat kenal dengan istilah “Hari Lahir Pancasila”. Pada dekade berikutnya, muncul gejala memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik. Memposisikan Pancasila sebagai ideologi politik ini berbeda makna dan imbasnya dengan memposisikan Pancasila sebagai mitos. Pancasila sebagai ideologi politik, muncul dalam bentuk polarisasi struktur dan sosial politik kemasyarakatan.
    Contoh nyata dan berdampak nyata dalam menerapkan Pancasila sebagai ideologi politik, yaitu terjadi di era Orde Baru. Pancasila dijadikan sebagai pemisahan kelompok kepentingan. Pada saat itu, penguasa Orde Baru dimaknai sebagai pro Pancasila, dan penentang “penguasa” disebut sebagai kelompok anti-Pancasila. Dengan demikian, polarisasi masyarakat dapat dibelah menjadi dua kelompok, yaitu pendukung Pancasila dan ‘anti’ Pancasila. Dalam rangka memPancasilakan seluruh masyarakat, maka dikembangkan penataran P-4, dan pendidikan Pancasila pada berbagai strata di masyarakat.
    Wujud kongkrit dari pendekatan kritis dalam memposisikan Pancasila sebagai ideologi negara, adalah diwujudkannya dalam semua bentuk peraturan perundangan yang memiliki napas Pancasila. Melalui kebijakan publik seperti inilah, maka warna ideologis Pancasila akan semakin tampak. Dengan kata lain, bila kebijakan-kebijakan publik tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, maka Pancasila belum mampu mewujud sebagai metodologi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
    Yasmin Ramadhini (3360201250067)
    Manajemen Extention sabtu semester I

    BalasHapus